TintaSiyasi.com -- Belum lama ini Menko Polhukam RI, Mahfud MD menyindir semua pihak yang ingin mengganti demokrasi dan ideologi pancasila di bumi Tanah Air. Hal itu diungkapkan oleh Mahfud pada saat menghadiri acara Kongres Forum Rektor PTN se-Indonesia yang berlangsung di Universitas Airlangga, Jawa Timur, Minggu (30/10/2022).
"Ada yang bilang kayak gini 'pak ini negara pancasilanya sudah gagal pak harus diganti ideologinya', lalu saya tanya ganti dengan apa, lalu dia bilang 'karena ideologi Pancasila sudah gagal, maka kita ganti saja menjadi khilafah', memangnya kalau khilafah sudah pasti bagus? Ndak jawab dia," ujar Mahfud.
Sayangnya, Mahfud hannya membuat pernyataan monolog. Andai Mahfud MD bicara itu didepan penulis, pasti penulis jawab dan beri penjelasan.
Sayangnya, Mahfud MD ini anti dialog. Hanya bermonolog sambil mengedarkan fitnah dan tuduhan keji.
Saat Mahfud menyatakan 'haram mendirikan negara seperti negaranya Nabi' dan berulangkali menyatakan 'Khilafah tak baku', penulis bersama sejumlah ulama Jabodetabek mendatangi kantor Kemenkopolhukam untuk beraudiensi. Sampai detik ini, surat permohonan audiensi itu tidak ditanggapi.
Sekarang, Mahfud kembali mengulangi gaya lamanya. Bermonolog sambil mengklaim dia paling intelek dan tak ada seorangpun yang berani membantahnya.
Penulis ingin jelaskan hal-hal yang sangat basic kepada Mahfud MD, soal keinginan kuat umat Islam untuk kembali pada Allah SWT, menerapkan syariat Islam.
Pertama, kami tidak pernah berhalusinasi kalau di negara Islam itu tidak ada kejahatan. Negara Islam atau Khilafah, itu negara Basyariyah (insaniyah) bukan Negara Ilahiyah (teokrasi). Didalam Negara Islam sangat wajar terjadi penyimpangan dan pelanggaran hukum Syara'.
Kalau kita berkaca pada sejarah, negara paling Islami adalah Negara yang dipimpin oleh Nabi Muhammad SAW di Madinah. Negara yang menerapkan al Qur'an dan dipimpin langsung oleh Nabi.
Faktanya, Negara yang dipimpin Nabi juga ada pelanggaran Hukum. Kasus zina yang terkenal adalah kasus Maiz dan Ghamidiyah. Kasus pencurian yang terkenal adalah pencurian wanita bani mahdzum.
Adanya kejahatan didalam negara Islam bukan berarti Negara Islam tak relevan.
Justru itu alami. Namun, penyelesaiannya juga dengan syariat Islam, bukan syariat yang lain.
Coba bandingkan dengan negara yang menerapkan sekulerisme saat ini. Berapa banyak kasus perzinahan? tak terhitung, bahkan tidak dianggap sebagai kejahatan. Berapa banyak kasus pencurian? luar biasa jumlahnya, penyelesaiannya juga tidak diselesaikan dengan sanksi berdasarkan hukum Islam.
Dengan menerapkan Islam maka jumlah kejahatan bisa ditekan. Penyelesaian kasus kejahatan dalam Islam juga simple, tidak membingungkan seperti kasus Sambo.
Kedua, tujuan bernegara dengan Islam adalah bentuk ketaatan kepada Allah SWT. Jadi, bukan sekedar menekan kejahatan dengan konsep 'Jawazir dan Jawabir', tetapi yang lebih filosofi adalah untuk merealisir ketaatan kepada Allah SWT dengan menerapkan hukum-Nya.
Sepanjang sejarah peradaban Islam, saat Khilafah memimpin umat Islam, lahir banyak generasi taat dan ulama-ulama sholeh karena mereka hidup dalam iklim kehidupan Islam yang diterapkan oleh Khilafah.
Kita tidak mungkin punya Ulama sekelas Imam Malik, Imam Syafi'i, Imam Hambali, Imam Hanafi, kalau kehidupan pada saat mereka hidup tidak Islami. Para pengumpul hadits baik Imam Bukhari, Muslim, Nasa'i, dll, tidak mungin bisa mengumpulkan hadits jika kehidupan mereka saat itu sekuler.
Ketiga, dan ini yang paling penting, bahwa kita berjuang menegakkan Khilafah itu untuk menunaikan kewajiban, mencari ridlo dan pahala dari Allah SWT untuk bekal yaumil hisab kelak. Celaka sekali, orang yang tidak memperjuangkan Islam tetapi malah menghalangi perjuangan Islam.
Mahfud sendiri pernah mengatakan, malaikat pun masuk dalam sistem demokrasi bisa menjadi iblis. Sebuah konfirmasi bahwa sistem eksisting saat ini rusak dan merusak.
Mahfud, alih-alih mendukung umat Islam yang ingin memperbaiki bangsa ini dengan Islam malah mengedarkan tuduhan dan keraguan pada Daulah Khilafah. Agar polemik ini tidak berkepanjangan, penulis masih membuka diri untuk dialog soal Khilafah agar Mahfud memiliki tambahan perspektif. Jangan selalu bermonolog sambil mengklaim diri seolah paling intelek. [].
Oleh: Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik
0 Comments