Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Tragedi Gagal Ginjal Akut, Bukti Negara Gagal Beri Perlindungan Anak

TintaSiyasi.com --Tragedi gagal ginjal akut pada anak dari usia 6 bulan hingga 18 tahun, baru-baru ini mengalami peningkatan hingga berujung pada kematian anak. 

Peningkatan kasus melonjak sejak Agustus 2022. Ada 241 anak yang terkena gagal ginjal akut misterius di Indonesia Total pasien yang meninggal tercatat  133 kasusu. Ini ditemukan di 22 provinsi. kondisi ini disampaikan oleh Menteri Kesehatan  Budi Gunadi Sadikin (cnbcindonesia.com, 21/10/2022 )

Mirisnya angka kematian yang tercatat di dominasi oleh anak berusia 1 tahun hingga 5 tahun. Banyak orang tua yang menjadi panik dan khawatir, usia balita sudah mengalami gagal ginjal akut, karena masih banyak pemahaman di tengah masyarakat gagal ginjal di derita oleh para orang tua. 

Seiring dengan peningkatan kematian tersebut kementrian kesehatan meminta orang tua untuk tidak panik dan selalu waspada, terutama saat anak-anak mengalami gejala yang mengarah pada gagal ginjal akut. Pada prinsipnya ganguan ginjal akut adalah penurunan fungsi ginjal secara tiba-tiba, dapat terlihat dari produksi urine yang turun drastis atau bahkan tidak keluar sama sekali. 

Sesuai namanya gagal ginjal akut misterius. Sampai saat ini masih belum diketahui penyebab terjadinya gagal ginjal akut misterius ini. Nah bersamaan dengan ini, ada kejadian di Gambia dimana ada hampir 70 balita meninggal dunia karena gangguan ginjal akut, yang menurut hasil penyelidikan berhubungan dengan obat batuk sirup yang memiliki kandungan zat toksik etilen glikol (EG) dan dietil glikol (DEG).

Pada tanggal 18/10/2022 Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) telah menyimpulkan bahwa EG dan DEG bukan penyebabnya. Dalam laman resminya telah memberikan kesimpulan bahwa hasil uji cemaran EG tersebut belum mendukung penggunaan obat sirop tersebut memiliki keterkaitan dengan kejadian gagal ginjal akut".

Kelambanan penanganan begitu terasa dan berbagai tindakan antisipatif pemerintah lebih terkesan sebagai kepedulian palsu daripada ketulusan, yakni ketika korban terus bertambah dan kematian anak makin menghantui para orang tua. 

Padahal, dengan kekuatan SDM riset dan fasilitas riset di negeri ini, dimungkinkan jauh lebih cepat sehingga jatuhnya korban segera tercegah, yakni dengan berbagai desain riset secara paralel pembuktian lebih banyak hipotesis dalam waktu bersamaan. Sayangnya, tidak demikian yang pemerintah lakukan pemerintah meski kebutuhan begitu nyata.

Apabila mencermati lebih mendalam, kelalaian dan kegagalan negara dalam pengurusan persoalan kehidupan masyarakat, khususnya kesehatan, tidak hanya pada kondisi darurat seperti saat ini, melainkan sudah kronis dan menahun. 

Kemajuan riset kedokteran dan kecanggihan teknologi kedokteran, hanya bisa dinikmati segelintir penduduk negeri. Mereka yang memiliki uang yang lebih yang bisa menikmati fasilitas kesehatan yang canggih karena ada biaya yang begitu mahal, rakyat miskin hanya bisa gigit jari jika ingin merasakan fasilitas kesehatan yang canggih.

Kapitalisme merupakan akar masalah dan hal ini dapat terlihat dari visi negara yang nihil dari aspek ri’ayah (kepengurusan). Fungsi sesungguhnya negara tidak berjalan sebagaimana terlihat dari keberadaan negara sebagai alat pengatur bagi kepentingan korporasi.

Akibatnya, negara dalam kapasitasnya sebagai pengatur urusan umat tidak akan serius melakukan riset ketika tidak ada dukungan korporasi atau bertentangan dengan kepentingan korporasi, meski riset itu sangat dibutuhkan masyarakat sebagaimana yang kita saksikan pada kasus penanganan gagal ginjal akut.

Inilah salah satu bukti bobroknya sistem kapitalisme, tidak akan bisa dibandingkan dengan sistem Islam yang mulia. Dalam sistem Islam negara adalah ri’ayah (pengurus) , yakni hadir sebagai pewujud kemaslahatan dan kesejahteraan manusia, bahkan seluruh alam. Negara sebagai pengurus urusan rakyat, ditegaskan oleh Rasulullah saw., “Khalifah adalah pengurus urusan rakyat dan ia bertanggung jawab terhadap urusan mereka.” (HR Bukhari)

Negara juga berfungsi sebagai junnah (perisai) dan pelindung umat (akidah, kehormatan, harta, jiwa, keturunan) ditegaskan Rasulullah saw., “Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai, orang-orang akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya.” (HR Bukhari)

Sistem Islam tidak hanya pembebas dari bahaya gagal ginjal akut misterius, ia juga hadir sebagai pembebas negeri dari berbagai penderitaan dan kesengsaraan yang bersumber sistem kehidupan sekuler kapitalisme, termasuk bahaya kelalaian rezimnya. Bahkan, negara Islam akan membawa negeri ini dan dunia pada puncak kesejahteraan untuk kedua kalinya dengan izin Allah Taala, selain perihal kewajiban kembalinya Khilafah adalah janji pasti Allah Taala. Wallahu'alam bissawab


Oleh: Ana Dia Friska
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments