TintaSiyasi.com -- Menonton televisi sudah menjadi kebiasaan dan kebutuhan masyarakat. Tujuannya antara lain untuk mendapatkan informasi dan hiburan. Bahkan termasuk aktivitas berbiaya murah. Namun di saat kondisi ekonomi sulit, menonton televisi menjadi terkendala karena TV analog yang biasa ditonton telah dimatikan di sebagian wilayah. Sebagaimana diketahui kini telah dibuat aturan untuk beralih ke TV digital.
TV digital adalah siaran televisi yang menggunakan frekuensi radio VHF / UHF. Penyiaran televisi digital menyampaikan gambar dan suara dengan jernih sampai pada titik dimana signal tidak dapat diterima lagi. Namun untuk dapat menikmati TV digital ini, harus terdapat fitur Digital Video Broadcasting Terrestrial Second Generation (DVB-T2) yang ada pada TV keluaran terbaru. Sementara bagi masyarakat yang masih menggunakan televisi lama, maka harus membeli Set Top Box (STB). Harga STB ini mulai dari Rp100 hingga Rp200 ribu. Tentunya bagi masyarakat bukan harga yang murah. Meski ada bantuan dari Pemerintah, namun ternyata ada sebagian wilayah yang belum mendapatkannya.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebutkan masih ada beberapa stasiun TV yang belum mematikan siaran analognya. Hal itu berkaitan dengan perpindahan saluran analog ke digital. Mahfud mengatakan analog switch off (ASO) merupakan perintah undang-undang dan telah lama dilakukan serta dikoordinasikan dengan beberapa pemilik stasiun TV. Ia menegaskan jika masih ada stasiun TV yang menyiarkan saluran secara analog maka akan dianggap ilegal dan bertentangan dengan hukum (Republika.co.id, 04/11/2022).
Mahfud MD mengatakan ASO merupakan amanat Undang-Undang (UU) nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker). Dalam UU itu disebutkan migrasi penyiaran Televisi dari analog ke digital harus diselesaikan pada 2 November 2022. Selain itu merupakan ketentuan dari International Telecommunication Union (ITU). Dimana peralihan siaran televisi analog ke digital adalah keharusan.
Namun sayangnya, perubahan ini nampak hanya menguntungkan korporasi. Sebagaimana diketahui ada sekitar 40 perusahaan yang menjadi produsen STB. Perusahaan ini mengalami banjir orderan. Bahkan dikabarkan di sebuah pasar harganya mengalami peningkatan dari bulan lalu seharga Rp 100 ribu, menjadi Rp 300 ribu bulan ini.
Migrasi ini sekaligus juga menunjukkan bahwa UU Cipta Kerja tidak berpihak pada kepentingan rakyat. Nampak keberpihakan penguasa kepada korporasi dan bukan pada rakyat banyak. Inilah wajah buruk pemerintahan yang dikuasai oligarki. Kekuasaan yang dikuasai oleh para kapitalis sebagai pemberi modal sehingga mampu menyetir setiap kebijakan penguasa.
Adapun menurut pandangan islam, teknologi merupakan sarana yang amat penting dan bermanfaat untuk rakyat. Negara khilafah akan terus mendorong perkembangannya. Kemajuan teknologi akan sangat membantu dalam dakwah menyebarkan ide-ide islam dan keagungan khilafah. Akan tetapi semua itu menjadi tanggung jawab negara untuk membiayainya. Negara lah yang memfasilitasinya. Bukan diserahkan kepada rakyat untuk memenuhinya seperti dalam proses migrasi TV analog ke digital. Rakyat harus membeli perangkat agar menikmati TV digital.
Dalam Islam, penguasa adalah pengatur urusan rakyat. Ia tak akan membebani rakyat dengan berbagai kesulitan. Penguasa pun akan memprioritaskan terlebih dahulu kebutuhan yang sangat urgen untuk rakyatnya. Saat kondisi ekonomi sulit, maka kebutuhan pokok lah yang akan diutamakan untuk diberikan kepada rakyat. Seperti kebutuhan pangan, biaya pendidikan dan kesehatan. Bukan STB yang sebenarnya belum terlalu penting. Pasalnya dana yang harus dikeluarkan untuk membeli produk tersebut tidak sedikit. Yang diuntungkan adalah korporasi.
Negara tidak akan mengeluarkan kebijakan zalim yang menguntungkan pribadi dan segelintir orang. Penguasa bukan orang yang berdagang dengan rakyat. Namun yang mengayomi dan melayani rakyat. Kondisi ini hanya dapat terwujud dalam negara yang menerapkan sistem Islam yakni khilafah. Khilafah adalah institusi pelaksana syariah yang menerapkan aturan Allah untuk kebaikan seluruh manusia.
Saatnya kita mewujudkannya kembali. Jangan ditunda-ditunda atau dihalangi upaya perjuangannya. Bahkan jadilah bagian dari para pejuangnya. Allahu Akbar.
Wallahu a'lam bishshawab.
Oleh: Nina Marlina, A.Md
Ibu Rumah Tangga
0 Comments