TintaSiyasi.com -- Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai berbagai pihak berhasil membangun infrastruktur yang membuat Indonesia menjadi negara dengan ekonomi yang kuat. Namun pada realitasnya tidak semudah yang dibayangkan.
Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio menyebut ada hampir sepuluh mega proyek di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo yang terancam mangkrak.
Mangkrak dalam pengertian Agus tidak saja bahwa proyek tersebut tidak selesai dikerjakan, melainkan juga termasuk proyek-proyek yang berhasil diselesaikan tetapi tidak beroperasi secara optimal sehingga berpotensi merugi.Dengan kata lain, pasca selesai dikerjakan proyek-proyek tersebut tidak produktif untuk mendatangkan keuntungan, atau setidaknya menutupi pembiayaan yang telah dikeluarkan.
Salah satunya adalah Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) dianggap ambisius dan tidak melihat efisiensi anggaran keuangan negara karena rencanannya konsorsium akan berutang ke China Development Bank senilai Rp 16 triliun untuk menambal kekurangan cost overrun dengan utang.
Bahkan berdasarkan besaran anggaran proyek dari awal sampai siap digunakan kurang lebih Rp90 triliun atau sekitar USD6 miliar, kata Julian, faktanya terbukti kurang. “Pada faktanya ini mambengkak menjadi sekitar USD7,9 miliar atau sekitar setara dengan Rp118 triliun,” jelasnya.
Celakanya, untuk menutup pembengkakan biaya yang menurutnya fantastis itu, rencananya ditanggung oleh APBN, sebagaimana pernyataan pemerintah melalui Kemenko bidang perekonomian yang mengaku telah mempertimbangkan permintaan Cina Development Bank (CBD) agar pembengkakan anggaran pembangunan KCJB dibantu oleh Indonesia.
Tak hanya itu, pembangunan yang di lakukan dengan ambisius juga terkait pemindahan ibukota Nusantara (IKN). Walaupun banyak yang menilai pemindahan ibukota negara keputusan yang tidak tepat terlebih negara masih dalam kondisi pandemi. Di samping itu juga dengan memindahkan ibukota negara memastikan banyak dana yang harus dikeluarkan, kalau hanya mengandalkan para investor untuk berinvestasi ini jelas membuka ruang para korporasi untuk berkuasa dan secara perlahan sudah dipastikan tergerusnya kedaulatan negara.
Persiapan terus dilakukan termasuk memberi ruang kepada pemilik modal untuk berinvestasi. Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) Bambang Susantono menyampaikan, pemerintah tengah menyiapkan tiga hal untuk mewujudkan Ibu Kota Nusantara yang layak huni. Salah satunya yakni dengan menyiapkan rancangan Peraturan Pemerintah (PP) terkait insentif bagi pelaku usaha dan investor yang akan melakukan usahanya di IKN.
Bambang mengatakan, ada beberapa insentif yakni fiskal dan non fiskal yang dirancang bersama kementerian terkait untuk menarik para investor. Hal ini disampaikan Bambang usai rapat bersama dengan Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (4/10). (Republika, 5/10/2022).
Sebelumnya, Deputi Bidang Pengembangan Iklim dan Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM Yuliot menyampaikan untuk menjadikan IKN sebagai pertumbuhan ekonomi dan lokasi investasi terbaik. Dengan demikian, butuh banyak kemudahan dan fasilitas untuk investor dibandingkan dengan kawasan lain. Misal, fasilitas tax holiday, super tax deduction, pembebasan bea masuk, dan PPN impor. Selain itu, untuk penyediaan infrastruktur, pemerintah menyiapkan lahan untuk keperluan investasinya.
Memandang dalam sudut pandang Islam, syarat negara disebut berdaulat adalah ketika kedaulatan negara ada pada hukum-hukum syariah. Karena itu haram kedaulatan negara disandarkan pada negara-negara kafir melalui utang luar negeri dan “debt trap” mereka.
Harta milik umum sepenuhnya diatur oleh negara. Tidak boleh diserahkan kepada swasta baik dalam bentuk konsesi ataupun privatisasi. Salah satu dampak positif dari larangan swasta untuk berinvestasi pada barang milik umum adalah agar sumber pendapatan umum dan yang penting bagi kehidupan umat manusia tidak dikuasai oleh kehendak individu sehingga ia dapat berbuat sewenang-wenang dengan harta itu.
Selain bertentangan dengan hukum Islam, jatuhnya pengelolaan harta milik umum ke tangan swasta terutama asing, memiliki berbagai dampak negatif. Di antaranya terjadinya kecenderungan konsentrasi kepemilikan barang-barang milik umum kepada korporasi yang memiliki modal besar, manajemen, sumber daya manusia dan teknologi yang lebih unggul; kecenderungan investasi asing yang berorientasi bisnis melakukan efisiensi dengan cara pengurangan tenaga kerja dan pemangkasan gaji yang mengarah ke peningkatan pengangguran; semakin rendahnya partisipasi negara dalam memenuhi kebutuhan publik akan mengurangi sumber pendapatan negara sehingga berdampak antara lain keterbatasan anggaran negara dalam memenuhi sebagian kebutuhan dasar publik.
Selain itu, turunnya sumber pendapatan pemerintah akan mendorong pemerintah untuk mencari sumber pembiayaan lain terutama utang, peningkatan pajak, dan peningkatan biaya produk ataupun output barang milik umum yang dimiliki oleh swasta; tereliminasinya sebagian masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar mereka seperti listrik, air, dan gas, karena harganya yang semakin sulit dijangkau; mempermudah masuknya pemikiran dan budaya asing kepada masyarakat seperti yang terjadi pada dominasi pada sektor komunikasi dan media; dengan besarnya peran korporasi di negara-negara asing, membuka peluang penjajahan ekonomi dan sebagainya atas negeri kaum Muslim.
Oleh karenanya, tak ada yang bisa menyetir penguasa kecuali syariat dan kemaslahatan umat. Jika penguasa berkhianat, cukuplah hal itu sebagai alasan bagi umat untuk mencabut mandat. Baginda Rasulullah SAW dan para khalifah setelahnya benar-benar menjadi teladan kepemimpinan ideal. Mereka berjalan di atas rel syariat serta menjadikan kepentingan rakyat dan negara sebagai hal yang utama. Mereka tak berambisi membuat proyek-proyek mercusuar semata demi prestise, apalagi karena pesanan. Mereka fokus memastikan kebutuhan dasar rakyat terpenuhi dengan maksimal dan wibawa negara tetap kukuh terjaga.
Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Wakini
Aktivis Muslimah
0 Comments