TintaSiyasi.com -- Gaya hidup Konsumerisme yang melanda generasi Z memancing para rentenir gaya baru memanfaatkan teknologi digital untuk menjaring mereka. Para rentenir ini bekerjasama dengan berbagai pihak untuk melancarkan aksinya, termasuk meminta perlindungan dari pemerintah dengan mendaftarkan diri sebagai bagian OJK legal. Setali tiga uang, pemerintah pun ikut mendukung aksi rentenir dibalik kata 'kemudahan pembayaran' dengan iming-iming bunga rendah, persyaratan mudah, dan lain sebagainya.
Buy Now Pay Later (BNPL) atau dikenal dengan Paylater, sistem pembayaran berjangka yang ditawarkan oleh berbagai e-commerc yang terintegrasi dengan OJK (Otoritas Jasa Keuangan) menjadi wadah para kapitalis untuk meraup keuntungan. Bagi yang sering bertransaksi secara online pasti tidak asing dengan layanan yang ada di pilihan proses pembayaran ini. Sekilas memang layanan ini seperti memberi kemudahan, apalagi bagi generasi Z yang konsumtif. Seseorang dapat dengan mudah dan cepat membeli barang keinginan. Namun, minimnya literasi, dan gagalnya membedakan antara kebutuhan dan keinginan, ditambah gagalnya pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan, hal ini justru akan menjadi jeratan yang membuat suram masa depan mereka.
Melansir dari BBC News Indo (29/12/2022), Toni, bukan nama sebenarnya, mendapat tagihan bulanan yang besarannya hingga 4 kali lipat dari gajinya. Toni bahkan dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya ia harus bergantung pada dana pinjaman, gali lubang tutup lubang. " Sekarang harus menahan diri, memang ini godaan, kayak setan di depan mata tapi tidak terlihat. Ketika kita sadar bahwa uang kita nggak cukup lagi untuk bayar, baru disitu terasa menyesal", keluhnya
Inilah potret kehidupan suram yang terjadi di negara sekuler kapitalisme. Negara minim proteksi terhadap berbagai pemikiran, program, dan layanan yang diinisiasi oleh para kapitalis swasta dan asing. Negara hanya menjadi regulator dan pemberi izin, tanpa mengawasi dan mengamati dampak negatifnya bagi generasi. Apalagi bisnis yang dijalankan merugikan banyak orang atau bisnis dengan menjual kebutuhan primer seperti rumah, pakaian, dan kebutuhan pangan lainnya yang seharusnya negara lah yang bertanggung jawab dalam pengadaan dan pendistribusiannya.
Hal ini tak akan terjadi dalam sistem Islam. Dengan sistem hidup sesuai Islam, pemuda akan terhindarkan dari jebakan yang membahayakan. Karena negara akan mendorong pemuda memperbanyak tsaqofah/literasi dan menganalisa kemajuan teknologi yang sedang berkembang di dunia. Termasuk perkembangan pada aspek fiskal, layanan pembayaran, jual beli kredit, apakah ada riba atau tidak.
Pemuda dengan pendidikan yang berkualitas dan jaminan kesejahteraan dari negara tak akan mudah tergoda oleh praktek keharaman yang dikemas cantik oleh musuh-musuh Islam, termasuk oleh rentenir gaya baru. Pemuda akan terjamin hidup dan pendidikannya. Juga aman dari godaan gaya hidup barat (hedonisme) dengan memperturutkan hawa nafsu yang dampaknya dapat menurunkan potensi berpikir. Negara dalam sistem Islam akan menunaikan kewajibannya sebagai raain, pengurus urusan rakyat. Negara menjamin kebutuhan primer rakyat dapat terpenuhi dengan mudah, termasuk memberi jaminan pada lapangan pekerjaan.
Negara juga akan melindungi rakyat dari pemikiran dan berbagai sistem hidup merusak di luar Islam. Negara yang menjadikan Islam sebagai qiyadah (kepemimpinan berfikir) akan dapat menganalisa berbagai jenis pemikiran asing, lalu membuangnya jika pemikiran itu merusak. Pemuda akan diberdayakan sebagai calon-calon pemimpin umat yang akan menghantarkannya menjadi insan mulia. Negara akan menjadikan pemuda sebagai garda terdepan yang akan merealisasikan berbagai kemudahan dari negara untuk masyarakat dengan memanfaatkan teknologi digital. Tanpa tipu-tipu apalagi hanya sebatas lip Service. Memberi kemudahan untuk menunjang tercapainya kebutuhan masyarakat adalah kewajiban negara untuk merealisasikannya. Dengan mencontoh pola kehidupan Rasulullah dan para Khulafaur Rasyidin lah kewajiban untuk memberi kemudahan akan terwujud nyata.
Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Liyah Herawati
Kelompok Penulis Peduli Umat
0 Comments