Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Human Trafficking, Bagaimana Islam Memandangnya?


TintaSiyasi.com -- Dilansir dari viva.co.id (19/11/2022), penyekapan sembilanbelas wanita yang empat di antaranya masih di bawah umur berhasil terungkap pada 19 November 2022 di Pasuruan. Sebelumnya di bulan Juli, kasus perekrutan pekerja kelapa sawit justru berujung pada penjualan manusia sebagai tenaga kerja ilegal di Malaysia. Faktor ekonomi lagi-lagi  yang menjadi penyebabnya. Tuntutan gaya hidup, himpitan ekonomi  menjadikan  masyarakat gampang sekali tergiur dengan iming-iming gaji besar. Hal inilah yang dimanfaatkan beberapa oknum untuk menjerat korbannya. 

Seperti dilansir dari Warta Bromo (22/11/2022), terungkapnya kasus penyekapan ini berdasarkan laporan dari warga sekitar yang mencurigai adanya aktivitas perdagangan manusia di ruko kompleks pertokoan Gempol Nine. Menanggapi laporan tersebut, dilaksanakanlah penggrebekan pada hari Senin, 14/11/2022. Kasubdid IV Detreskrimum Polda Jatim AKBP Hendra Eko Tri Yulianto menyebutkan ada 8 korban ditemukan di ruko Gempol Nine dan 11 korban lainya ditemukan di wilayah Tretes, Pandaan. Jadi total korban penyekapan ada 19 orang, empat di antaranya masih dibawah umur. Modus yang dilakukan para tersangka adalah membuka lowongan pekerjaan di Facebook sebagai Ladies Companon (LC) atau pemandu lagu dengan iming-iming gaji 10 hingga 30 juta rupiah. Namun dalam praktiknya, mereka dipekerjakan sebagai PSK. Mereka disekap dan hanya boleh keluar saat melayani pria hidung belang. 

Kasus penyekapan ini makin memperpanjang daftar kasus human trafficking  di Indonesia. Bahkan yang lebih mencengangkan adalah data yang diungkap oleh Pusiknas Bareskrim Polri. Tindak pidana kasus perdagangan manusia yang ditangani Polri mencapai 57 kasus hanya dalam rentang waktu 7 bulan di tahun 2022 ini. Cukup mengagetkan bukan? Bahkan kita juga belum lupa kasus yang terungkap pada bulan Oktober lalu dengan tersangka Suhendra yang dijuluki "ayah sejuta anak.” Dia menjual bayi-bayi yang baru dilahirkan dengan berkedok adopsi. 

Sebenarnya apa yang menyebabkan isu human trafficking ini merebak di sejumlah negara, tak terkecuali di Indonesia? Apa yang mendasarinya? Dan kenapa kasus-kasus seperti ini seolah hilang satu tumbuh seribu? Pertanyaan semacam ini sering kali terlintas di pikiran kita. Memang, masalah ekonomi tak pernah bisa dipisahkan dari kasus ini. Kasus human trafficking menjadikan manusia sebagai barang komoditi yang bisa diperjualbelikan untuk mendatangkan pundi-pundi keuntungan bagi sejumlah pihak. Di sisi lain, gaya hidup hedonis kapitalis mendorong masyarakat bisa selalu tampil wah dan terlihat mahal walau kadang berbanding terbalik dengan penghasilan mereka. Akibatnya, segala cara mereka lakukan untuk bisa memenuhi gaya hidup seperti ini. Sementara biaya hidup, kesehatan, dan pendidikan makin mencekik. Maka ketika ditawarkan cara mendapatkan uang secara mudah dan instan, banyak orang menerima tawaran tersebut tanpa berpikir panjang lagi. Beginilah cara pandang kehidupan dalam kapitalisme hari ini. Segala hal ditakar dari sisi materi dan untung rugi belaka.

Secara fakta, human trafficking menjadi awal terjadinya perbudakan. Dalam Islam, perbudakan sangatlah dilarang. Datangnya syariat Islam secara bertahap menghapus praktik perbudakan ini. Pada masa Rasulullah, umat Islam memiliki budak dalam rangka untuk memerdekakan mereka. Islam mengajarkan bagaimana cara memanusiakan manusia. Bukan menjadikannya sebagai barang komoditi seperti pada praktik perbudakan di masa jahiliah. 

Dalam sistem Islam, kesejahteraan dan keamanan rakyat sangat diutamakan. Kemudahan dalam pemenuhan kebutuhan hidup seperti pendidikan dan kesehatan dijamin negara. Begitu juga hak-hak hukum rakyat sangat diperhatikan. Masyarakat akan dianggap sama di mata hukum sehingga tidak ada yang merasa dikecilkan ataupun dibesarkan. Pemberian sanksi tegas tentunya akan memberi efek jera pada si pelaku. Hal ini tentu sulit kita temui dalam kapitalisme saat ini karena semua diukur dengan untung rugi. Alhasil, mengusut tuntas kasus human trafficking seperti menegakkan benang basah meskipun korban yang terjerat terus bertambah dari waktu ke waktu.

Wallahu a'lam. []


Oleh: Ika Kusuma
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments