TintaSiyasi.com -- 1 Desember 1988 merupakan awal diperingatinya hari AIDS sedunia. Kemudian menjadi seremonial yang dihelat di setiap tahunnya termasuk Indonesia. Namun sayang peringatan ini hanyalah seremonial biasa yang tak memberikan solusi apapun terhadap penyebarannya.
Menurut estimasi Joint United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS) berdasarkan data yang dirilis melalui laman katadata.co.id, Indonesia memiliki jumlah orang yang hidup dengan HIV terbanyak di Asia Tenggara pada 2021. Begitu juga Laporan Badan narkotika Nasional (BNN) mencatat, jumlah pengidap penyakit Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) di Indonesia mencapai 5.750 kasus pada 2021.
Adapun tersebarnya penularan penyakit AIDS ini disebabkan banyak faktor. Hubungan heteroseksual merupakan faktor risiko terbesar penularan penyakit AIDS di tanah air. Jumlah penularan yang ditularkan melalui hubungan heteroseksual sebanyak 3.084 atau setara 53,63% dari total kasus AIDS nasional. Faktor risiko penularan AIDS terbesar berikutnya adalah melalui hubungan homoseksual yakni 1.717 kasus. Jumlah ini mencapai 29,86% dari total kasus AIDS se-Indonesia. Kemudian, faktor risiko penularan AIDS melalui jarum suntik tidak steril sebanyak 217 kasus. Diikuti penularan AIDS melalui transfuse prenatal 117 kasus, hubungan biseksual 99 kasus, dan transfusi darah 11 kasus. Ada pula penularan AIDS melalui risiko lainnya 217 kasus dan tak diketahui penularannya 288 kasus. Dan yang lebih memprihatinkan, melalui laporan yang dibuat oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) kurang lebih sekitar 1.188 anak di Indonesia dinyatakan positif terjangkit HIV. (katadata.co.id)
Jika kita mencermati data diatas, tentu itu bukanlah angka biasa yang harus diabaikan begitu saja. Angka yang tak hanya menyeret orang dewasa, melainkan kaula muda hingga anak-anak Indonesia. Sebuah angka yang tak bisa dipandang sebelah mata, melainkan angka yang membutuhkan solusi konkrit dari semua kalangan khususnya negara.
Angka ini mustahil diberantas ditengah tengah negara yang menerapkan sistem sekuler. Sebab sistem ini meniscayakan ketidakhadiran agama dalam kehidupan. Sistem yang melahirkan paham kebebasan berekspresi membuat kebanyakan manusia melakukan apa saja sesuai hawa nafsu tanpa melihat halal atau haramnya. akibatnya seks bebas terjadi dengan mudah hingga akhirnya penularan HIV/AIDS tersebar dimana-mana. Bahkan anak- anak menjadi korbannya. Belum lagi tidak adanya undang undang yang dapat menjerat pelaku seks ketika mereka melakukannya secara sukarela; semakin membuka peluang tersebarnya HIV/AIDS ke berbagai kalangan yang ada.
Sungguh sistem rusak yang terlahir dari keserakahan manusia ini menjadi biang kerok hancurnya generasi, negeri, hingga masa depan peradaban gemilang. Sekularisme menjadikan agama tak memiliki peran apa-apa terhadap kehidupan anak bangsa.
Sudah saatnya kita mencampakkan sistem bobrok buatan manusia dan kembali pada sistem hakiki buatan Ilahi Rabbi. Sebuah sistem yang melahirkan seperangkat aturan yang komprehensif dan memberikan ketenangan, kenyamanan, serta keamanan bagi siapa saja. Sistem yang membawa rahmat bagi seluruh alam. Sistem yang dinanti kehadirannya sebagaimana bisyarah Rasul-Nya yaitu sistem Islam yang mengikuti metode kenabian.
Wallahu alam bi ash-sawab.
Oleh: Linda Anisa
Guru dan Aktivis Dakwah
0 Comments