TintaSiyasi.com -- UNAIDS Indonesia, Jaringan Indonesia Positif, Ikatan Perempuan Positif Indonesia, Lentera Anak Pelangi, dan Yayasan Pelita Ilmu, membuat Aliansi Nasional untuk mengakhiri AIDS pada Anak di Indonesia dalam memperingati Hari AIDS Sedunia, pada 1 Desember 2022. Aliansi ini digagas untuk memperbaiki salah satu masalah yang paling mencolok dalam respon penanggulangan AIDS.
Saat ini jumlah penderita HIV/AIDS di seluruh dunia masih tinggi. Berdasarkan data dari UNAIDS, pada tahun 2020 diperkirakan ada 38 juta orang di seluruh dunia yang positif terinfeksi HIV. Di Indonesia sendiri, berdasarkan data yang dihimpun oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, estimasi penderita AIDS pada tahun 2020 adalah sebanyak 543.075 yang tersebar di seluruh Indonesia.(kompas.com)
Dengan jumlah yang semakin bertambah dari tahun ke tahun, tentu dibutuhkan penanganan serius untuk memutus rantai penularannya. Apalagi sampai sekarang obat untuk penyakit ini belum ditemukan.
Sebagaimana yang di kutip dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Lhokseumawe, Aceh, mencatat sebanyak 88 warga di daerah itu positif HIV/AIDS yang penularannya didominasi karena perilaku seks bebas. "Jadi total kasus positif HIV/AIDS di Kota Lhokseumawe mencapai 88 kasus. Rata-rata penularannya akibat seks bebas," kata Kepala Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe Safwaliza di Lhokseumawe, Jumat (2/12/2022)
Safwaliza mengatakan, terjadi peningkatan delapan kasus pada 2022. Sedangkan kasus positif HIV/AIDS di Kota Lhokseumawe pada 2021 sebanyak 80 kasus. Selain seks bebas, kata Safwaliza, penularan virus HIV/AIDS di kota yang berjuluk petro dolar tersebut juga disebabkan oleh homo seks. Selanjutnya, penularan terjadi melalui jarum suntik bagi pengguna narkotika.
Penyakit ini harus di putus penularanannya dengan segera. Untuk memutus rantai penularan, tentu perlu kita identifikasi sumber-sumber penularannya. Akhir-akhir ini banyak diopinikan bahwa penularan HIV/AIDS yang tertinggi adalah akibat hubungan seks yang tidak aman dan penggunaan jarum suntik tidak steril di kalangan pengguna jarum suntik atau IDU (intravena drug user). Opini ini jelas telah mengaburkan sumber penularan utamanya, yaitu adanya seks bebas. Bukti seks bebas sebagai sumber penularan dapat kita lihat dari sejarah ditemukannya penyakit ini.
Infeksi HIV/AIDS pertama kali ditemukan di kalangan gay San Fransisco, tahun 1978. Dan pada tahun 1981, kasus AIDS yang pertama ditemukan di kalangan gay ini. Selanjutnya AIDS merebak di kota-kota besar Amerika seperti New York, Manhattan juga di kalangan homoseksual. Di Indonesia juga tidak jauh berbeda, kasus AIDS pertama ditemukan di Denpasar, Bali yang merupakan surga bagi penikmat seks bebas. Penyakit ini ditemukan pada seorang turis Belanda dengan kecenderungan homoseksual yang kemudian meninggal April 1987. Orang Indonesia pertama yang meninggal dalam kondisi AIDS juga dilaporkan di Bali, Juni 1988. Inilah yang menjadi bukti bahwa penyakit berbahaya ini berasal dari kalangan orang-orang yang berperilaku seks bebas dan menyimpang.
Identifikasi sumber penularan yang salah, mengakibatkan upaya penanganan yang tidak tepat. Pemerintah sejak 2017 telah mencanangkan strategi Fast Track 90-90-90 untuk menangani HIV/AIDS ini. Strategi tersebut meliputi beberapa langkah, yaitu: 90 persen orang mengetahui status HIV melalui tes atau deteksi dini, 90 persen dari ODHA yang mengetahui status HIV memulai terapi ARV dan 90 persen ODHA dalam terapi ARV (antiretroviral) berhasil menekan jumlah virusnya. Kebijakan tersebut tentu perlu dipertanyakan, karena dengan deteksi dini saja tidak bisa memutus rantai penularan selama penderita yang telah dinyatakan positif tetap melakukan seks bebas. Terapi menggunakan ARV juga sejatinya tidak dapat membunuh virus HIV tetapi hanya menekan pertumbuhan virus dan memperlambat kerusakan sistem imun tubuh.
Islam mempuanyai strategi jitu dalam memberantas HIV/AIDS
Islam sebagai agama yang sempurna, mempunyai aturan yang dapat menjadi solusi segala permasalahan kehidupan, termasuk untuk menanggulangi HIV/AIDS ini. Allah Swt yang Maha Adil, Maha Bijaksana, Maha Benar dan tidak mempunyai kepentingan terhadap manusia tentu menciptakan peraturan-peraturan bagi manusia demi kepentingan (kemaslahatan) manusia. Solusi Islam meliputi dua hal, yaitu preventif dan kuratif
Solusi Preventif
Sumber penularan utama penyakit HIV/AIDS adalah seks bebas. Oleh karena itu pencegahannya harus dengan menghilangkan praktik seks bebas tersebut. Islam memiliki beberapa aturan yang mencegah terjadinya seks bebas, antara lain:
Pertama, Islam telah mengharamkan laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim berkholwat (berduaan/pacaran). Sabda Rasulullah Saw: ‘Laa yakhluwanna rojulun bi imroatin Fa inna tsalisuha syaithan’ artinya: “Jangan sekali-kali seorang lelaki dengan perempuan menyepi (bukan muhrim) karena sesungguhnya syaithan ada sebagai pihak ketiga”. (HR Baihaqy)
Kedua, Islam mengharamkan perzinahan dan segala yang terkait dengannya. Allah Swt berfirman:“Janganlah kalian mendekati zina karena sesungguhnya zina itu perbuatan yang keji dan seburuk-buruknya jalan” (QS al Isra’[17]:32)
Ketiga, Islam mengharamkan perilaku seks menyimpang, antara lain homoseks (laki-laki dengan laki-laki) dan lesbian (perempuan dengan perempuan ). Firman Allah Swt dalam surat al A’raf ayat 80-81: “ Dan (kami juga telah mengutus) Luth ( kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka: Mengapa kamu mengerjakan perbuatan kotor itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun manusia (didunia ini) sebelummu? Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu ( kepada mereka ), bukan kepada wanita, Bahkan kamu ini adalah kaum yang melampaui batas. (TQS. Al A’raf: 80-81)
Keempat, Islam melarang pria-wanita melakukan perbuatan-perbuatan yang membahayakan akhlak dan merusak masyarakat, termasuk pornografi dan pornoaksi. Islam melarang seorang pria dan wanita melakukan kegiatan dan pekerjaan yang menonjolkan sensualitasnya. Rafi’ ibnu Rifa’a pernah bertutur demikian: ’Nahaana Shallallaahu ’alaihi wassalim ’an kasbi; ammato illa maa ’amilat biyadaiha. Wa qaala: Haa kadza bi’ashobi’ihi nakhwal khabzi wal ghazli wan naqsyi.’ artinya: “Nabi Saw telah melarang kami dari pekerjaan seorang pelayan wanita kecuali yang dikerjakan oleh kedua tangannya. Beliau bersabda “Seperti inilah jari-jemarinya yang kasar sebagaimana halnya tukang roti, pemintal, atau pengukir.”
Kelima, Islam mengharamkan khamr dan seluruh benda yang memabukkan serta mengharamkan narkoba. Sabda Rasulullah Saw :“Kullu muskirin haraamun” artinya : “Setiap yang menghilangkan akal itu adalah haram (HR. Bukhori Muslim)
“Laa dharaara wa la dhiraara” artinya : ”Tidak boleh menimpakan bahaya pada diri sendiri dan kepada orang lain.” (HR. Ibnu Majah)
Narkoba termasuk sesuatu yang dapat menghilangkan akal dan menjadi pintu gerbang dari segala kemaksiatan termasuk seks bebas. Sementara seks bebas inilah media utama penyebab virus HIV/AIDS .
Karena adanya larangan-larangan tersebut, maka negara harus tegas menjalankan aturan-aturan yang membuat para pelanggarnya jera. Tugas Negara memberi sangsi tegas bagi pelaku mendekati zina. Pelaku zina muhshan (sudah menikah) dirajam, sedangkan pezina ghoiru muhshan dicambuk 100 kali. Adapun pelaku homoseksual dihukum mati; dan penyalahgunaan narkoba dihukum cambuk. Setelah dicambuk, para penderita HIV/AIDS menjalani karantina. Para pegedar dan pabrik narkoba diberi sangsi tegas sampai dengan mati. Semua fasilitator seks bebas yaitu pemilik media porno, pelaku porno, distributor, pemilik tempat-tempat maksiat, germo, mucikari, backing baik oknum aparat atau bukan, semuanya diberi sangsi yang tegas dan dibubarkan.
Penderita HIV/AIDS yang tidak karena melakukan maksiat dengan sangsi hukuman mati, maka tugas negara adalah mengkarantina mereka. Karantina dalam arti memastikan tidak terbuka peluang untuk terjadinya penularan harus dilakukan, terutama kepada pasien terinfeksi fase AIDS. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Saw yang artinya: “Sekali-kali janganlah orang yang berpenyakit menularkan kepada yang sehat” (HR Bukhori ).
“Apabila kamu mendengar ada wabah di suatu negeri, maka janganlah kamu memasukinya dan apabila wabah itu berjangkit sedangkan kamu berada dalam negeri itu , janganlah kamu keluar melarikan diri” (HR. Ahmad, Bukhori, Muslim dan Nasa’i dari Abdurrahman bin ‘Auf).
Selama karantina seluruh hak dan kebutuhan manusiawinya dipenuhi oleh negara. Mereka juga diberi pengobatan gratis, berinteraksi dengan orang-orang tertentu di bawah pengawasan dan jauh dari media serta aktifitas yang mampu menularkan. Pembinaan rohani juga dilakukan dengan menanamkan akidah yang kuat hingga mereka tidak akan melakukan hal-hal yang melanggar syariah lagi.
Di sisi lain, jika selama ini penyakit seperti HIV/AIDS belum ditemukan obatnya maka negara wajib menggerakkan dan memberikan fasilitas kepada para ilmuwan dan ahli kesehatan agar secepatnya bisa menemukan obatnya.
Semua upaya tersebut hanya bisa dicapai oleh negara yang menerapkan hukum Islam secara kaffah yaitu daulah Khilafah Islamiyah.
Wallahua’lam bishowab.[]
Oleh: Ropika Sapriani
Aktivis Muslimah
0 Comments