TintaSiyasi.com -- Nampaknya bencana yang terjadi beberapa waktu ini masih berlanjut. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memaparkan mengenai gempa bumi yang terjadi pada 21 November 2022 di mana pusat gempa berada di Darat 10 Km Barat Daya Kabupaten Cianjur bermagnitudo (M) 5,6. Kepala BNPB Suharyanto melaporkan, saat konferensi pers via Zoom bersama BMKG, 46 korban meninggal dunia sedangkan 700-an orang terluka, terlebih banyak bangunan yang tidak tahan gempa.
Tak hanya itu, Melansir dari bbc.com, 5/12/22, Petugas Pos Pengamatan Gunung Api (PPGA) Semeru, Mukdas Sofian, menyebut terjadi hampir 30 kali letusan atau erupsi pada periode pengamatan pukul 00.00-06.00 WIB pada Senin 5 Desember 2022, akibatnya lebih dari 2000 warga mengungsi. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menaikkan status Gunung Semeru dari 'Siaga' menjadi 'Awas' atau dari Level III menjadi Level IV.
Negeri ini menjadi wilayah yang rawan akan bencana. Menurut Dr. Astyka dari Pusat Studi Gempa Nasional (PuSGeN) memaparkan mengenai sumber gempa, bahaya, dan peristiwa gempa bumi di Indonesia. Di mana gempa bumi memiliki jalur gempa dengan pola yang dapat terlihat. Secara umum, generator dari gempa bumi adalah adanya sesar dan subduksi. Sesar adalah bidang diskontinuitas pada batuan yang menyebabkan terjadinya pergeseran batuan. Makin besar bidang pergeseran batuan, makin besar pula magnitudo gempa. Sedangkan subduksi adalah terjadinya perbenturan zona bumi. Pada subduksi, tatkala makin menunjam, makin besar pula magnitudo gempanya. (itb.ac.id)
Begitu pula terjadi dengan peringatan dini sebelum erupsi yang dirasa masih belum optimal. Pakar Gunung Api Universitas Padjadjaran Prof Dr Ir Nanan Sulaksana, MSP menyoroti mengenai sistem peringatan dini. Menurutnya, sistem peringatan dini sebaiknya dikeluarkan sedini mungkin sebelum erupsi terjadi sampai ke masyarakat, sehingga proses evakuasi lebih cepat. Juga perlu dukungan sarana dan sumber daya manusia yang memadai, seperti ketersediaan pos, peralatan pengamatan, dan harus ada peta detail aliran lahar.
Peneliti Gempa dan Tsunami di University of Bristol Inggris Ario Muhammad juga memaparkan bahwa mitigasi dan rencana kontijensi bencana di Indonesia masih belum maksimal. Disampaikan pula mengenai anggaran yang disiapkan harus lebih besar untuk diimplementasikan dalam bentuk-bentuk preventif seperti pembangunan rumah tahan gempa di daerah rawan. Selain itu edukasi terhadap masyarakat juga penting.
Kondisi seperti ini menjadi konsekuensi logis atas penerapan kapitalisme-sekuler, yang fokus utamanya bukan pada pengurusan rakyat oleh negara, akan tetapi kebijakan yang ada diambil umumnya atas pertimbangan untung dan rugi, wajar jika tidak ada penanganan yang serius dalam mengatasi berbagai bencana alam.
Berbeda dengan Islam dalam naungan Khilafah, di mana salah satu tujuan penerapan Islam adalah penjagaan terhadap jiwa manusia. Negara akan mengerahkan segala daya dan upayanya dalam penanganan bencana terutama mitigasi bencana sehingga menghindarkan rakyat dari risiko bencana.
Negara harus mengoptimalkan tiga penanganan ini yang meliputi prabencana, ketika, dan pascabencana. Penanganan pra bencana atau mitigasi bencana sebagai upaya mengurangi risiko bencana. Dengan membuat pemetaan wilayah risiko bencana, membangun infrastruktur berwawasan bencana, menyusun sistem peringatan dini, dan membuat jalur evakuasi bencana. Khilafah membentuk tim SAR yang memiliki kemampuan teknis dan non teknis dan dibekali kemampuan dan peralatan yang canggih. Tim ini juga aktif dalam mengedukasi masyarakat, agar masyarakat dapat mengantisipasi jika terjadi bencana.
Ketika terjadi bencana, maka evakuasi korban dilakukan secepatnya, membuka akses jalan, dan komunikasi dengan para korban. Sedangkan untuk Penanganan pasca bencana yang dilakukan pertama adalah me-recovery korban bencana agar mendapatkan pelayanan yang baik ketika di pengungsian. Kedua, me-recovery lingkungan tempat tinggal mereka pascabencana. Dalam pendanaannya, negara memiliki keuangan yang kuat dan stabil dengan Baitul Mal. Sehingga, dalam penanganan bencana tidak akan dibebankan pada rakyat. Itulah gambaran keseriusan Khilafah dalam mitigasi bencana dan penanganan pasca bencana.
Wallahu’alam Bishawab.
Oleh: Nabila Sinatrya
Aktivis Muslimah
0 Comments