Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Lazim Pluralisme Akhir Tahun, Bisakah Disetop?

TintaSiyasi.com -- Tinggal menghitung hari, tahun ini akan segera berakhir berganti dengan tahun yang baru. Sudah lazim diketahui, di akhir tahun umat Nasrani merayakan Natal dan Tahun Baru Masehi. Menjadi polemik yang mengiringinya, yakni ada (bahkan banyak) kaum muslim yang turut serta merayakannya.

Bahkan bukan hanya sekadar personal kaum muslim, tetapi juga sekelas Pemkot bahkan lembaga dakwah yang tersemat kata "Islam". Seperti di Kota Surabaya yang berbekal semangat toleransi dan keharmonisan untuk menghormati umat beragama, ornamen dan hiasan Natal dipasang oleh Pemkot di beberapa tempat (suarapubliknews.net, 17/12/2022).

Begitu pula yang terjadi di Kota Kupang, NTT. Di antara jejeran pohon Natal di sepanjang ruas jalan El Tari terdapat satu unit pohon Natal yang dibuat Pengurus Dewan Masjid Indonesia Provinsi NTT. Eksistensi pohon Natal dari Pengurus Dewan Masjid Indonesia tersebut diapresiasi oleh warga setempat, dianggap memuat nilai toleransi (Pos-Kupang.com, 20/12/2022).

Ini patut menjadi perhatian bagi kita karena menyangkut perkara akidah, yakni haram bagi seorang muslim untuk berlaku demikian. Paling "minimal" mengucapkan selamat bagi yang merayakan sudah termasuk mengakui kebenaran agama lain, apalagi ikut serta dalam perayaannya. Demikian yang disebut pluralisme, yakni menganggap semua agama sama benarnya.

Kita mesti mengetahui bahwa tetek bengek turut andil dalam perayaan hari besar agama lain adalah suatu bentuk keharaman. Pun tentang Tahun Baru Masehi, diungkapkan Abdullah bin Amr bahwa, “Siapa saja yang merayakan tahun baru seperti bangsa persia (nairûz), mengadakan pesta dan hura-hura seperti mereka, serta menyerupai mereka hingga meninggal ia masih seperti itu, dan belum juga bertobat, maka di hari kiamat ia akan dikumpulkan bersama mereka.” (HR Baihaqi).

Kaum muslim harus mengetahui hal ini supaya tidak berbuat tanpa ilmu, karena banyak yang berbuat sesuatu karena mayoritas berlaku demikian. Seolah suara terbanyak adalah yang benar sesuai ide yang dianut hari ini. Padahal sebagai muslim, yang benar adalah yang selaras syariat Islam sesuai petunjuk sang pembawa risalah, Rasulullah Muhammad saw.

Untuk kaum muslim yang telah mengetahui keharaman pluralisme ini wajib menyampaikan, karena sungguh rendahnya kesadaran sangat membahayakan umat. Seolah karena hanya ucapan belaka, sehingga marak maum muslim turut mengucap selamat. Mereka seolah lupa, dalam ucapan tersirat makna "mengaku eksistensi tuhan lain selain Allah Swt."

Tidak sedikit kaum muslim yang turut berlaku demikian (mengucap selamat kepada umat Nasrani yang merayakan, turut andil memeriahkan dll) karena takut dicap radikal, intoleran, dan ekstrem. Maka, sangat penting bagi muslim untuk memperkuat akidahnya, apalagi di tengah gempuran moderasi beragama.

Terkait moderasi beragama sendiri, dalam buku saku moderasi beragama yang dibawa Kemenag, batasan suatu pemahaman keagamaan bisa dinilai berlebihan atau ekstrem bercirikan, jika melanggar nilai-nilai kemanusiaan, melanggar kesepakatan bersama, dan merusak ketertiban umum. Dan tidak ikut andil dalam perayaan hari raya Nasrani dianggap sebagai muslim yang tidak moderat.

Menilik perayaan tahunan agama Nasrani serta fenomena kaum muslim yang terseret arus dalam perayaannya kendati berseliweran tulisan mengupas perihal ini, semestinya ada peran negara sebagai pelindung akidah umat. Karena sejatinya tugas negara adalah menjadi perisai bagi rakyat. Namun faktanya, negara justru mengaruskan jalan sesat menguatkan pluralisme dan moderasi.

Inilah potret negara sekuler kapitalisme yang tegak berdasarkan pemisahan agama dari kehidupan. Tidak berjalan selaras syariat Islam, apatah fungsi lainnya yang bisa diharapkan? Sungguh, hanya dalam Islam yang mewajibkan negara untuk ikut menjaga akidah. Dengan begitulah, pluralisme entah di akhir tahun atau bukan bisa disetop. Karena dalam negara Islam, perayaaan hari besar agama lain tidak di-blow up sedemikian yang terjadi hari ini.

Wallahu a'lam bishshawab.


Oleh: Khaulah
Aktivis Back to Muslim Identity
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments