TintaSiyasi.com -- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI resmi mengesahkan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) lewat sidang Paripurna di Gedung DPR RI, Selasa (6/12/2022). Pengesahan undang-undang kontroversial ini pun diwarnai aksi protes dari berbagai kalangan masyarakat dan interupsi oleh Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Hingga akhirnya partai tersebut akan mengancam dan mengajukan ke Judicial Review (JR). Mengenai pasal penghinaan terhadap presiden. Iskan Qalba Lubis, anggota DPR dari fraksi PKS mengkritik mengenai pasal penghinaan pada presiden. Pasal ini dikatakan sebagai pasal karet yang tak jelas. Dan dapat mengubah negara demokrasi menjadi monarki. Demikian protesnya (Radar Bogor, 7/12/2022).
Beberapa pasal lain, pasal 256, mengenai demonstrasi. Setiap orang atau kelompok yang melakukan demonstrasi tanpa izin dan menimbulkan kemacetan akan dihukum pidana penjara paling lama 6 bulan atau denda (Radar Bogor, 7/12/2022).
Pasal 411-412, tentang perzinaan pun dideskripsikan sebagai aturan tak jelas. Segala bentuk perselingkuhan/ setiap orang yang melakukan zina dengan istri/suami orang lain akan dipidana 1 tahun. Dan segala tindak pidana berdasarkan aduan dari suami, istri, anak atau orang tua yang bersangkutan. Tak ada standar yang pakem. Segala tindakan pidana diproses jika ada delik aduan. Tentu ini menimbulkan kegaduhan publik. Artinya, jika tak ada aduan berarti segala tindakan dosa ini tak akan diproses secara hukum pidana. Tentu ini akan memicu semakin menjamurnya perilaku zina dalam kehidupan masyarakat.
Sementara pasal tentang demonstrasi yang tak berizin, dijadikan sumber masalah. Bukankah negara demokrasi ini memandang bahwa setiap orang memiliki hak berbicara di depan umum. Mengajukan pendapat tentang kinerja penguasa. Kritik penguasa. Jika undang-undang ini betul disahkan, pasal-pasal tentang demonstrasi dapat dijadikan alat bungkam penguasa pada suara rakyat yang kritis pada kinerja buruk pemerintah. Padahal secara logis, seharusnya negara membutuhkan suara rakyat sebagai pengendali setiap kinerjanya. Namun, kini segala regulasi diciptakan malah untuk menutup mulut rakyat yang ingin mengingatkan setiap kezaliman penguasa.
Pengesahan Revisi KUHP di tengah banyaknya pasal bermasalah terkait dengan kebebasan berpendapat dan lainnya, menunjukkan otoriternya pemerintah. Apalagi dengan abainya pemerintah terhadap aspirasi rakyat. Hal ini menunjukkan adanya kontradiksi dengan prinsip demokrasi yang dianut. Adanya standar ganda menunjukkan demokrasi tak layak dijadikan sebagai sistem kehidupan.
Sistem demokrasi atas dasar liberalisasi telah memberikan ruang pada manusia untuk menciptakan Undang-Undang yang mengatur seluruh aspek kehidupan sekehendak sendiri. Tanpa peduli, hasilnya maslahat atau mudharat bagi kehidupan manusia. KUHP yang disahkan pun, sebagai produk akal manusia yang disahkan oleh negara. Dan tak menutup kemungkinan saat KUHP atau Undang-Undang lain dapat diubah kapan saja mengikuti kepentingan para penguasa. Meskipun ada lembaga pengawas, tidak menjamin undang-undang yang dihasilkan bebas dari kepentingan penguasa. Inilah wajah kezaliman yang nyata saat demokrasi, liberalisasi dan dijadikan aturan mengatur aspek kehidupan.
Sungguh, manusia adalah makhluk yang lemah, ‘ajizun. Tak akan mampu menciptakan regulasi atau undang-undang yang lahirkan maslahat bagi seluruh umat. Kelemahan ini pun menjadi dasar bahwa manusia membutuhkan aturan hidup yang sempurna.
Dalam Islam, standar aturan ada pada aturan Allah dan bukan pada akal manusia. Aturan Allah adalah aturan yang paling adil dan tepat untuk manusia. Sistem Islam menjadikan kebutuhan umat adalah prioritas pelayanan. Setiap pemimpin wajib menjalankan amanah dengan penuh iman dan takwa. Para pemimpin pun sadar betul segala bentuk kepemimpinannya harus dipertanggungjawabkan. Standar hukum yang digunakan pun jelas, yaitu syariat Islam, yang ditetapkan oleh Allah SWT, Zat Yang Maha Mengetahui segala yang dibutuhkan bagi seluruh makhluk, termasuk manusia.
Allah SWT berfirman: “Kemudian Kami jadikan engkau (Muhammad) mengikuti syariat (peraturan) dari agama itu, maka ikutilah (syariat itu) dan janganlah engkau ikuti keinginan orang-orang yang tidak mengetahui.” (QS. Al-Jasiyah: 18).
Hanya kehancuran yang dapat dituai, saat syariat Islam ditanggalkan. Sistem Islam-lah satu-satunya sistem hukum yang adil, yang menciptakan keamanan dan kesejahteraan bagi seluruh umat. Tak ada pilihan lain.
Wallahu a’lam bishshawab. []
Oleh: Elis Herawati
Ibu Rumah Tangga
0 Comments