Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

HIV/AIDS Tumbuh Subur dalam Sistem Sekuler


TintaSiyasi.com -- Hari pertama di bulan Desember diperingati sebagai hari AIDS sedunia. Tahun ini, tema hari AIDS sedunia adalah Equalize yang mana menuntut adanya undang-undang atau kebijakan yang mengatur stigma dan eksklusi yang dihadapi pengidap HIV. Tema itu juga memiliki arti besar yakni sebagai tindakan menyetarakan akses dan fasilitas layanan pengobatan HIV terutama pada anak-anak, pekerja seks serta pengguna narkoba.

Di hari-hari menjelang dan pasca hari AIDS sedunia, banyak diberitakan terkait peningkatan infeksi baru HIV di berbagai daerah di negeri ini. Adalah seperti di Batam, mencapai 446 orang di tahun 2022. Per Juni, sesuai laporan Kemenkes, DKI Jakarta terdapat pengidap HIV mencapai 90.956 kasus, Jawa Timur mencapai 78.238 kasus, di Manggarai Barat, NTT per 4 Desember tercatat 135 kasus yang merupakan akumulasi empat tahun terakhir serta di daerah lainnya. Sedangkan untuk Indonesia secara keseluruhan terdapat 519.158 kasus per Juni 2022 (cnnindonesia.com).

Penting diketahui juga bahwa HIV adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia, sedangkan AIDS adalah kondisi akibat serangan virus HIV. Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.

Menyambung laporan terkait meningkatnya kasus HIV, dilaporkan juga salah satu faktor pentingnya adalah karena meningkatnya perilaku menyimpang pasangan sejenis serta seks bebas yang membudaya. Seperti di Kota Lhokseumawe, Aceh, tercatat sebanyak 88 positif HIV/AIDS yang penularannya didominasi karena perilaku seks bebas dan homo seks. Penularan selanjutnya terjadi melalui jarum suntik bagi pengguna narkotika (republika.co.id).

Begitu juga di Batam dengan jumlah kasus 400-an per 2022, penyebabnya didominasi perilaku menyimpang pasangan sejenis. Kepala Dinkes Kota Batam Didi Kusmardjadi mengatakan, frekuensi peningkatan kasus HIV/AIDS karena pasangan sejenis bukan hanya terjadi di Batam, tapi juga Indonesia secara nasional bahkan di negara lain. Akibatnya, perempuan dan anak pun banyak yang tertular.

Melihat betapa banyak kasus positif HIV, pemerintah juga gencar mencanangkan berbagai kebijakan, salah satunya adalah Aliansi Nasional untuk mengakhiri AIDS. Aliansi ini bergerak selaras analisis PBB yang menyatakan bahwa ketidaksetaraan (ketidaksetaraan pengobatan anak-anak dan orang dewasa, ketidaksetaraan gender, juga terkait kendala keuangan) menjadi batu penghalang terselesaikannya kasus AIDS.

Layaknya fatamorgana, hal tersebut dianggap solusi padahal sama sekali tidak. Bagaimana mungkin kebijakan-kebijakan tersebut menjadi solusi, apabila legalisasi perilaku menyimpang justru diserukan? Seperti tak netralnya kita terhadap pasangan sejenis. Juga seruan penggunaan kondom atau alat pengaman yang disiplin. Serta seruan tidak bolehnya seks sebelum menikah yang ini bisa diartikan intinya sudah menikah, sah-sah saja berhubungan seks dengan siapa pun.

Sungguh, berbagai program tidak bisa menyolusi permasalahan HIV/AIDS hingga tuntas apabila akar masalahnya tak diberantas. Bahkan hingga negara kekurangan biaya pengobatan bagi penderita, lantas menggalang dana untuk itu sekalipun seperti dengan mengadakan kampanye atau melalui film, HIV/AIDS tak akan kelar jika akar penyebabnya tak diselesaikan.

Sejatinya, akar penyebab kasus HIV/AIDS adalah penerapan aturan sekuler kapitalisme. Aturan sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan, tentu melahirkan kemaksiatan, beragam dan mengerikan. Aturan agama yang dimarginalkan oleh hawa nafsu, mengakibatkan seks bebas serta perilaku menyimpang pasangan sejenis marak. Begitu pula maraknya penggunaan narkotika yang semuanya ini berbuntut pada meningkatnya kasus HIV/AIDS.

Hal ini ditambah dengan adanya kampanye terkait penerimaan terhadap para ODHA, berpeluang kasus HIV/AIDS dianggap biasa. Apalagi, pemerintah di sistem sekuler lebih memprioritaskan upaya kuratif ketimbang preventif. Maka, tidak menutup kemungkinan ada yang beranggapan "tidak apa-apa seks bebas/homo seks yang berujung HIV/AIDS, karena pemerintah menyediakan obat-obatan untuk itu".

Semestinya, pemerintah berkaca pada setiap kebijakan yang nyaris tak bersumbangsih apa-apa, melihat akar masalahnya lantas menyelesaikannya. Karena akar masalahnya adalah diterapkannya sistem sekuler kapitalisme maka solusi yang dihadirkan adalah berupa sistem. Satu-satunya sistem yang bisa menyolusi HIV/AIDS adalah sistem Islam. Hal ini karena sedari dini, sudah ada upaya preventif yang diterapkan.

Setiap individu di lingkungan keluarganya sudah ditanamkan akidah, diperkuat di sektor pendidikan yang berbasis akidah Islam. Di lingkungan masyarakat, terdapat amalan amar makruf nahi mungkar, di mana masyarakat senantiasa mengajak pada kebajikan dan tak tinggal diam melihat kemungkaran. Individu akan terbentuk menjadi individu berkepribadian Islam dan menjadi pengontrol atau pihak yang dikontrol agar selalu selaras syariat.

Penerapan sistem pergaulan yang berlandas Islam, seperti larangan khalwat, larangan ikhtilat, perintah untuk memisahkan tempat tidur walau bersaudara kandung, perintah menutup aurat, perintah menundukkan pandangan, larangan mendekati zina dan lainnya membuat individu rakyat akan terjauhkan daripada kemaksiatan kecil atau besar. Ditambah sistem sanksi berefek jera dan sebagai penebus dosa yang diterapkan tatkala individu bermaksiat membuat individu rakyat sebisa mungkin menjauhkan diri dari kemaksiatan.

Walhasil, hanya dengan diterapkan sistem Islam dengan sub-sub sistem yang berlandas Islam sajalah, penyebab HIV/AIDS terminimalisir bahkan ditiadakan. Dengan begitu, insya Allah kasus HIV/AIDS yang tumbuh subur dalam sistem sekuler tak akan ditemukan dalam sistem Islam.

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Khaulah
Aktivis Back to Muslim Identity
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments