TintaSiyasi.com -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) kembali mengizinkan tenaga kesehatan meresepkan 156 obat sirup, yang sebelumnya dilarang karena diduga mengandung zat berbahaya pemicu gangguan ginjal akut pada anak-anak. Ratusan obat itu dipastikan tidak menggunakan Propilen Glikol, Polietilen Glikol, Sorbitol, dan/atau Gliserin/Gliserol, sehingga dinyatakan aman "aman", sepanjang digunakan sesuai aturan pakai. "Jenis obat yang boleh digunakan sesuai dengan rekomendasi Badan POM" kata Juru bicara Kemenkes, Syahril Mansyur (bbc.com, 25/10/2022).
Tenaga Kesehatan di setiap fasilitas kesehatan dapat meresepkan atau memberikan obat sirup berdasarkan pengumuman dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI. Sementara untuk obat yang sulit digantikan dengan sediaan lain, tenaga kesehatan juga diizinkan meresepkan atau memberikan obat sesuai yang tercantum dalam lampiran 2 daftar yang dikeluarkan BPOM, sampai didapatkan hasil pengujian. "12 merk obat yang mengandung zat aktif asam valporat, sidenafil, dan kloralhidrat dapat digunakan, tentunya pemanfaatannya harus melalui monitoring terapi oleh tenaga kesehatan" ujar Syahril (bbc.com, 25/10/2022).
Dari penjelasan tersebut kita dapat mengetahui bahwa kasus terjadinya banyak obat dilarang untuk digunakan, karena mengandung zat aktif yang berbahaya bagi anak-anak. Namun, bukan hanya itu sebenarnya masalah yang harus diselesaikan dan ditunjukkan. Sebab dari dahulu pun obat yang dipakai tidak pernah menimbulkan penyakit gagal ginjal akut, ini baru tahun ini terjadi.
Gejala gagal ginjal akut pun beragam seperti: muntah atau mual, demam, diare, batuk, pilek, sering mengantuk, jumlah air seni sedikit, bahkan sampai tidak bisa buang air kecil sama sekali. Jadi hal ini masuk pada masalah kesehatan, belum lagi daya tahan tubuh anak berbeda-beda.
Masalah kesehatan terutama kasus gagal ginjal akut yang banyak memakan korban jiwa tidak bisa dipungkiri lagi bahwa ada yang salah dalam kapitalisme untuk menangani masalah kesehatan. Seharusnya hal ini dapat menyadarkan penguasa dan masyarakat bahwa ada yang salah dalam aturan dan tata kelola di negara ini.
Belum lagi pengelolaan dalam kapitalisme adanya campur tangan kapitalis yang mengedepankan asas kemanfaatan yakni komersialisasi dalam perdagangan. Di mana mereka memprioritaskan money, money, dan money serta dijadikan bisnis untuk meraup keuntungan. Lebih parahnya lagi setiap tahun subsidi untuk kesehatan terus dikurangi, jadi negara hadir bukan sebagai raain (pengurus urusan rakyat) namun menjadi regulator bagi para korporasi termasuk di bidang kesehatan.
Maka tak heran jika kasus gagal ginjal akut sangat lambat ditangani hingga menelan banyak korban. Kesehatan anak tidak akan terwujud dalam kapitalisme sebab akar masalahnya ada pada kebijakan dan aturan yang dibuat hanya berasal dari manusia, jadi sangat mudah untuk diubah.
Berbeda jauh dalam pandangan Islam, yakni anak bukan hanya aset masa depan tetapi merupakan bagian dari masyarakat yang wajib dipenuhi kebutuhannya dengan begitu negara akan berusaha sekuat tenaga memenuhinya mulai dari fasilitas kesehatan gratis, pemenuhan gizi yang tercukupi tidak dibedakan (kaya maupun miskin), pemberian pendidikan yang merata baik di kota maupun desa.
Sistem dalam Islam yakni khilafah dari segi ekonomi akan memberikan subsidi untuk mencukupi segala kebutuhan rakyatnya termasuk anak-anak. Kekayaan negara didapatkan dari Baitul Mal contohnya dari: jizyah, kharaj, ghanimah, fa'i, harta yang tidak ada yang memiliki atau tak bertuan, pengelolaan SDA, dan lain-lain.
Semua pendapatan itu akan bersifat tetap dan besar sehingga mampu membuat negara memberikan pelayanan terutama kesehatan secara gratis, memadai bagi seluruh rakyat. Pelayanan yang diberikan negara bukan semata-mata untuk mencari keuntungan tetapi untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya atau mengurus urusan rakyatnya.
Dilakukan atas dasar keimanan, dan rasa tanggung jawab atas amanah yang diberikan, karena akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak oleh Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda :
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ. فَالإمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ، وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ زَوْجِهَا وَهِيَ مَسْئُولَةٌ، وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ. أَلاَ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ.
"Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya dan ia akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang wanita adalah pemimpin atas rumah suaminya, dan ia pun akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang budak juga pemimpin atas harta tuannya dan ia juga akan dimintai pertanggungjawabannya. Sungguh setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya" (HR. Bukhari).
Oleh karena itu seorang khalifah atau penguasa diwajibkan untuk menerapkan seluruh syariat Islam secara menyeluruh (kaffah) termasuk dalam bidang kesehatan. Karena salah satu fungsi dari syariat ialah hifdzun nafs atau menjaga jiwa manusia kalau terjadi penyakit wabah atau penyakit menular, kejadian kematian yang misterius maka khilafah akan segera melakukan tindakan.
Bahkan pada kasus penyakit yang belum diketahui penyebabnya yakni dengan melakukan riset terkini agar cepat dalam menangani penyakit tersebut. Masyarakat tidak akan dibiarkan begitu saja menghadapi penyakit tersebut sendirian hingga mendapatkan efek yang lebih buruk lagi.
Negara akan cepat melakukan riset mengenai standar pengobatan, instrumen dan obat-obatan terbaik untuk kesembuhan serta keselamatan jiwa pasien. Jika sudah ditemukan negara akan memproduksinya, dan memberikan secara gratis kepada pasien tanpa meminta biaya sepeser pun.
Inilah potret dalam sejarah peradaban Islam dalam naungan Khilafah Islam, bahkan bukan sekadar sejarah. Sebab, benar-benar terjadi dan nyata bukan film ataupun drama dan akan datang lagi kembali khilafah kedua yang sudah Allah SWT janjikan. Maka siapkah kita untuk terus istiqamah, berjuang dan berjamaah sampai sistem tersebut datang kembali? Insyaallah, kun fayakun, kata Allah SWT tinggal kita terus berdakwah, terus berjuang, semangat dan sampai musim semi itu datang kembali bahkan sampai kita kembali kepada-Nya.
Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Yafi'ah Nurul Salsabila
Aktivis Dakwah
0 Comments