Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Mampukah Kapitalisme Mengurai Kemiskinan dan Masalah Stunting?


TintaSiyasi.com -- Kemiskinan dan stunting merupakan problem yang sampai saat ini belum juga menuai solusi. Kedua problem tersebut masih terus menggurita bak jamur di musim penghujan, bahkan kedua problem tersebut masuk dalam program prioritas di tahun 2023 ini. Sebagaimana Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan penanganan stunting dan kemiskinan ekstrem jadi program prioritas pada tahun 2023 ini. Ia juga mengungkapkan, permasalahan kemiskinan ekstrem dan stunting saling beririsan. Di mana, irisan tersebut mencapai angka 60 persen.

"Penyebab stunting dilatarbelakangi oleh fenomena kemiskinan ekstrem seperti kendala dalam mengakses kebutuhan dasar, akses air bersih, fasilitas sanitasi dan lainnya. Saya sampaikan, stunting ini 60 persen beririsan dengan keluarga miskin ekstrem," ujar Muhadjir dalam siaran pers, Sabtu (14/1/2023).

Karena itu, menurut dia, untuk menyelesaikan masalah kemiskinan ekstrem dan stunting harus dilakukan dengan mengeroyoknya secara bersamaan. Menurut dia, pemerintah melakukan upaya serius dalam penanganan stunting dan kemiskinan ekstrem melalui intervensi spesifik dan intervensi sensitif (mediaindonesia.com).

Sungguh disayangkan negeri yang dijuluki sebagai negeri "gemah ripah loh jinawi", namun rakyatnya masih dalam garis kemiskinan ekstrem dan stunting yang terus meningkat. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasinya, namun seakan tak mampu mengurai masalah tersebut. 

Tidak dapat dipungkiri jika berbagai solusi jelas tidak mampu mengurai masalah tersebut, sebab solusi yang diberikan hanya sebatas progam teknis saja, sementara tidak sampai kepada akarnya. Patut disadari, jika masalah demi masalah yang tak kunjung usai merupakan akibat dari penerapan sistem hidup yang bobrok, yakni kapitalisme sekuler. Sistem ini telah memisahkan agama dari kehidupan manusia, dengan kata lain agama tidak lagi dijadikan sebagai sandaran hukum dalam berbuat dan membuat kebijakan, namun standar pembuat kebijakan adalah akal manusia yang terkenal terbatas dan serba kurang. Alhasil, tatanan hidup makin kacau. 

Sebut saja kemiskinan ekstrem yang mengakibatkan stunting tak kunjung teratasi ini seyogianya adalah akibat dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme. Rakyat harus menderita di negeri yang kaya, subur, bahkan mendapat julukan sebagai negeri "gemah ripah loh jinawi", yang seharusnya dengan kekayaan alam tersebut mampu untuk mensejahterakan rakyat dan mengeluarkan mereka dari kemiskinan. 

Namun apalah daya, sistem ekonomi kapitalisme sekuler memegang kuat prinsip liberalisasi kepemilikan. Alhasil, kepemilikan umat seperti sumber daya alam (tambang nikel, emas dan lainnya) diserahkan oleh asing atau swasta yang memiliki modal. Sehingga keuntungan dari pengelolaan SDA tersebut jelas dinikmati oleh segelintir orang saja, sedangkan negara hanya mendapatkan sedikit dari keuntungan berbagai tambang yang ada di negeri ini. 

Misalkan saja, tambang emas yang ada di Papua. Pada 2021 produksi emas Freeport Indonesia berhasil mencapai 1,37 juta ons. Capaian ini meningkat 62% dari produksi tahun sebelumnya, yang tercatat berjumlah 848 ribu ons pada 2020. Ini adalah hasil yang cukup fantastis jika dikelola sendiri oleh negara. Belum lagi tambang-tambang yang lainnya, seperti batu bara, aspal, nikel dan keluasan potensi baharinya, serta kesuburan tanahnya yang jika semua itu dimanfaatkan jelas Indonesia akan memiliki pemasukan yang tetap tanpa perlu berhutang dan menarik pajak dari rakyat. 

Selain itu, sistem ekonomi inipun menjadikan kekayaan hanya berputar pada kaum elite semata. Sedangkan rakyat yang tidak mampu sulit menjangkau segala akses kebutuhan hidup. Alhasil, pemenuhan kebutuhan rakyat tidak mampu harus tersendat. Ditambah dengan lemahnya penguasa dalam pengawasan pasar dan pendistribusian harta, yang membuat para pemilik modal atau pengusaha bisa bermain harga sesukanya.

Kemudian, kondisi kemiskinan dan stunting pun diperparah dengan berlepas tanganya penguasa kepada pengurusan urusan rakyatnya. Penguasa hanya berfungsi sebagai regulator semata. Hal tersebut terlihat disaat negara mencari solusi terhadap problem kemiskinan dan stunting senantiasa mengandeng asing/swasta untuk menyelesaikannya. Dengan kata lain, negara seakan memberikan ruang kepada pengusaha atau swasta untuk mendapatkan keuntungan dari kebijakan yang dibuatnya.  

Seperti pada saat negara memberikan solusi penyediaan air bersih, pengadaan MCK, fasilitas sanitasi dan lainnya, negara selalunya mengandeng swasta untuk menjalankan kebijakan-kebijakan tersebut dengan berbagai dalih. Alhasil, tidak sedikit solusi tersebut justru dijadikan ajang bisnis yang berimbas pada tidak terpenuhinya air bersih akibat berbiaya mahal. 

Sejatinya solusi-solusi ala kapitalisme sekuler tidak akan mengurai akar masalah kemiskinan dan stunting. Sebab kebijakan-kebijakan yang diterapkan senantiasa mengarah pada kemaslahatan pengusaha, bukan fokus pada kemaslahatan rakyat. 

Hal ini jelas sangat berbeda jika Islam diterapkan dalam segala lini kehidupan umat manusia, dimana dia menjadi solusi terhadap berbagai problem yang dihadapi manusia, termaksud stunting dan kemiskinan. Sebab, kebijakan-kebijakan yang diterapkan oleh negara memprioritaskan kemaslahatan rakyat, bukan kemaslahatan penguasa atau pengusaha.

Sistem ekonomi Islam memiliki beberapa poin untuk menyelesaikan problem kemiskinan dan stunting. Pertama, Islam mengatur sebab-sebab kepemilikan, mulai dari kepemilikan individu, negara dan umat. Kepemilikan ini jelas pengaturannya dan perolehannya, serta pengunaannya sesuai aturan syar'i. Seperti kepemilikan umat yang di dalamnya adalah seluruh barang yang jumlah melimpah dan diperlukan oleh seluruh rakyat, seperti sumber daya alam (nikel, emas, dan lain-lain) yang hukumnya haram untuk diswastanisasi atau diprivatisasi. 

Rasul bersabda "Manusia berserikat dalam tiga hal, api padang rumput, dan air" (HR. Abu Daud). 

Dalam hal SDA, negara berkewajiban untuk mengelolanya dan hasilnya dikembalikan untuk kesejahteraan rakyat, dalam bentuk seperti penyediaan pendidikan gratis, kesehatan gratis, subsidi untuk BBM, listrik dan lainnya yang semua itu untuk kemaslahatan rakyat. 

Sistem ekonomi Islam juga memiliki pos-pos pemasukan tetap, serta mengatur pengeluaran pembelanjaan negara secara jelas sesuai syari yang terhimpun di dalam Baitul Mal. 

Kedua, negara bertangungjawab menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok rakyatnya, dia juga memastikan kebutuhan dasar rakyat terpenuhi dengan cara menyediakan lapangan pekerjaan seluas-luasanya bagi para suami dan penanggung nafkah keluarga. 

Kemudian, negara juga memastikan jika peredaran harta dapat menyeluruh kepada seluruh rakyat. Ekonomi pasar berjalan secara riil, mengawasi setiap aktivitas pasar agar tidak ada oknum-oknum nakal yang memonopoli harga, dan melakukan penimbunan, serta pendistribusian bahan pokok dipastikan merata kesuluruh penjuru negeri dan dapat dijangkau oleh rakyat. 

Sehingga dengan terpenuhinya kebutuhan rakyat, serta terjaminnya kebutuhan dasar maka bisa dipastikan jika rakyat akan sejahtera dan terhindar dari stunting dan kemiskinan.

Wallahu a'lam bishshawab. []
 

Oleh: Siti Komariah
Freelance Writer
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments