Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Sampai Kapan Menanti dan Bersabar di Tenda Pengunggsian?

TintaSiyasi.com -- Kisah Pilu para Penggungsi, Pergi atau Bertahan?

Gempa Bumi berkekuatan 5.6 Magnitudo dengan kedalaman 10 km yang terjadi di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Indonesia pada 21 November 2022 pukul 13.21 WIB. Gempa ini dirasakan hingga Bandung, DKI Jakarta, Tangerang, Rangkasbitung, dan Lampung. 

Bencana tersebut membuat Cianjur porak-poranda dan tak ada bangunan yang utuh dengan menelan korban jiwa ratusan orang. Gempa tersebut juga membuat logistik tak terpenuhi. Hingga banyak warga yang harus tinggal dan menetap di posko-posko pengungsian yang awalanya dibuat atas swadaya masyarakat setempat, dengan memanfaatkan bahan seadanya yang mereka punya. Tidak hanya itu , tenda itu bukan hanya ditempati oleh para korban yang selamat, namun 11 jenazah warga yang tewas juga dibaringkan di dalamnya 

Hari ke-21 pasca gempa bumi Cianjur, sejumlah korban masih bertahan di tenda pengungsian, Minggu (11/12/2022). Warga berharap agar bantuan ganti rugi kerusakan rumah segera disalurkan pemerintah. Meski dengan kondisi tidak nyaman, warga memilih bertahan di tenda pengungsian karena mengaku bingung untuk pulang. Rumah yang mereka tinggali selama ini mengalami rusak berat bahkan rata dengan tanah. Para pengungsi berharap agar bantuan yang dijanjikan pemerintah segera disalurkan agar rumah dapat segera diperbaiki. Sebelumnya, pemerintah berjanji memberikan bantuan biaya renovasi rumah yang mengalami kerusakan berat sebesar Rp 60 juta, rusak sedang Rp 30 juta, dan rusak ringan mendapatkan bantuan Rp15 juta. 

Tidak hanya kepastian hunian yang belum mereka dapati, bahkan ada kisah yang lebih memilukan lagi, diawal gempa itu terjadi salah seorang korban gempa yang meninggal harus dimandikan dengan air sawah sebab tidak tersedianya air bersih untuk melaksanakan prosesi pemakaman. Sungguh kisah pilu ini menyayat hati keluarga korban. Namun hal itu harus dilakukan karena mereka tidak memiliki pilihan lain.

Kisah Pilu lainnya tatkala seorang seorang calon penggantin Firman (21) hanya bisa pasrah saat mendengar calon istrinya Irma Nurhayati (20) menjadi korban Gempa Cianjur Magnitudo 5,6. Irma dikabarkan meninggal dunia karena tertimpa reruntuhan bangunan rumahnya, pada Senin 21 November 2022. Duka mendalam dirasakan keluarga korban dan besan yang seharusnya pada Minggu 27 November 2022 melangsungkan resepsi pernikahan. Namun, malah menggelar tahlilan ketujuh harinya.

Sungguh Gempa ini mengakibatkan kerugian secara materi, sosial, kesehatan dan psikologi bagi korban. Namun sampai saat ini kondisi Cianjur tidak jauh berbeda dengan kondisi diawal gempa terjadi. Banyak reruntuhan yang masih menjadi penghalang aktivitas masyarakat setempat. Belum lagi kondisi kesehatan balita dan orang tua serta ibu-ibu terancam, mereka menderita demam dan gatal-gatal sebab kurangnya sanitasi ditempat penggungsian. Beberapa korban gempa menderita gangguan psikologi, sebab mereka harus menerima kehilangan semua yang mereka punya. Gedung-gedung sekolah, perkantoran dan tempat peribadatan yang rata dengan tanah.

Ini bukanlah hal yang mudah bagi warga Cianjur, mereka membutuhkan solusi yang efektif dan tepat untuk mereka. Ironinya sampai saat ini belum mereka dapati sesuai harapan. Mereka diminta untuk terus sabar dan menanti akan kepastian masa depannya dibawah reruntuhan puing-puing bangunan, dan harus tidur entah sampai kapan di dalam tenda yang tidak nyaman bagi kondisi kesehatan.


Bantuan yang Efektif Hanya Sebatas Mimpi dalam Bingkai Kapitalisme

Gambaran potret kisah pilu korban di atas menjadi pemandangan yang lumrah sebab pemerintah yang berodakan kapitalis ini menjadi pengerak kepemimpinannya. Negara kapitalis akan memperhatikan untuk dan rugi dalam setiap kebijakan, keputusan yang mereka ambil. Ketidak optimalan pemerintah dalam melayani rakyatnya menjadi simbolnya.

Tata kelola saluran bantuan terlihat tidak optimal serta akibat ketidak adaaan koordinasi solid diantara pejabat dan instansi terkait. Minimnya prioritas anggarapan Negara untuk antisipasi bencana. Tata kelola urusan rakyat yang belum menjadi visi utama para pemangku kebijakan, baik secara preventif dan maupun kuratif, mereka lebih memengtingkan investor asing dalam setiap kegiatannya, terlihat dari pembanggunan fasilitas publik yang masih berorientasi pada keuntungan dan pasar. Rakyatnya dibiarkan hidup layaknya di hutan rimba yang kuat akan mampu bertahan dan yang lemah akan hilang bahkan punah. Mimpi bagi para korban agar tanngani dengan optimal tidaklah akan terwujud, sebab kekuatan azas kapitalis bercokol tajam pada negeri ini. 

Gempa Cianjur adalah fenomena kerusakan alam yang menambah deretan panjang bencana yang telah terjadi di Indonesia. Banyak pelajaran yang bisa diambil dari bencana-bencana yang lain. Ketidak efektifan dalam pemulihan wilayah bekas bencana sering dilakukan oleh pemerintah. Sistem kapitalis ini hanya mampu mencetak pemerintah yang terbiasa melakukan kelalaian, sebab ini merupakan karakter sifat bawaan rezim ini. Dalam tata kelola pemerintahannya seantiasa bersifat sekuler, yaitu pemisahan kekuasaan dari aspek agama, yang menjadikan setiap pemangku kebijakan berani mengabaikan setiap amanah dari rakyatnya.


Hanya Islam Mampu Wujudkan Mimpi Perbaikan yang Cepat, Tepat dan Efektif Menjadi Nyata

Dalam sistem kepemerintahan Islam, Al-Qur'an dan sunah menjadi dasar pengerak roda kepemimpinannya, setiap kebijakan yang diambil berorientasi pada kemashalatan umat. Hal ini pernah dicontohkan oleh Khalifah Umar bin Khattab. Ketika pada masanya harus menghadapi paceklik yang menimpa jazirah arab. Umar bin Khattab segera membentuk tim yang terdiri beberapa orang sahabat seperti yazid bin ukhtinamur, Abdurrahman bin Al Qari, Miswar bin Makhramah, Abdullah bin Utbah bin Mas’ud. Setap harinya sahabat yang mulia ini melaporkan perkembangan seluruh kegiatan mereka pada Umar Bin Khatab, serta melaporkan perencanaan apa yang akan dilakukan esok harinya. Keberhasilan tindakan khalifah terlihat saat mampu mengubah kondisi paceklik menjadi kondusif, serta membekali para korban terhadap setiap kebutuhan mereka.

Keberhasilan ini terwujud sebab khilafah telah menyiapkan pos pengeluaran khusus untuk bencana yang mencangkup seluruh pembiayaan segala yang menimpa rakyatnya. Sumber dananya berasal dari fai dan kharaj serta pos kepemilikan umum. Jika anggaran yang ada tidak mencukupi maka akan dipunggut melalui pajak dari kaum muslimin yang kaya, dan proses pemunggutan pajak ini akan dihentikan hingga keuangan Negara tercukupi. Pajak tidak dijadikan sumber pendapatan tetap bagi Negara Khilafah. 

Dalam Islam memiliki manajemen yang baik dalam menanggagpi bencana alam yang terdiri dari preventif dan kuratif. Menitik beratkan pada perbaikan Pra Bencana, saat bencana dan pasca bencana. Adapun upaya prenventif khilafah akan memetakan wilayah-wilayah yang memilki potensi gempa. Kemudian khilafah akan memerintahkan para ahli sipil, arsitek dan ahli terkait untuk ,endesain banggunan tahan gempa.dengan harapan meminimalisir korban gempa.

Khilafah akan memastikan bahwa BMKG memberikan informasi yang akurat serta menyebarkan kepada warga sehingga mereka bias melakukan antisipasi jika sewaktu-waktu terjadi gempa. Pemberian edukasi mengenai bencana alam kepada rakyat agar mereka tanggap menghadapi jika bencana.

Sedangkan upaya kuratif, maka khilafah menyiapkan tim SAR yang memiliki kemampuan teknis dan non teknis dalam menanggani bencana, mereka dibekali dengan kemampuan dan peralatan yang canggih yang terdiri dari alat komunikasi, alat-alat berat dan alat evakuasi korban. Khilafah akan menyiapakan tempat pengungsian yang layak agar rakyat tetap terjamin kebutuhannya serta terhindar dari penyakit akibat sanitasi tenda pengungsian. Mengerahkan seluruh tim medis yang handal terampil agar mampu memberikan pelayanan terbaiknya bagi para pengunggsi. Dari segi spikologi khilafah akan memberikan recovery mental berupa tausiah-tausiah agar para korban tidak larut dalam kesedihan yang menimpanya, sehingga para korban mampu bersikap bijak dalam menghadapi sebuah bencana yang sebenarnya adalah suatu ketetapan dari sang pencipta yaitu Allah. Inilah bentuk kesiagan khilafah dalam menghadapi bencana.

Di mana para pemimpinnya begitu memahami tugasnya sebagai seorang pemimpin sesuai hadis Rasulullah, “Imam (khalifah) yang mejadi pemimpin manusia adalah (laksana) penggembala. Dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap (urusan) rakyatnya.” (HR. Al Bukhari).

Dalam riwayat lain Abdullah bin Umar mengatakan, Rasulullah SAW berkata, "Ketahuilah bahwa setiap dari kalian adalah pemimpin dan setiap dari kalian akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya, seorang pemimpin umat manusia adalah pemimpin bagi mereka dan ia bertanggung jawab dengan kepemimpinannya atas mereka."

Pemimpin dalam Islam adalah orang yang senantiasa mengurusi setiap urusan rakyatnya tanpa terkecuali, terlebih lagi dalam menghadapi bencana, ia akan mencurahkan semua pikiran dan tenaganya untuk menanggulanginya. Sebab menjadi seorang pemimpin bukan tugas yang ringan. Seorang pemimpin nantinya akan diminta pertanggungjawaban di dunia dan di akhirat. []


Oleh: Putri Rahmi DE, SST
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments