TintaSiyasi.com -- Fenomena lesbian, gay, biseksual dan transgender (L68T) semakin marak terjadi di Indonesia. Bahkan saat ini ada tambahan akronim di belakangnya, L68TQ1+. Semakin bertambah nama semakin bertambah juga pelaku penyimpangannya.
Adanya kelompok yang ingin sekali melegalkan hukum ini secara legal tentang kehidupan L68TQ1+, namun ternyata ditolak oleh sistem sosial. Meski saat ini ditolak oleh beberapa kalangan, seperti tokoh agama, MUI, dan beberapa anggota DPR, tetap saja propaganda kaum ini harus selalu diwaspadai.
Cara berfikir yang dangkal tanpa memperkuat iman dan ilmu, dapat dengan mudah menjerumuskan manusia ke dalam perilaku yang menyimpang seperti halnya perilaku L68TQ1+ ini. Terlebih lagi dengan komunitas yang besar, mereka akan terus menerus menjelajahi dunia untuk mengkampanyekan eksistensi mereka.
Di sisi lain, perilaku L68TQ1+ ini merupakan bentuk menyalahi ketentuan hukum Islam dalam perkara jinsiyah (jenis kelamin). Fitrah jenis kelamin di dalam Islam hanya ada perempuan dan laki-laki. Jenis kelamin selain itu berarti telah memporak-porandakan fitrahnya. Hukum Islam menolak keras adanya penyimpangan seksual seperti kaum L68TQ1+ ini. Tentu, hal yang hukumnya haram pasti dikategorikan sebagai dosa besar.
Masih ingat tentang hukuman yang ditimpakan kepada kaum Nabi Luth as, sebagaimana yang dijelaskan dalam al Quran, umat Nabi Luth dihancurkan karena mereka melakukan perbuatan yang sangat dimurkai oleh Allah SWT. Yakni melakukan hubungan seksual sesama jenis (homoseksual). Walaupun sudah diperingati oleh Nabi Luth, namun umatnya tak mau menuruti perintah tersebut, hingga Allah menimpakan azab terhadap mereka.
Lebih lanjut, dalam surah Hud ayat 82 dijelaskan, umat Nabi Luth ini dihancurkan dengan cara dijungkirbalikkan (yang atas ke bawah, yang bawah ke atas), lalu dihujani dengan batu belerang yang terbakar secara bertubi-tubi.
Maka dari itu, kampanye L68TQ1+ ini harus segera dituntaskan dan dipertegas untuk tidak diberi ruang di dalam kehidupan. Tidak ada solusi lain selain solusi Islam. Islam memiliki hukum yang tegas sehingga tak boleh ada kompromi lagi yang diutarakan untuk membela perilaku laknat ini.
Oleh karena itu peran Negara dalam hal ini sangatlah penting. Negara adalah penegak hukum tertinggi, sehingga di tangannyalah hukum ini harus ditegakkan. Namun, apakah mungkin negara yang menerapkan sistem kapitalis sekuler (pemisahan agama dari kehidupan) ini dengan berasas kebebasan mampu menyelesaikan problem tersebut? Jelas mustahil, mengingat saat ini perilaku penyimpangan tersebut tumbuh bebas di negara ini.
Oleh karena itu tidak ada solusi tuntas dari pencegahan dan pemberantasan L68TQ1+ kecuali dengan menerapkan kembali Islam dalam sendi-sendi kehidupan ini. Islam merupakan agama paripurna. Islam juga bukan hanya sekedar agama ritual semata, melainkan sebuah aturan hidup untuk seluruh alam. Islam merupakan solusi segala problematika kehidupan umat manusia termasuk problem L68TQ1+. Dengan menerapkan Islam dalam skala Negara, aktivitas penyimpangan pasti akan mampu dicegah dengan segera dan tidak akan ada yang berani melakukan penyimpangan yang sama di kemudian hari.
Wallahu A'lam Bisshawab.
Oleh: Rusmiati
Aktivis Muslimah Jembrana - Bali
0 Comments