Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Simpati Penguasa Negeri terhadap Tragedi Halloween di Korea Selatan

 
TintaSiyasi.com -- Diketahui setiap 31 Oktober menjadi hari peringatan Halloween sedunia. Orang-orang merayakannya dengan mengenakan kostum menyerupai iblis atau setan. Awalnya tradisi ini hanya ramai di Eropa dan Amerika Serikat, tetapi kini Halloween makin menyebar ke wilayah Asia, termasuk Indonesia.

Tradisi ini berasal dari festival Celtic kuno Samhain, saat orang menyalakan api unggun dan mengenakan kostum untuk mengusir hantu. Pada abad kedelapan, Paus Gregorius III menetapkan 1 November sebagai waktu untuk menghormati semua orang kudus. All Saints Day kemudian memasukkan beberapa tradisi Samhain. Malam sebelumnya dikenal sebagai All Hallows Eve dan kemudian dikenal sebagai Halloween. 

Seiring waktu, Halloween berkembang menjadi hari kegiatan seperti trick-or-treat, mengukir jack-o-lantern, pertemuan meriah, mengenakan kostum dan memakan camilan. Asal-usulnya berasal lebih dari 2.000 tahun yang lalu pada hari libur yang dikenal sebagai Samhain Eve. 

Bangsa Celtic percaya bahwa pada malam suci Samhain, para roh akan berkeliaran di bumi saat mereka melakukan perjalanan ke akhirat. Peri, iblis, dan makhluk lain juga dikatakan berada di bumi dan bahwa mereka sering mengenakan kostum untuk membingungkan roh, mungkin untuk menghindari kerasukan.

Lantas, bagaimana hukum merayakan Halloween menurut ajaran agama Islam?

Islam hanya memiliki dua hari besar yang wajib disambut umatnya dengan gembira, yaitu Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha. Ini sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik:

Rasulullah pernah datang ke Madinah sedangkan penduduknya memiliki dua hari raya. Pada kedua-duanya mereka bermain (bergembira) pada masa jahiliah. Lalu baginda bersabda ‘Sesungguhnya Allah telah menggantikan kedua-duanya bagi kamu semua dengan dua hari yang lebih baik yaitu Hari Raya Idul Adha dan Idul Fitri’” (HR. al-Nasaa’i).

Melalui hadis, dapat diketahui bahwa Halloween bukanlah hari yang dirayakan umat Muslim. Maka sebaiknya umat Muslim membataskan diri dengan menyambut hari-hari perayaan yang diiktiraf oleh Allah dan Rasul-Nya saja.

Pada dasarnya Halloween merupakan tradisi orang kafir yang dirayakan setiap tahunnya secara berkala. Kemudian di dalamnya tidak ada unsur yang mencerminkan agama dan sekadar main-main.

Jika ditinjau secara kaidah baku, dalam syariat Islam segala sesuatu atau peringatan yang berkaitan dengan orang kafir maka itu dilarang. Sementara dalam tinjauan fikih Islam, kegiatan orang kafir mengusung konsep tasyabuh.

Kemudian menurut terminologi, tasyabuh diartikan sebagai menyerupai orang-orang kafir dalam hal akidah, ibadah ataupun perayaan, kebiasaan, dan setiap hal yang menjadi ciri khas bagi mereka. 

Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

Artinya: "Barang siapa meniru suatu kaum, maka ia termasuk dari kaum tersebut" (HR Abu Dawud).

Sekarang tidak diragukan lagi bahwa dalam Islam, paganisme (syirik) adalah salah satu dosa terbesar bagi seorang Muslim. Dengan demikian, berpartisipasi dalam Halloween adalah haram. Dari sudut pandang Islam, Halloween adalah salah satu perayaan terburuk karena asal-usul dan sejarahnya.

Haram (dilarang) untuk mengambil bagian dalam praktik seperti itu, bahkan jika mungkin ada beberapa elemen yang tampaknya baik atau tidak berbahaya di dalamnya.

Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol telah mengumumkan periode berkabung nasional atas tragedi mematikan pada perayaan Halloween, malam Sabtu 29 Oktober 2022 di Itaewon, Seoul yang telah menewaskan sedikitnya 151 orang, dan melukai 82 lainnya.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan belasungkawa atas tragedi maut di Distrik Itaewon, Seoul, Korea Selatan atau Korsel. Jokowi mengatakan Indonesia bersama rakyat Korea Selatan (Korsel). Pernyataan itu disampaikan Jokowi di akun Twitter-nya seperti dilihat detikcom, Minggu (30/10/2022). 

Ucapan belasungkawa itu disampaikan Jokowi dalam bahasa Inggris, dengan ungkapan “Pemerintah Bersama rakyat Korea Selatan”.

Hal ini membuktikan bahwa kepedulian penguasa negeri atas tragedi perayaan non-Muslim ini sangat berlebihan. Secara tidak langsung, penguasa negeri yang notabene beragama islam, ikut mendukung perayaan kaum non-Muslim, yang jelas-jelas haram hukumnya jika mendukung atau mengikuti ajaran orang kafir. 

Lebih-lebih, budaya asing tersebut mulai diterapkan di Indonesia. Makin hancur saja karakter pemuda Indonesia. Seharusnya pemerintah bisa lebih memilah dan memilih dalam mengembangkan karakter pemuda Indonesia, karena pemuda Indonesia adalah generasi penerus untuk memajukan agama dan bangsa.

Dari sini kita mengetahui, bagaimana hal batil diterapkan di sistem pemerintahan kita saat ini. Berbeda jika sistem pemerintahan khilafah yang diterapkan, maka negeri akan aman dan damai tanpa ada campur baur dengan sistem sekuler. 

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Nency Ravica Lia Erlyta
Aktivis Dakwah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments