TintaSiyasi.com -- Satpol PP Kabupaten Bogor mencatat sekitar 40 Pekerja Seks Komersial (PSK) yang terjaring dalam kurun 3 bulan terakhir. Mereka terjaring dalam Operasi Penyakit Masyarakat (Pekat). Di antaranya, Kecamatan Cibinong, Kemang, Gunung Putri, Cileungsi, dan Citeureup.
"Kupu-kupu malam" bukan hanya ada dalam film yang sedang viral saja, melainkan nyata adanya. Tercatat ada 1.600 wanita di Bumi Tegar Beriman yang terjerat bisnis prostitusi ini.
Hal itu berdasarkan data dari Yayasan Lembaga Kajian Strategis (Lekas) Bogor. “Iya, data yang kami kumpulkan ada 1.600 wanita di Bogor yang menjadi PSK,” ujar ketua Yayasan Lembaga Kajian Strategis (Lekas) Bogor Muksin ZA kepada Radar Bogor Jumat (18/11/2022).
Sayangnya, para PSK yang terjaring hanya didata kemudian dikembalikan kepada orang tuanya. Sehingga mereka tetap kembali melakoni pekerjaan itu usai dibebaskan. Kepala Satpol PP Kabupaten Bogor, Cecep Imam Nagarasid, mengatakan seharusnya ada pembinaan khusus terhadap PSK tersebut. Misalnya, pelatihan kerja yang dilakukan lembaga-lembaga terkait, baik Dinas Sosial Kabupaten Bogor, maupun tingkat provinsi dan kementerian. Kendala semacam itu juga diperparah dengan kondisi panti sosial tempat penampungan PSK di Sukabumi yang semakin penuh. Alhasil, para PSK yang terjaring hanya didata kemudian dikembalikan kepada orang tuanya.
Miris memang. Upaya mengatasi menjamurnya PSK sudah dilakukan pemerintah melalui berbagai cara; razia, penertiban, pembinaan di panti rehabilitasi, namun semua upaya tersebut tak ampuh menghentikan praktek prostitusi tersebut. Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Ada banyak faktor pencetus baik internal maupun eksternal. Salah satunya sistem yang diadopsi oleh negara ini.
Jerat Kapitalisme Liberal
Para PSK tersebut diketahui dilakoni oleh usia mulai belasan tahun. Padahal, pemuda adalah tonggak peradaban bangsa. Di pundak merekalah seharusnya masa depan bangsa digantungkan. Pemuda sejatinya memiliki peran mulia, salah satunya adalah menjadi pendobrak peradaban. Namun, kapitalisme liberal yang diterapkan oleh negeri ini rupanya telah menggerus idealisme pemuda hari ini. Pemuda seakan lupa dengan jati dirinya, mereka secara sadar telah menjadi benih-benih perusak bangsa.
Kapitalisme yang berorientasi pada materi menjadikan aktivitas individunya berlomba-lomba mencari keuntungan materi saja. Ditambah gaya hidup hedonis sudah menjadi tren di masyarakat, sehingga mereka menghalalkan segala cara untuk memperoleh kesenangan dan kepuasan yang sifatnya jasadiyah semata. Inilah realita pemuda dalam sistem kapitalisme liberal, mereka terbentuk menjadi orang-orang individualis yang berperilaku bebas tanpa batas.
Negara dalam cengkeraman kapitalisme terkesan acuh tak acuh terhadap permasalahan ini, alih-alih mencarikan solusi malah ingin dipajaki. Sungguh ironi negeri ini. Mereka dilabeli dengan pekerja seks komersial menjadikan mereka dianggap berharga dan bernilai. Bukti bahwa cara pandang ideologi kapitalisme terhadap perempuan ini telah cacat dan rusak. Mereka menyamakan perempuan dengan barang yang bisa diperjualbelikan. Padahal sejatinya mereka adalah pelaku kemaksiatan yang hina di mata Allah SWT. Fasad mengakibatkan afsad dalam QS. Ar Ruum ayat 41, "Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." Naudzubillah min dzalik.
Perempuan Mulia dalam Naungan Islam
Pada masa jahiliah, orang tua yang memiliki anak perempuan akan menguburkannya hidup-hidup karena itu merupakan aib (hina) bagi keluarga. Perempuan di zaman pra-Islam diperlakukan semena-mena, dipandang rendah dan dianggap setara dengan hamba sahaya. Perempuan hanya dijadikan sebagai pelayan dan pemuas nafsu para lelaki saja.
Islam datang membawa perubahan besar. Bagaimana Islam sangat menjaga marwah kaum hawa dengan syariat-Nya. Tidak mengizinkan perempuan safar tanpa mahram, mewajibkannya untuk menutup aurat sesuai syariat, bahkan dikatakan suara perempuan itu aurat jika diperdengarkan dengan tujuan mengundang syahwat. Saat ia menjadi seorang ibu, derajatnya diangkat 3 tingkat dibanding ayah. Ia wajib mendapatkan hak nafkah, perlindungan dan pendidikan dari suaminya. Perempuan begitu dimuliakan, dijaga, dan dihargai dalam Islam.
Islam juga mampu menghasilkan kemajuan peradaban manusia yang luar biasa. Berjaya selama 13 abad lamanya, menguasai 2/3 dunia, Islam memimpin peradaban dunia melalui penerapan sistem Islam secara total dalam bingkai Khilafah Islamiyah.
Berbanding terbalik dengan fakta hari ini, dimana problematika umat sudah melibatkan seluruh dimensi kehidupan. Yang paling terasa adalah rusaknya generasi penerus bangsa. Bagaimana solusi Islam menuntaskan problem tersebut? Islam memiliki tiga pilar yang tak bisa dipisahkan. Ia harus saling menopang untuk menguatkan. Jika salah satu pilar itu tidak berdiri tegak, maka runtuhlah ia.
Tiga Pilar Islam
Pertama. Ketakwaan individu. Ketakwaan individu adalah suatu kewajiban yang diperintahkan oleh Allah SWT kepada setiap umatnya. “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (QS At-Tahrim [66]: 6).
Dengan ini para sahabat dahulu senantiasa menyibukkan diri mereka dalam taqarrub ilallah. Bahkan Umar bin Khattab terkenal sebagai “singa di siang hari, namun rahib di malam hari”. Jika ketakwaan individu ini rusak maka rusaklah suatu masyarakat itu.
Kedua. Kontrol masyarakat. Pilar kedua ini akan tegak apabila masyarakat telah memiliki pandangan yang sama; pemikiran, perasaan dan peraturan yang sama yaitu Islam. Diartikan harus saling peduli, saling mengingatkan, menyerukan kepada yang makruf dan mencegah kepada kemungkaran agar menjadi umat terbaik di mata Allah SWT. Dengan berjamaah, umat Islam akan lebih kuat dan kokoh daripada berjalan sendiri-sendiri tanpa peduli satu sama lain. Umat yang kini berada dalam sistem kapitalis tak ubahnya seperti buih di lautan, banyak namun tak berarti apa-apa.
Ketiga. Negara yang menerapkan syariat. Pilar terakhir inilah yang sampai sekarang belum berdiri tegak. Karena sistem yang diadopsi saat ini adalah sistem sekularisme dimana terdapat pemisahan antara agama dan kehidupan. Agama hanya diperbolehkan mengurusi soal ibadah saja. Sedangkan dalam menjalankan kehidupan, individu boleh bertindak semaunya. Padahal, jika syari'at Islam diterapkan oleh level negara akan otomatis memaksa masyarakat di dalamnya untuk tunduk, taat dan patuh kepada aturan Allah.
“Sesungguhnya Allah Ta’ala memberikan wewenang kepada penguasa untuk menghilangkan sesuatu yang tidak bisa dihilangkan oleh Al-Qur'an.” (Utsman bin Affan).
Jika negara berlepas tangan dari aturan Allah, maka akan menjadikan sebagian masyarakat hanya mementingkan ketakwaan individu saja dan melupakan peranan masyarakat yang peduli satu sama lain. Jelas ini akan terjadi suatu ketimpangan yang nyata karena tiga pilar Islam di atas harus berjalan beriringan demi mencapai konsep kebahagiaan ruhiyah yakni meraih keridhaan Allah semata.
Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Purnamasari
Aktivis Muslimah
0 Comments