Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Visi Baru Penghormatan Peran Ibu


TintaSiyasi.com -- Setiap 22 Desember diperingati sebagai Hari Ibu. Media sosial dibanjiri oleh ucapan, foto atau video di hari tersebut yang mengungkapkan rasa terimakasih kepada seorang ibu. Ibu adalah sosok penting dalam kehidupan setiap manusia termasuk bagi negara. Karenanya banyak masyarakat yang memperingati Hari Ibu dengan berbagai cara termasuk lembaga-lembaga pemerintahan.

Kemendikbud Ristek akan menggelar pameran bertema The Truth Inside You: Alunan Kisah Tentang Perempuan. Kondisi dan peran perempuan dalam keseharian akan ditampilkan dan memberi gambaran besarnya peranan perempuan dalam membangun peradaban di Indonesia (Republika, 18/12/2022).

Sementara KemenPPPA mengambil tema Perempuan Berdaya Indonesia Maju. Tema ini untuk mengingatkan bahwa perempuan terbukti mampu bertahan bahkan menjadi penyelamat. Mereka menjadi back bone dari perekonomian Indonesia yang terguncang oleh pandemi (tirto.id, 13/12/2022).

Karenanya perempuan yang berdaya dalam sisi ekonomi berkontribusi bagi negara. Mereka didorong lebih produktif di era digital. Memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan usaha. Termasuk diberi ruang untuk menunjukkan kapasitas leadership agar dapat mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang berpihak pada perempuan. Apakah visi ini yang dibutuhkan para perempuan? 


Beratnya Tanggung Jawab Mendidik

Mendidik anak dewasa ini tidak mudah. Era gadget memberikan tantangan pendidikan yang komplek. Beragam informasi termasuk yang mengandung konten pornografi dengan mudah diakses. Konten pornoaksi yang menampilkan aktivitas seksual beredar bebas. 
 
Gempuran LGBTQ juga demikian deras salah satunya melalui media sosial seperti Grindr yang digunakan untuk mempromosikan gaya hidup penyuka sesama jenis. Tak heran, follower kaum Nabi Luth ini makin bertambah. Kasus HIV meningkat dan penyumbang terbesar dari kaum LGBTQ.  

Sementara pendidikan di sekolah yang diharapkan menjadi persemaian tunas-tunas iman malah menjadi pintu masuknya moderasi beragama. Konsep ini menghilangkan kebanggaan terhadap identitas muslim dan secara perlahan menggerus keyakinan. 
 
Setiap orang tua ingin melahirkan generasi saleh. Namun, kebijakan negara malah menarik ke arah yang berlawanan. Penerapan sistem liberalis oleh negara membukan keran kemaksiatan bagai gelombang tsunami yang bisa datang setiap detik. Pertahanan dalam rumah sekuat apapun rentan jebol karena negara tidak memberikan perlindungan.


Ujian Rumah Tangga

Mewujudkan rumah tangga sakinah mawaddah wa rahmah di era modern juga menjadi perjuangan yang melelahkan bagi perempuan. Ada ujian finansial, kehadiran orang ke tiga tidak hanya perempuan tetapi juga laki-laki, kelelahan menjalankan pengasuhan, atau terperangkap menjadi generasi sandwich.

Negara dengan kapitalismenya telah kehilangan kemampuan untuk menyejahterakan rakyat. Harga berbagai kebutuhan terus melambung sehingga suami dipaksa bekerja keras di luar rumah demi mencukupi kebutuhan. Akhirnya banyak ibu menjadi single fighter dalam pengasuhan. Lahirlah generasi hunger father, ada ayah tapi serasa tiada yang menimbulkan banyak kasus di antaranya LGBT.

Dalam pergaulan yang liberal sangat memungkinkan hadirnya orang ketiga dalam rumah tangga. Tidak sedikit pernikahan runtuh karena keberadaan pelakor atau pebinor. Atau berawal dari faktor ekonomi. Suami harus hidup berjauhan dengan istri demi mencari nafkah. Suami di kota sementara istri tetap di kampung halaman atau sebaliknya. Para istri menjadi TKW dan suami menjadi bapak rumah tangga.  


Salah Arah Gerakan Pemberdayaan Perempuan

Peringatan Hari Ibu seharusnya menjadi momen untuk membuat strategi mengakhiri kehidupan suram kaum perempuan. Menghilangkan sumber kecemasan yang selama ini menggelayuti. Memperingati Hari Ibu dengan mendorong kaum perempuan berkontribusi dalam pembangunan ekonomi sama sekali tidak memiliki relevansi dengan apa yang dibutuhkan kaum perempuan. Justru menambah beban yang sudah berat akibat penerapan kapitalisme liberalis.  

Pemberdayaan perempuan dengan perspektif feminisme hanya melihat perempuan sebagai komoditi ekonomi. Ini merupakan beban yang terlampau berat dan memosisikan perempuan dalam dilema. Apalagi bagi perempuan miskin, rentan mengalami eksploitasi di lingkungan pekerjaan. Mereka dalam posisi lemah, tidak dapat berbuat apa-apa, terpaksa menerima upah seadanya. Ketika berkarir atau bekerja akhirnya perempuan memberikan tenaga sisa bagi suami dan anak-anak. Dari sinilah biasanya bermula lahirnya berbagai masalah.  


Visi Baru Menghormati Ibu

Islam mendudukkan perempuan terutama ibu pada kedudukan yang terhormat sebagai ummu warabbatul bait yaitu ibu dan pengatur rumah tangga. Meski lebih banyak beraktivitas di rumah, namun seorang ibulah yang menyiapkan para pemimpin pembangun peradaban Islam. Untuk itu, perempuan tidak dibatasi dalam menuntut ilmu, berkarya dan membangun pemikiran termasuk berperan dalam aspek politik.  

Peran dalam politik bukan berarti meraih jabatan kekuasaan karena Islam telah melarang perempuan menjadi pemimpin dalam urusan kekuasaan dan pemerintahan. Sesuai dengan sanda Rasulullah SAW:

لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَّوْا أَمْرَهُمْ امْرَأَة

Tidak akan pernah beruntung suatu kaum yang mereka menyerahkan kepemimpinan mereka kepada perempuan (HR. al-Bukhari).

Perempuan dapat melakukan partisipasi politik dengan menjadi anggota partai untuk melakukan muhasabah lil hukkam atau mengoreksi penguasa, memilih pemimpin serta beramar makruf nahi munkar. Sebagaimana firman Allah, “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah: 71).

Dengan peran strategisnya, Islam memberikan perlindungan berlapis kepada perempuan dan tidak memberikan beban yang dapat mempengaruhi peran utamanya. Perempuan harus dijamin kesejahteraannya agar memiliki kestabilan emosi sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi suasana dalam rumah.   

Sistem ekonomi Islam tidak mengharuskan perempuan mencari nafkah atau bekerja. Jika pun bekerja, tidak boleh dalam tekanan dan dengan upah berdasarkan profesionalitas dan tanggung jawab. Kehidupan perempuan harus dijamin oleh keluarganya seperti suami, ayah atau saudara laki-lakinya. Lalu ada kerabat bahkan termasuk negara.    

Negara mengeliminasi hal-hal yang dapat meracuni proses pendidikan dan kehidupan rumah tangga. Tidak ada celah sedikitpun bagi peredaran konten pornografi dan pornoaksi. Dalam wilayah publik, kehidupan laki-laki dan perempuan terpisah kecuali untuk hal-hal yang dibolehkan hukum syarak. Stimulator yang dapat membangkitkan syahwat dihilangkan dalam ruang-ruang nyata dan maya. 

Islam tidak memandang perempuan dengan kacamata feminis kapitalis yakni sebagai komoditi ekonomi. Perempuan adalah manusia yang harus dilindungi, dijaga kesucian dan kehormatannya serta difasilitasi secara finansial oleh laki-laki dan negara. Dengan demikian bisa menjalankan peran vital sebagai istri dan ibu secara optimal.
 
Inilah sebuah gambaran kehidupan yang seharusnya diinginkan dan fokus perjuangan para perempuan. Mempertahankan sistem kapitalis liberalis akan terus menyeret perempuan memikul yang bukan menjadi tanggung jawabnya bahkan yang seharusnya dipikul oleh negara. Sistem Islam saja yang mampu mewujudkan kelayakan hidup bagi perempuan sehingga sinergi dalam kiprah di lingkungan domestik dan publik secara terhormat. []


Oleh: Novianti
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments