TintaSiyasi.com -- Sepanjang tahun 2022 tercatat Polda Kalimantan Selatan menangani sebanyak 5.364 kasus pidana atau bisa dikatakan naik 6,28 persen dari tahun sebelumnya yang 5.031 kasus. Kejahatan konvensional seperti pencurian kendaraan bermotor (curanmor), pencurian dengan pemberatan (curat), dan pencurian dengan kekerasan (curas) masih mendominasi.
Khusus untuk narkoba mendapatkan atensi Kapolda karena terungkap 1.620 kasus atau naik 6,8 persen dari tahun 2021 yang menyentuh 1.516 kasus. Kemudian untuk tindak pidana kekayaan negara paling menonjol illegal logging, illegal mining serta BBM ilegal yang totalnya terungkap 96 kasus (m.republika.co.id, 28/12/2022).
Data yang disampaikan di atas hanya dari satu daerah saja, masih banyak tindak kriminalitas di daerah-daerah lainnya. Kriminalitas di negeri ini layaknya gunung es, dimana yang masih sangat banyak yang tidak terlihat dipermukaan.
Peningkatan kriminalitas menunjukkan kondisi yang sangat memprihatinkan, bahkan bentuknya sudah berada di luar batas kemanusiaan dan akal sehat.
Menurut Pemerhati Masalah Sosial dan Masyarakat, Lathifah Husna, tindak kejahatan disebabkan dari degradasi keimanan dan ketakwaan terhadap ajaran agama, dan ditambah lagi dengan kondisi ekonomi yang kian mendesak serta kelemahan hukum untuk menindak tegas para pelaku kriminalitas.
Tatanan hidup yang digariskan Islam sesungguhnya mampu mencegah terjadinya tindak kriminalitas yang dari waktu ke waktu. Dalam kondisi yang demikian, Islam sebagai sistem kehidupan yang komprehensif mampu menyelesaikan masalah kriminalitas ini dengan langkah-langkah preventif yang cukup efektif. Langkah preventif tersebut adalah meningkatkan pemahaman ajaran agama yang telah melarang setiap individu untuk melakukan tindakan maksiat.
Unsur tatanan hidup berdasarkan Islam yang berikutnya adalah falsafah hukum Islam. Unsur tersebut mengatur sanksi hukum atas setiap pelaku kejahatan, di mana salah satunya adalah sebagai pencegah.
Dapat kita ambil contoh pada hukuman potong tangan terhadap pencuri. Hukum tersebut bermakna untuk pencegahan, agar setiap orang takut melakukan hal serupa. Sanksi hukum dan mekanisme pengadilan yang diberlakukan saat ini tidak akan membuat orang jera atau takut untuk melakukan kejahatan. Praktik penyuapan di lingkungan pengadilan oleh para terdakwa dapat mudah dilakukan untuk bisa lolos dari jerat hukum. Hal tersebut tidak jarang memunculkan rasa ketidak adilan bagi korban kriminalitas.
Penerapan hukum dalam islam selain sebagai pencegah terjadinya tindak kriminal serupa yang berulang, juga sebagai penebus siksa di pengadilan akhirat bagi pelaku tindak kriminal.
Pemberian sanksi harus dibarengi dengan pelaksanaan pemerintahan yang adil. Kebutuhan hidup pokok masyarakat terpenuhi dengan baik, mulai dari sandang, pangan dan papan, pendidikan, kesehatan, serta pekerjaan yang memadai. Dengan pemerataan dan pemenuhan kebutuhan masyarakat yang dilakukan pemerintah dapat meminimalkan tindak kejahatan yang dilakukan karena terpaksa memenuhi kebutuhan hidup. Semua ini hanya akan terwujud apabila sistem pemeritahan negara menerapkan syariat islam sebagai landasannya.
Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Novia Ariana
Pegiat Pena Banua
0 Comments