TintaSiyasi.com -- Generasi muda sudah sangat lekat dengan gaya hidup kekinian. Keinginan untuk membeli sesuatu akan sangat mudah terwujud hanya dengan duduk diam di rumah memandang layer handphone. Konsumerisme dan hedonisme semakin mendorong generasi muda untuk membeli barang yang sedang tren atau viral saat itu, baik berupa makanan, pakaian, skincare, elektronik, dan lain sebagainya. Terlebih gaya hidup agar selalu kekinian menjadikan mereka menghalalkan segala cara untuk mendapatkan barang yang sedang tren tersebut.
Cara pandang mengenai konsumerisme pemuda terbaca oleh para pengusaha yang ingin mengambil keuntungan serta peluang. Terbukti dengan adanya banyak sekali aplikasi belanja yang diciptakan untuk mempermudah pembelian suatu barang dengan fitur ciamik dan tentu diskon yang tak kalah menarik. Salah satu fitur yang terbukti memberikan kemudahan pemuda dalam memenuhi dahaga keinginan hidup kekinian ala barat adalah adanya fitur bayar nanti atau pay later atau dikenal juga dengan istilah beli sekarang bayar nanti.
Kemudahan akses untuk membeli barang tanpa memikirkan sekarang memiliki uang atau tidak tentu menjadi daya tarik kuat bagi pemuda untuk memenuhi kebutuhan mereka. Tanpa memikirkan apakah barang yang mereka beli merupakan kebutuhan atau hanya keinginan nafsu sesaat agar terlihat si paling kekinian. Dan beginilah rentenir gaya baru dalam menjerat mangsa, memanfaatkan keinginan hedon pemuda.
Upaya mempercantik strategi rentenir gaya baru dengan fitur atau fasilitas pay later ini dikemas dengan banyak dalih, mulai dari sudah terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), memiliki bunga yang sangat rendah, syarat yang mudah tanpa perlu memiliki penghasilan, mudahnya uang cair sehingga dapat segera digunakan, dan lain sebagainya.
Jeratan haram pay later atau dahulu lebih terkenal dengan pembayaran kredit ini tentu sejatinya menjadi jeratan membahayakan bagi masa depan pemuda. Bagaimana tidak jika penggunanya kebanyakan kaum muda yang belum memiliki penghasilan atau sudah bekerja namun berpenghasilan rendah. Banyak terjadi tunggakan pembayaran yang membengkak hingga puluhan juta dengan menggunakan pay later ini. Bahkan tak jarang orang tua menjadi tumbal dadakan ketika anak mereka tidak sanggup membayar hutang ditambah bunga yang menumpuk.
Perlu adanya kebijakan mengenai fitur bayar nanti agar tidak menjadi penghancur generasi muda dengan hutang berlimpah. Namun bukan dengan adanya kebijakan baru pembatasan pengguna dengan memberikan kriteria khusus seperti hanya boleh bagi pemuda yang telah berpenghasilan, sebab negara berarti masih memberikan kemudahan transaksi haram bagi masyarakatnya. Dan hal ini hanya terjadi dalam sistem sekuler kapitalisme yang tidak memperhatikan aturan agama dalam berdagang dan hanya memikirkan untung dan peluang besar mendapatkan uang saja. Efek bagi generasi muda tentu juga akan terus menjadi generasi konsumerisme dan hedonisme yang tinggi.
Islam tidak pernah membiarkan masyarakatnya menjadi seseorang yang hanya memikirkan mengenai belanja berlebihan bahkan menjadi konsumtif. Generasi muda akan disibukkan dengan banyak belajar demi peradaban bangsa dan banyak berfikir kritis mengenai kesejahteraan umat kedepan. Tidak ada dalam benak mereka menjadi masyarakat yang lebih mementingkan nafsu mengikuti keinginan untuk membeli sesuatu yang viral dan tidak terlalu mereka butuhkan.
Jika pemuda dicetak dengan pemikiran islami dan hidup sesuai dengan aturan Islam, maka jebakan membahayakan dari pay later ini tentu akan berhasil ditepis. Kehidupan pemuda terjamin sebab mampu menata keuangan mereka untuk kehidupan di masa depan kelak. Dengan adanya pemahaman yang terjamin secara akidah Islam tentu godaan kehidupan ala barat tidak akan pernah dilirik dan mampu mengantarkan generasi muda menjadi insan mulia di mata Allah SWT. Maka bukan lagi memikirkan besok apa saja barang yang mau kita beli, melainkan sudah saatnya kita sebagai pemuda memikirkan apa yang akan kita gali untuk terwujudnya kehidupan sesuai ajaran Islam. Saatnya berfikir dan berubah, bukan masuk dalam jebakan rentenir masa kini, sungguh mengerikan. Naudzubillah. []
Oleh: Nida’ul Haq
Mahasiswi
0 Comments