Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Mungkinkah 2030 Dunia Bebas HIV/AIDS?


TintaSiyasi.com -- Angka orang dengan HIV tiap tahunnya terus meningkat. Data epidemiologi UNAIDS menyebutkan bahwa hingga 2021 jumlah orang dengan HIV mencapai 38,4 juta jiwa.

Dinas Kesehatan Kota Batam mencatat jumlah kenaikan kasus HIV/AIDS di Kota Batam mencapai 446 orang pada 2022. Sedangkan di Aceh, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Lhokseumawe, Aceh, mencatat sebanyak 88 warga di daerah itu positif HIV/AIDS.

Rata-rata penularan HIV/ AIDS akibat seks bebas, penggunaan jarum suntik yang sama bagi pengguna narkoba, dan penyimpangan perilaku seks oleh pasangan sejenis. Namun peningkatan yang terjadi di kota Batam dan Lhokseumawe didominasi pasangan sejenis.

Frekuensi peningkatan kasus HIV/AIDS karena pasangan sejenis bukan hanya terjadi di Batam, tetapi juga Indonesia secara secara nasional bahkan di negara lain,” ujar Kepala Dinas Kesehatan Kota Batam Didi Kusmardjadi.

"Lhokseumawe mencapai 88 kasus. Rata-rata penularannya akibat seks bebas,” kata Kepala Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe Safwaliza di Lhokseumawe, Jumat (2/12/2022). Selain seks bebas, lanjutnya, penularan virus HIV/AIDS di kota yang berjuluk petro dolar tersebut juga disebabkan oleh homoseks. Selanjutnya, penularan terjadi melalui jarum suntik bagi pengguna narkotika.

Maraknya kasus HIV/ AIDS mengakibatkan banyaknya perempuan dan anak tertular. Di Indonesia, terdapat sekitar 543.100 orang hidup dengan HIV dengan estimasi 27 ribu kasus infeksi baru pada 2021. Sekitar 40 persen kasus infeksi baru terjadi pada perempuan, sedangkan lebih dari 51 persennya terjadi pada kelompok remaja (15-24 tahun), dan 12 persen infeksi baru pada anak.

Berbagai program pun dilakukan untuk menanggulangi kasus HIV/AIDS, dari Treatment ARV (Antiretroviral) bagi pelaku yang positif, kegiatan amal, Aliansi Nasional untuk mengakhiri AIDS pada Anak di Indonesia,  dan disiplin menggunanakan pengaman atau kondom. Sampai - sampai negara kehabisan dana untuk mengobati penyakit menular ini. Bahkan tiap kali ada peringatan, kampanye, dan kegiatan amal selalu dibuka donasi untuk membantu pengobatan penyakit HIV/AIDS.

Miris, saat Indonesia dan dunia menargetkan bebas HIV/AIDS tahun 2030, Namun Kasus HIV AIDS terus melonjak tinggi. Seolah mengonfirmasi bahwa tercapainya adalah kemustahilan. Karena solusi persoalan tidak menyentuh akar permasalahan. Apalagi, seruan hak reproduksi dan seksual melegalisasi seks bebas dan kaum penyuka sesama jenis dengan dalih hak asasi manusia (HAM).

Akar permasalahan meningkatnya Kasus HIV/ AIDS adalah diterapkannya sistem sekulerisme dalam kehidupan ini. Sekulerisme adalah ide yang memisahkan agama dan kehidupan. Manusia tidak lagi menjadikan agama sebagai pedoman hidup. Mereka hidup dengan aturan-aturan yang dibuat berdasarkan akal manusia yang terbatas. Menentukan benar dan salah, halal dan haram berdasarkan hawa nafsunya. Lahirlah perilaku liberalisme yang mendewakan kebebasan. Seks bebas dan hubungan sesama jenis tidak lagi, dianggap sebagai perilaku menyimpang. Karena dilakukan suka sama suka tanpa adanya paksaan. Jika ada yang melarang berarti telah melanggar hak asasi manusia (HAM). Inilah kebobrokan nyata dari sistem sekulerisme. Wajar, angka HIV/ AIDS terus meningkat. Bahkan sejak 2010, saat ditargetkan 2030 dunia bebas HIV/AIDS.

Satu-satunya yang dapat membebaskan dunia dari HIV/AIDS adalah sistem Islam, yakni khilafah. Khilafah adalah Institusi negara yang menerapkan syariat Islam secara kaffah, tidak setengah-tengah, sebagaimana di Aceh. Pemberlakuan syariat Islam secara menyeluruh, mendatangkan Islam rahmatan lil 'alamin. Kemaksiatan-kemaksiatan seperti seks bebas, hubungan sesama jenis, narkoba sedikit terjadi bahkan nyaris tidak ada. Karena upaya yang dilakukan khilafah tidak hanya terbatas, menanggulangi saja. Tetapi diawali pencegahan hingga pemberantasan perilaku maksiat yang menimbulkan HIV/ AIDS.

Dalam Islam, upaya pencegahan HIV/AIDS dilakukan dengan pengharaman seks bebas, hubungan sesama sejenis dan narkoba. Jika sudah diharamkan masih ada yang ingin melakukannya, masyarakat akan melakukan amar ma'ruf nahi mungkar atau kontrol sosial. Tindakan kontrol sosial ini, tidak kita dapati dalam kehidupan masyarakat indvidualis sekarang. Masyarakat hanya peduli dengan kepentingannya masing-masing, urusan orang lain bermaksiat, itu urusan dia. Beda halnya dengan masyarakat Islam, peka dan peduli lingkungan sekitar.

Tidak hanya terhenti pada kontor sosial, negara akan memberi sanksi yang tegas, kepada pelaku seks bebas, hubungan sesama jenis, dan narkoba. Cambuk 100 kali bagi pezina yang belum menikah. Rajam sampai mati bagi pezina yang sudah menikah.

Adapun mengenai pelaku hubungan sesama jenis, di dalam Kitab Fiqh Sunnah Sayyid Sabiq menyatakan bahwa para Ulama fiqh berbeda pendapat dalam menentukan ukuran hukuman yang ditetapkan untuk pelaku hubungan sesama jenis. Dalam hal ini dijumpai tiga pendapat. Pertama. Pelakunya harus dibunuh secara mutlak. Kedua. Pelaku dikenai had zina. Ketiga. Pelaku diberikan sanksi berat lainnya. 

Sedangkan hukuman pengguna narkoba berupa hukuman takzir, yakni bentuk, jenis dan kadar sanksi diserahkan kepada ijtihad khalifah atau qadhi. Bisa di penjara, sanksi ekspos, denda, jilid bahkan hukuman mati. Dengan melihat tingkat kejahatan dan bahayanya di masyarakat. Bila pengguna narkoba baru sekali mengkonsumsi, maka akan diobati dan rehabilitasi dengan biaya ditanggung oleh negara secara cuma-cuma. Sanksi yang diberikan pun masih ringan. Tapi bila pengguna berat, produsen sekaligus pengedar maka sanksi yang diberikan lebih berat hingga dijatuhi hukuman mati.

 Sanksi-sanksi ini bersifat jawabir dan jawazir. Menghapus dosa pelaku dan membuatnya jera serta menciptakan takut di masyarakat agar tidak berbuat, perbuatan yang serupa.

Dengan upaya pencegahan dan sistem sanksi yang diterapkan khilafah. Negara tidak perlu mengeluarkan biaya besar bahkan sampai kehabisan dana mengobati HIV/AIDS. Penyakit HIV/AIDS tidak akan sampai merebak di masyarakat atau menjangkiti seseorang. Walhasil harapan zero HIV/AIDS di tahun 2030 tercapai. Upaya-upaya ini hanya dapat diwujudkan oleh negara yang menerapkan syariat-syariat Islam secara kaffah. []


Oleh: Ayu Syahfitri
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments