TintaSiyasi.com -- Awal November ini, sebuah perusahaan startup besar di Indonesia melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap sejumlah karyawannya. Sebelumnya perusahaan ini telah melakukan dua kali PHK, dan bahkan menutup serta membatalkan ekspansinya di sejumlah negara seperti Spanyol, Perancis, dan India. Selain perusahaan ini, terdapat tujuh perusahaan startup lain yang juga mengalami PHK, PHK massal atau bangkrut sejak awal 2022 (bisnis.tempo.co).
Padahal awal bulan ini harusnya menjadi kabar positif bagi masyarakat Indonesia. Di saat ekonomi dunia sulit dan banyak negara jatuh ke jurang resesi, Indonesia berhasil menorehkan hasil yang memukau. Dalam laporan Badan Pusat Statistik (BPS) yang diumumkan Senin (7/11/2022), selama kuartal III-2022, pertumbuhan ekonomi Indonesia menembus 5,72% (year on year/yoy). Ini adalah yang tertinggi sejak kuartal II-2021 (7,07%) atau dalam lima kuartal terakhir. Namun, tingginya pertumbuhan kuartal II-2021 merupakan anomali karena lebih dipengaruhi oleh rendahnya basis perhitungan pada kuartal II-2020 (-5,32%). Jika menghilangkan periode anomali pada kuartal II-2021, pertumbuhan ekonomi kuartal III-2022 adalah yang tertinggi sejak kuartal IV-2012 atau dalam 10 tahun terakhir di mana ekonomi Indonesia tumbuh 5,87% (cnbcindonesia.com).
Fenomena Bubble Burst dalam Kapitalisme
Tak hanya di Indonesia, startup di India juga telah memberhentikan 6.000 karyawan dalam lima bulan terakhir. Perusahaan seperti Ola, Unacademy, Vedantu telah memberhentikan lebih dari 3.600 karyawan di tahun ini (cnbcindonesia.com).
Menurut Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didik J. Rachbini, PHK massal di banyak startup ini disebut bubble burst (Kompas.com). Fenomena ekonomi bubble burst adalah ledakan gelembung ekonomi, yaitu terjadi pertumbuhan ekonomi (eskalasi atau kenaikan nilai pasar yang cepat) yang terlalu tinggi, tetapi juga diiringi dengan kejatuhan yang relatif cepat. Inflasi yang cepat dalam harga aset ini diikuti penurunan nilai yang cepat atau kontraksi. Fenomena inilah yang terjadi di startup-startup tersebut.
Lonjakan harga aset didorong oleh perilaku pasar yang tinggi dan terkena euforia. Aset diperdagangkan dengan kisaran harga yang jauh lebih tinggi dari nilai intrinsik aset. Fenomena ini lazim terjadi pada pasar saham, bisnis properti atau real estate, termasuk bisnis startup. Hal ini terjadi saat ada pergantian pemain kunci sehingga pola bisnis juga otomatis ikut berubah.
Inilah karakter bawaan ekonomi kapitalisme yang selalu menciptakan bubble ekonomi. Kondisi ini akan terus berulang sebab pondasi sistem ekonomi kapitalisme dibangun dari struktur ekonomi semu, yaitu sektor nonriil. Pakar Ekonomi Syariah Dwi Condro, P.hD. menjelaskan, pertumbuhan sistem ekonomi kapitalisme bertumpu pada tiga pilar utama. Pertama, sistem mata uang kertas yang tidak di-back up emas sehingga basisnya pada kepercayaan (trust), bukan nilai intrinsiknya. Kedua, sistem utang-piutang berbasis bunga (interest). Ketiga, sistem investasinya berbasis perjudian (spekulasi). Sistem investasi ini diwujudkan dengan bentuk jual beli saham, sekuritas, dan obligasi di sistem pasar modal. Ketiga pilar ekonomi ini di satu sisi memang berperan dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi. Namun, di sisi lain sebenarnya pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan adalah pertumbuhan ekonomi yang semu. Pertumbuhan ini ibarat balon udara yang cepat menggelembung (bubble economic), tetapi dalamnya kosong, tidak berisi, sehingga sangat rentan untuk meledak.
Pertumbuhan ekonomi kapitalisme adalah pertumbuhan ekonomi yang palsu, seperti fatamorgana. Sebabnya, pertumbuhan ekonomi yang terjadi hanya berputar-putar dari kertas uang, kertas utang dan kertas saham. Tidak banyak memberikan kontribusi yang besar pada ekonomi riilnya, kecuali hanya sedikit, dibanding dengan perputaran di sektor nonriilnya (al-waie.id).
Solusi Islam Mengatasi Fenomena Bubble Brust
Sistem ekonomi Islam berfokus pada pembangunan ekonomi sektor riil dan tidak mengenal sektor ekonomi nonriil. Islam juga tidak bergantung kepada investasi asing karena hal itu bisa menjadikan ketergantungan terhadap negara lain. Negara akan menerapkan sistem ekonomi Islam yang mencakup perolehan harta kekayaan dan pemanfaatannya, baik untuk kebutuhan konsumsi maupun distribusi. Asas sistem ekonomi Islam berdiri di atas tiga pilar antara lain cara harta diperoleh (menyangkut kepemilikan), pengelolaan kepemilikan, dan distribusi kekayaan di tengah masyarakat.
Sistem ekonomi Islam menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok per individu rakyat, bukan per kapita sehingga negara betul-betul me-riayah (mengurusi) rakyatnya dengan sungguh-sungguh, tidak sekadar mencari untung untuk kepentingan segelintir orang atau swasta. Sistem mata uang pun akan stabil karena di-back up emas sehingga nilai mata uang relatif stabil. Semua ini menjadikan sistem ekonomi Islam tahan krisis dan tidak pernah mengalami bubble ekonomi. Selain itu, dalam Islam, yang wajib menyediakan lapangan pekerjaan bagi warganya adalah negara. Negara tidak bergantung pada swasta dalam menyelesaikan permasalahan pengangguran. Negara akan menjamin terpenuhinya seluruh kebutuhan asasi seluruh rakyatnya, bahkan mendorong pemenuhan kebutuhan sekunder dan tersiernya.
Keuangan negara yang kuat akan mampu menjadi sumber pendanaan para pebisnis sehingga tidak dibutuhkan perusahaan yang berbasis riba dalam pendanaan perusahaan startup. Perusahaan startup akan sangat berkontribusi pada perekonomian umat karena semua berjalan pada ekonomi riil. Para pegawainya tidak takut terkena PHK karena fenomena bubble brust tidak akan melanda. Oleh karena itu, jika sistem ekonomi Islam menjadi platform ekonomi dunia, bubble brust juga krisis ekonomi yang kerap terjadi pada sistem ekonomi kapitalisme akan mampu dihindari. Perusahaan startup akan fokus pada inovasinya dalam teknologi internet untuk kebaikan umat manusia.
Sungguh, sistem ekonomi kapitalisme bertentangan dengan sistem ekonomi Islam. Sistem ekonomi kapitalisme hanya mengutamakan keuntungan, bukan kesejahteraan rakyat. Saatnya kita beralih pada sistem ekonomi Islam secara kaffah.
Wallahu a’lam bishshawab. []
Oleh: Noor Hidayah
Aktivis Muslimah
0 Comments