TintaSiyasi.com -- Sejatinya, sebagai seorang muslim, tidak ada kata yang tepat untuk dijawab, saat Allah Swt. menyeru, kecuali sami'na wa atha'na (kami mendengar dan kami taat). Begitu pun ketika diseru agar tidak mendekati zina.
Allah Swt. berfirman :
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan jalan yang buruk." (Qs. Al-Isra: 32)
Dikutip oleh VoaIndonesia.com, Australia mengatakan bahwa pihaknya sedang mencari informasi lebih lanjut tentang langkah Indonesia untuk mengkriminalisasi hubungan seks di luar nikah, karena dampak larangan tersebut terhadap wisatawan ke Bali dan daerah-daerah lain di negara mayoritas Muslim tersebut masih belum jelas. Canberra mengatakan sedang “mencari kejelasan lebih lanjut” setelah Jakarta hari Selasa menyetujui undang-undang untuk merombak hukum pidana dan melarang hubungan seks di luar nikah, (Rabu, 07/12/22).
Larangan seks di luar nikah dianggap mengancam keberlangsungan pariwisata, bahkan investasi. Narasi ini jelas menunjukkan keberpihakan kepada perilaku sesat yang diharamkan agama, dan menggambarkan dengan jelas, bagaimana aturan dalam sistem sekuler kapitalis. Tidak peduli dengan aturan agama, yang penting setiap aktivitas itu menghasilkan pundi-pundi cuan. Tidak mempertimbangkan dampak yang akan dialami para pelaku, baik di dunia dengan azab yang tidak hanya menimpa pelaku, namun mengenai masyarakat yang lainnya. Terlebih siksa di akhirat, bukan lagi sesuatu yang bisa menjadi rem atas perilaku yang diharamkan itu, justru makin berani dan lebih ditampakkan.
Begitu pun dengan rancangan undang-undang yang hendak disahkan, menunjukkan sekulernya cara berfikir anggota dewan karena memasukkan zina dalam delik aduan dan membatasi pelapor hanya pada keluarga dekat. Hal ini secara tidak langsung berarti membolehkan perzinaan, bahkan negara pun mentolerir. Jika sudah demikian, maka kehancuran sebuah negeri sudah di depan mata. Seolah menghalalkan azab atas mereka sendiri, yang terpenting kesenangan sesaat diraih, demi kenikmatan jasmani yang semu, dan demi melanggengkan jabatan yang sudah dipegang.
Inilah gambaran hidup sekuler yang jelas bertentangan dengan Islam. Di dalam Islam, aturan interaksi antara laki-laki dan perempuan diatur sangat jelas.
Rasulullah saw. bersabda :
"Jangan sekali-kali seorang laki-laki menyendiri (khalwat) dengan perempuan kecuali ada mahramnya. Dan janganlah seorang perempuan bepergian kecuali bersama mahramnya” (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, Ibnu Majah, Tabrani, Baihaqi, dan lain-lain.)
Allah Swt. berfirman :
وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ (سورة الأحزاب: 53)
“Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. (Cara) yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka." (QS. Al-Ahzab: 53)
Jangankan mengumbar seks bebas, sekadar interaksi juga diatur sedemikian rupa, agar terjaga dari maksiat. Namun, sayang, dengan sistem yang bukan sistem Islam, hal itu tak mungkin terwujud. Dengan demikian, kini umat membutuhkan sistem yang sesuai dengan fitrah manusia, yakni sistem Islam. Yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, dalam bingkai Khilafah 'Ala minhajinnubuwwah. Agar setiap sisi dari syari'at ini dapat diamalkan secara sempurna. Sebagaimana yang sudah dicontohkan oleh Rasulullah saw. dahulu hingga menguasai dua per tiga dunia. Sudah saatnya umat meninggalkan sistem yang merusak manusia, kembali kepada sistem dari Allah Swt.
Wallahualam bishawab.
Oleh: Sumiati
Pendidik Generasi
0 Comments