Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Pergaulan Remaja Tanpa Batas, Salah Siapa?


TintaSiyasi.com -- Sudah tak asing lagi di negeri ini banyak berita baik dari media cetak dan juga elektronik berkenaan dengan kasus pornografi. Terakhir beredar berita tentang siswi SMP dirudapaksa oleh teman main TikTok-nya di kota Medan. Ini bukan kali pertama kasus catatan buruk remaja kita. Hal ini menjadi bukti betapa rusaknya generasi kita saat ini. Pergaulan kaum muda ini makin acak-kadul tidak karuan, makin bebas, tidak ada kontrol sama sekali, baik dari dalam individu tersebut, teman, orang tua, bahkan negara.

Banyaknya kaum muda yang dijangkiti dengan penyakit hedonisme, lebih mengedepankan kenikmatan duniawi. Bahkan sampai rela mengorbankan segalanya demi mendapatkan kenikmatan tersebut. Rela membeli tas, sepatu, pakaian branded demi mementingkan gengsi dan demi mendapat gelar “wah”.

Pergaulan yang makin hari makin menyesakkan dada, dan peran orang tua yang dalam mendidik anak-anaknya sudah tidak terlihat lagi. Peran orang tua yang seharusnya menjadikan seorang anak yang paham agama, berkepribadian Islam sangat jauh panggang dari api. Dan tentu saja dibarengi dengan lingkungan yang dengannya kemaksiatan dan kejahatan makin tumbuh subur bagai jamur di musim hujan.

Anak-anak sedari kecil ditinggal di rumah oleh orang tua yang pergi bekerja mencari penghasilan. Lebih-lebih adalah ibu, yang banyak menggantikan posisi ayah, berada di sektor publik bahkan sosialita, meninggalkan anak di rumah diasuh oleh seorang pembantu. Hingga sang anak pun sangat kurang kasih sayang, tumbuh besar dengan asuhan dari pembantu, atau asuhan dari ibu-ibu tempat penitipan anak. Tak heran jika besarnya hanya menjadi generasi pemuda yang rusak terikut arus perkembangan zaman tak tau ke mana arah kehidupan dan jati diri

Ketika anak tumbuh remaja, bergaul bebas tanpa batas, jauh dari kontrol orang tua. Mereka lebih bahagia hidup bersama teman-temannya baik di sekolah maupun di rumah, bebas melakukan apa yang mereka inginkan tanpa berpikir apa yang akan terjadi. Di sekolah pun yang notabene adalah sekolah negeri non keislaman bukan pula dididik dengan nilai-nilai keislaman, namun jauh dari pada itu pelajaran agama hanya didapatkan dua jam pelajaran perminggu, itu pun jika guru tidak terlambat datang, atau bahkan ada yang tidak datang sama sekali.

Pelajaran agama pun makin berkurang. Jikapun ada pendidikan karakter, tidak memberikan efek yang signifikan terhadap perilaku generasi muda saat ini. Begitu juga dengan lingkungan, yang banyak memfasilitasi dilakukannya kemaksiatan, yang makin menjerumuskan kepada lembah kenistaan. Sebagai contoh ketika anak pulang sekolah, bermain dengan teman, atau mengunjungi warnet untuk mencari kesenangan, ditambah lagi dengan banyaknya warnet dengan kebebasan akses video porno, sedangkan orang tua tidak memberikan kontrol kepada anaknya, atau bahkan orang tua masih sangat jauh dari anaknya, ini tidak lain akan menjadikan generasi ini sebagai generasi rusak yang makin bobrok.

Sampai kepada tidak adanya aturan dan hukum yang tegas dari negara dalam mengontrol masyarakatnya, yang melakukan kejahatan dan kemaksiatan, dikarenakan asas kebebasan. Hukum yang diterapkan pun adalah hukum yang masih tebang pilih, jauh dari keadilan. Banyak tindak kejahatan yang hanya mandek sampai ke pengadilan, tanpa ada eksekusi. Dan bahkan pemerintah sendiri menyediakan sarana untuk tindakan kemaksiatan, akibatnya banyak terjadi aborsi dan juga pelaku seks bebas.

Pelaku kemaksiaan tidak jarang adalah umat Muslim. Padahal dalam Islam sendiri sudah termuat aturan yang sangat luar biasa untuk umatnya. Baik dalam hal mengatur dirinya sendiri dan juga mengatur sesamanya. Manusia diajarkan untuk tawaduk, sabar, ikhlas, dan selalu senantiasa bersyukur, menahan diri dari hawa nafsu.

Namun sayang dalam hal ini, tak banyak manusia yang mau untuk melakukannya, nafsu birahi dijadikan sebagai hal yang harus dituruti. Hingga tak kenal medan tak kenal waktu, bahkan sampai menghalalkan segala cara demi meraih apa yang diinginkan.

Selain itu tak ada pula kontrol dari masyarakat atau lingkungan, seperti tidak adanya aktivitas amar makruf nahi mungkar ketika seorang Muslim atau Muslimah melakukan sebuah kemaksiatan. missal saja ketika ada yang berdua-duaan laki-laki dan perempuan yang bukan mahram, bukannya dicegah, tapi malah di fasilitasi. adanya warnet-warnet tempat mengakses film/ video porno sebagai bukti bahwa umat islam sangat jauh dari aktivitas amar makruf nahi mungkar.

Orang tua yang menjadi kontrol pertama bagi anak-anaknya tidak ada sama sekali, ada bahkan tidak orang tua yang memfasilitasi anaknya dalam bermaksiat, merasa aneh ketika anaknya tidak pacaran, tidak ada teman dekat (pacar). Dan yang paling parahnya lagi adalah tidak adanya kontrol dari negara. Negara memberikan kebabasan yang sangat luar biasa kepada rakyatnya dalam berbuat dan bertindak, meskipun memang ada beberapa yang diberikan sanksi, namun tak kunjung juga merubah keadaan.

Sebagai umat Islam yang sangat menyayangi agama ini, tentu kita akan terus merasa terusik dengan banyaknya pemuda muslim sebagai pelaku dosa besar, seperti berzina, dan membunuh anaknya sendiri (aborsi). Jika ini terus menerus dibiarkan apalah jadinya generasi kita ke depan? Umat Islam memang harus segera disadarkan agar mengambil Islam tidak hanya sebagai sebuah agama ritual belaka, namun juga sebagai sistem kehidupan, yang dijadikan solusi untuk permasalahan yang ada.

Harus adanya aktivitas amar makruf nahi mungkar di tengah-tengah masyarakat. Sehingga tidak ada lagi kekacauan yang menganggap benar menjadi salah, yang salah menjadi benar. Hingga kemaksiatan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat dianggap biasa. Dengan adanya aktivitas kontrol dari masyarakat ini umat islam akan senantiasa terjaga dalam ketakwaannya, karena jika melakukan sebuah kemaksiatan kecil, akan menjadi sorotan dalam lingkungannya. Dan yang lebih penting lagi adalah harus adanya peran negara yang menerapkan syari’at Islam secara kaffah.

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Putri Wardani
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments