TintaSiyasi.com -- Kebijakan migrasi dari televisi (TV) analog ke siaran digital atau analog switch off (ASO) menuai kritik. Kebijakan tersebut telah dimulai pada Rabu, 2 November 2022 pukul 24.00 di wilayah Jakarta Bogor, Depok Tangerang Bekasi (Jabodetabek). Pakar Digital Anthony Leong menilai kebijakan ini tidaklah tepat dan masih banyak urusan yang jauh lebih penting untuk diselesaikan. Selain itu, TV analog merupakan sumber informasi utama bagi masyarakat kecil di berbagai daerah yang kurang akses internet (Republika.co.id, 10/11/2022).
Kebijakan ini jelas mempersulit masyarakat. Meski masyarakat tidak perlu membeli TV digital bila sudah mempunyai TV analog, namun untuk memperoleh siaran digital melalui TV analog diharuskan mempunyai alat yang disebut Set Top Box (STB). Harga STB pun tidaklah murah. Bahkan pasca siaran TV analog dihentikan, harga STB melambung yakni, mulai 250-500 ribu tergantung merek dan kualitas. Masyarakat pun mengeluh dengan kebijakan pemberhentian siaran TV analog karena kebijakan tersebut berdampak pengeluaran rumah tangga yang makin bertambah.
Kebijakan penggunaan siaran TV digital rupanya merupakan bagian dari Undang-Undang Cipta Kerja, yakni Undang-Undang No.11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan PP 46. Dan yang pasti tidak pernah ketinggalan, penerapan kebijakan tersebut selalu menggandeng pihak swasta. Kominfo menyertifikasi sebanyak lebih dari 45 perusahaan untuk menyiapkan dan menjadi produsen STB.
Perpindahan dari TV analog ke TV digital dilakukan bukan tanpa alasan. Perpindahan ini dimaksudkan agar jaringan telekomunikasi dan internet yang lebih baik dengan adaptasi teknologi 5G yang sedang dibangun. Upaya ini diklaim sebagai cara menyelesaikan penggunaan spektrum 700 MHZ yang selama ini dinilai terlalu boros digunakan oleh perangkat TV analog. Apalagi Indonesia berada di urutan keempat teratas dunia sebagai pengguna internet terbanyak, dan itu bisa menjadi peluang untuk akselerasi ekonomi digital. Namun yang terjadi adalah menambah kesulitan bagi masyarakat.
Penggunaan teknologi boleh-boleh saja namun juga diperhatikan kemaslahatannya. Apakah teknologi tersebut bisa menyelesaikan persoalan umat ataukah hanya menambah masalah baru? Ditambah lagi melibatkan pihak swasta yang tentunya mereka tak mau rugi. Jelas akan menambah kesulitan masyarakat terutama menengah ke bawah. Ujung-ujungnya yang dituju adalah ladang bisnis antar penguasa dan korporasi.
Masyarakat sedang mengalami kesulitan ekonomi. Jangankan untuk memenuhi perangkat televisi yang bukan kebutuhan pokok, kebutuhan pokok saja mereka sudah kesulitan. Harga sembako pun bersaing melambung. Banyak gelombang PHK akibat pandemi Covid-19. Biaya pendidikan dan kesehatan pun tak sedikit. Dan masih banyak lagi persoalan urgen yang belum terselesaikan. Maka dari itu, seharusnya penguasa lebih berhati-hati dalam membuat kebijakan. Penguasa seharusnya lebih memperhatikan urusan-urusan rakyat yang lebih urgen.
Telah nyata bahwa sistem pengaturan negara ini menerapkan kapitalisme. Keuntungan menjadi landasan setiap kebijakan yang dibuat sang penguasa. Faktor kepedulian rakyat hanya jargon semata. Penguasa minus rasa peduli dengan rakyatnya. Yang diperhatikan hanya rakyat yang berduit tebal. Tak peduli rakyat kecil kesulitan, selama ada jalan menuju untung besar apapun akan ditempuh. Lewat UU Cipta Kerja, hegemoni para kapital ditancapkan.
Sudah tak seharusnya, sistem zalim ini masih digunakan. Sudah tampak jelas kerusakannya. Sudah saatnya beralih kepada sistem yang terbaik untuk seluruh masyarakat. Sistem yang sudah tidak diperlukan diragukan keberhasilannya dalam menyelesaikan urusan umat. Sistem tersebut adalah sistem Islam
Sistem Islam juga mengurusi urusan teknologi. Islam memandang teknologi merupakan bentuk perkembangan dari hasil pengetahuan manusia yang diharapkan mendukung kehidupan manusia ke arah lebih baik. Bukannya bersifat merusak ataupun menzalimi rakyat. Sistem Islam mengatur perihal teknologi ke dalam urusan departemen luar negeri.
Penggunaan TV digital dalam sistem Islam benar-benar akan digunakan untuk kemaslahatan umat bukan mencari untung. TV digital akan mengakses informasi melalui jaringan internet agar lebih mudah dan cepat tersampaikan ke masyarakat. Tentunya tidak membebani masyarakat untuk mendapatkannya.
TV digital akan dijadikan media untuk menyampaikan tsaqofah Islam, ilmu sains dan teknologi, dan juga informasi tentang luar negeri. Dan bisa menjadi media dalam menyebarkan Islam ke seluruh dunia untuk menunjukkan bahwa peradaban Islam sangat mulia. Sistem Islam sangat menjaga penggunaan dan penyebaran teknologi untuk kesejahteraan umat sehingga tidak ada lagi pihak yang dirugikan. []
Oleh: Alfiana Prima Rahardjo, S.P.
Sahabat TintaSiyasi
0 Comments