Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Terorisme dan Program Peningkatan Deradikalisasi, Mengapa Tak Jadikan Islam sebagai Solusi?


TintaSiyasi.com -- Pada Rabu (07/12) di Kantor Polsek Astana Anyar, Kota Bandung, Jawa Barat, terjadi sebuah ledakan yang diduga merupakan bom bunuh diri. Bom yang digunakan diduga merupakan bom panci rakitan yang dibawa menggunakan ransel oleh pelaku ke lokasi. Dalam informasi terakhir, peristiwa tersebut menyebabkan satu korban meninggal dunia dan 10 orang lainnya luka-luka. Sementara pelaku bom bunuh diri yang berjenis kelamin laki-laki tersebut langsung tewas di lokasi usai ledakan. Kepala Staf Angkatan Laut (KASAL) Laksamana TNI Yudo Margono menyatakan peristiwa ledakan bom tersebut harus dijadikan sebagai momentum untuk memperkuat (meningkatkan) berjalannya program deradikalisasi di masa depan (Republika, 09/12/2022).

Pengamat Terorisme, Stanislaus Riyanta berpendapat terkait motif pelaku bom bunuh diri di Kantor Polsek Astana Anyar. Menurutnya, motif pelaku berkaitan dengan ISIS hingga pengesahan KUHP. Stanislaus menyebut aksi terorisme yang dilakukan pelaku setidaknya timbul karena dua faktor yakni faktor pendorong dan penarik. Faktor pendorongnya berkaitan dengan kabar tewasnya pemimpin ISIS, Abu Hasan al-Hashimi al-Qurashi dalam sebuah pertempuran pada 30 November 2022. Pelaku tersebut diduga bagian dari Jamaah Ansharut Daulah (JAD), yang sudah bersumpah setia kepada pemimpin ISIS. Sementara, faktor penarik yang memicu pelaku melakukan aksi bom bunuh diri yaitu pengesahan RKUHP yang dilakukan DPR baru-baru ini (BeritaSatu, 09/12/2022).


Akibat Tidak Memiliki Junnah (Perisai)

Mengingat kembali sejarah yang terjadi di tahun 1942 yakni keruntuhan Khilafah Utsmaniyah. Negara yang menyatukan kaum Muslim dengan menerapkan ideologi Islam. Namun setelah keruntuhannya, ideologi Islam dimodifikasi dengan peradaban Barat yakni menerapkan ideologi kapitalisme. Akibat seruan yang diemban ideologi kapitalisme tidak bersifat mengikat, akhirnya kaum Muslim mulai terpecah belah, kaum Muslim tidak lagi memiliki junnah (perisai). Dengan demikian, mulailah kaum Muslim membangun suatu gerakan dengan thariqah (metode) tersendiri alih-alih ingin mengembalikan kehidupan Islam. Salah satunya, gerakan Jamaah Ansharut Daulah (JAD), gerakan ini berkiblat pada Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Di duga pelaku bom bunuh diri di Kantor Polsek Astana Anyar sebagai salah satu anggotanya. Gerakan ini berprepresi Tanzhimul Jihad yang otomatis anggotanya menggunakan kekuatan (aktivitas fisik) saat melakukan perubahan yakni menerapkan syariah Islam. Gerakan JAD membolehkan jihad fardiyah (individu), akibat salah kaprahnya terhadap makna jihad, aksi bom bunuh diri JAD menghitungnya sebagai perjuangan.

Meskipun begitu, tidak serta-merta menyalahkan bentuk gerakannya saja. Sebab ada persoalan yang lebih besar yakni aqidah yang dianut oleh ideologi saat ini (kapitalisme) yakni demokrasi-sekuler. Demokrasi adalah sistem yang tegak di atas akidah yang bertentangan dengan Islam yaitu hukum rakyat untuk rakyat, maknanya yang menentukan hukum adalah manusia bukan Allah. Adakah ketentuan hukum yang lebih berpengaruh selain hukum Allah?! Tidak dipungkiri, sejatinya manusia adalah makhluk yang lemah dan terbatas sehingga apa yang diciptakannya pun bersifat lemah dan terbatas salah satunya mekanisme hukum pidana. 

Apa lagi dengan adanya dugaan 10 persen eksnapi teroris kembali beraksi. Salah satunya pelaku bom bunuh diri di Kantor Polsek Astana Anyar diketahui bernama Agus Salim merupakan mantan napiter yang mendekam di penjara pada tahun 2017, lalu bebas bersyarat (remisi) pada 2021. Fenomena ini cukup memberikan sebuah gambaran bahwa hukum dalam ideologi kapitalisme tidak membuat kapok para napiter. Melakukan program peningkatan deradikalisasi pun tidak akan mampu mengubah ekspetasi mengakhiri kasus terorisme menjadi realisasi jika hukum masih disandarkan pada manusia. 

Tidak hanya itu, jika ditelaah fenomena pengeboman yang terjadi justru dimanfaatkan oleh pemerintah dalam memassifkan upaya deradikalisasi. Sayangnya, definisi radikalisme saja masih simpang siur, ini berpotensi makin represifnya pemerintah terhadap kelompok-kelompok yang dianggap berseberangan dengan kebijakan-kebijakan pemerintah


Islam Satu-satunya Solusi

Islam merupakan agama yang paripurna. Selain agama, Islam juga merupakan ideologi (pandangan hidup) yang tentunya memiliki fikrah (pemikiran) serta thariqah (metode) dalam menerapkan fikrah. Saat ini, banyak individu-individu yang melakukan sesuatu di luar nalar, melakukan aksi bom bunuh diri misalnya. Sebab mereka tidak menjadikan agama sebagai ideologi yang diterapkan dalam kehidupan, mereka hanya memandang Islam layaknya agama lain yang hanya mengatur ibadah mahdhah semata. Bukankah seseorang melakukan sesuatu sesuai apa isi kepalanya?

Rasulullah SAW telah mencontohkan thariqah yang jelas yakni tidak boleh melakukan aktivitas fisik sebelum Khilafah Islamiah (Negara Islam) tegak kembali. Namun sayang banyak gerakan-gerakan yang berbasis Islam mengabaikan thariqah tersebut sehingga kaum Muslim yang lain juga ikut kena imbasnya. 

Islam diturunkan sebagai rahmat bagi semesta alam. Dalam menyelesaikan problematika hidup manusia Islam memiliki konsep beserta segala penerapannya. Rahmat Islam tidak akan terasa jika tidak menjadikan Islam sebagai ideologi (pandangan hidup). Tidak dipungkiri, ideologi Islam mampu menjawab seluruh problematika yang terjadi di dunia. Menjelaskan aturan syariat secara terperinci dalam mengurai persoalan. Islam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, mulai dari bangun tidur sampai bangun negara, mulai dari masuk WC sampai masuk liang lahat. Islamlah satu-satunya harapan bagi kaum Muslim. Adapun masalahnya, Islam punya solusi. Oleh karena itu, kaum Muslim harus mempelajari dan memahami Islam secara kaffah agar tidak salah paham terhadap Islam.

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Sartika
Tim Pena Ideologis Maros
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments