TintaSiyasi.com -- Pendidikan adalah salah satu sarana dalam mencetak generasi muda yang berkualitas. Oleh karena nya sudah menjadi bagian yang terpenting untuk meningkatkan pendidikan terlebih di era digital sekarang ini.
Perkembangan teknologi telah membuka banyak peluang lahirnya industri-industri baru., Presiden Joko Widodo menyebut potensi ekonomi digital Indonesia mencapai US$ 124 miliar pada 2025. Angka tersebut setara Rp1.773 triliun (asumsi kurs: Rp14.300)., Namun kondisi ini juga membawa tantangan tersendiri. Era globalisasi telah mendorong persaingan kerja menjadi semakin kompetitif.
Indonesia menempati peringkat ke-54 dari 78 negara yang masuk dalam peringkat pendidikan dunia. Bahkan Indonesia masih kalah dengan negara-negara sesama Asia Tenggara lainnya. Seperti negara Singapura di posisi 21,Malaysia 38, dan Thailand 46.
Oleh karena itu, penting adanya pendidikan vokasi yang digadang-gadang dapat meningkatkan kesejahteraan,namun apakah benar-benar terwujud kesejahteraan dengan hanya mengandalkan pendidikan vokasi?
Tak bisa dipungkiri bahwa Pendidikan vokasi saat ini telah menjelma menjadi primadona baru didunia pendidikan karena oreintasinya guna menyiapkan SDM yang siap memenuhi kebutuhan pasar kerja. Pendidikan vokasi ini Ditargetkan untuk membangun kwalitas SDM yg mampu menghadapi era industri 4.0. Sehingga pemerintah melakukan penyesuaian kurikulum pendidikan dalam rangka mendukung link and match.
Dari sini kita bisa melihat bahwa kebijakan yang diambil pemerintah saat ini tidak hanya akan menguntungkan dunia pendidikan,tapi industri. Selain itu akan mencetak generasi berfikiran pragmatis. Dan perlu kita cermati lebih dalam persoalan didunia pendidikan akan makin menguatkan ketidakjelasan arah pendidikan negeri ini.
Sebab dengan adanya project based learning, pemerintah semakin mengokohkan peran lembaga pendidikan sebagai pencetak tenaga kerja bagi dunia industri sehingga nasib para siswa tak ubahnya seperti kelinci percobaan didunia kerja. Yang mana sengaja dicetak menjadi pelajar yang sekuler dan lebih mencintai dan hanya mengejar materi semata.
Pendidikan vokasi seharusnya dirancang untuk menghasilkan tenaga ahli dan terampil di semua kehidupan sesuai diberbagai bidang kehidupan. Dan tentunya sesuai dengan jenjang pendidikan itu sendiri, keterampilan ini selayaknya bisa dimanfaatkan oleh seluruh lapisan masyarakat,bukan hanya menguntungkan bagi para pengusaha. Bahkan para siswa juga harus bisa menciptakan usaha sendiri dan menciptakan lapangan kerja tidak hanya bergantung pada industri para korporat.
Sementara itu, kesenjangan dunia pendidikan masih menjadi polemik. Buruknya sistem anggaran untuk pendidikan saat ini dalam kondisi memprihatinkan,baik soal aksebilitas ketersediaan sarana prasarana pendidikan, maupun ketersediaan tenaga pendidik yang berkualitas. Hingga pemerataan kualitas pendidikan menjadi PR pemerintah yang tak kunjung selesai.
Banyak sekali faktor yang menjadikan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia. Salah satunya adalah faktor teknis. Faktor-faktor yang bersifat teknis di antaranya adalah rendahnya kualitas guru, rendahnya sarana fisik, mahalnya biaya pendidikan,rendahnya prestasi siswa, rendahnya kesejahteraan guru,rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan,kurangnya pemerataan kesempatan pendidikan. Namun sebenarnya yang menjadi masalah mendasar dari pendidikan di Indonesia adalah sistem pendidikan di Indonesia itu sendiri yang menjadikan siswa sebagai objek, sehingga manusia yang dihasilkan dari sistem ini adalah manusia yang hanya siap untuk memenuhi kebutuhan zaman dan bukannya bersikap kritis terhadap zamannya.
Inilah fakta bahwa pendidikan saat ini berbasis pada kapitalisme. Negara dengan tanpa bersalah menyerahkan potensi generasinya kepada korporasi/asing,untuk dijadikan sebagai pekerja di perusahaan mereka. Tentu,arah pendidikan seperti ini jauh melenceng dari cita-cita pendidikan.
Pendidikan bukan lagi untuk mencerdaskan anak bangsa dan mencetak sumber daya manusia yang berkarakter dan bermanfaat bagi masyarakat. Namun, menuntut ilmu hanya karena begitu lulus, langsung dapat kerja. Maka slogan bahwa ilmu yang membawa kesejahteraan rakyat hanyalah ilusi semata. Karena,kenyataannya keilmuan para intelektual pun telah dikebiri. Generasi hanya dipersiapkan untuk disodorkan ke korporasi/asing sebagai tenaga Industri.
Islam memandang bahwa pendidikan adalah kebutuhan pokok yang wajib dipenuhi negara, dan hak bagi masyarakat untuk memperolehnya dengan mudah,bahkan gratis. Negara pun wajib meyediakan sarana prasarananya seperti gedung sekolah, perpustakaaan beserta isinya,tempat penelitian, dan sebagainya. Di samping itu,negara juga harus memastikan bahwa kurikulum generasi didiknya tidak melenceng dari visi pendidikan. Juga metode pengajarannya harus sesuai dengan Islam.
Setelah lulus,negara akan mengapresiasi dan memanfaatkan keterampilan maupun pemikiran luar biasa dari para generasi yang mumpuni,untuk memajukan bangsanya. Dengan demikian, keahlian mereka yang begitu bernilai akan terus berkembang dan akan dicurahkan untuk membangun negara sesuai bidangnya. Sehingga generasi unggul yang dimiliki negara,tidak dibajak oleh pemerintah asing atau swasta.
Wallahu a'lam Bishshowab
Oleh: Wakini
Aktivis Muslimah
0 Comments