TintaSiyasi.com -- Bertubi-tubi bencana menimpa negeri tiada henti. Mulai dari pandemi Covid-19, tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 135 orang, banjir, tanah longsor dan yang terbaru meningkatnya kasus gagal ginjal akut yang menyerang anak-anak usia 6 bulan – 18 tahun. Juru Bicara Kementrian Kesehatan (Kemenkes) Mohammad Syahril menyampaikan, jumlah kasus gagal ginjal progresif atipikal mencapai 269 per tanggal 26 Oktober 2022, dengan angka kematian mencapai 157 anak atau 58 persen.
Lebih lanjut, Syahril mengatakan 269 kasus gagal ginjal akut tersebut ditemukan di 27 provinsi. Tercatat, DKI Jakarta terbanyak dengan 57 kasus, diikuti Jawa Barat dengan 36 kasus, Aceh 30 kasus, Jawa Timur 25 kasus dan Sumatera Barat 19 kasus. Gejala yang ditimbulkan oleh penyakit ini adalah demam, hilang nafsu makan, malaise, batuk pilek, mual, muntah, ISPA, dan diare. Selanjutnya, gejala yang timbul adalah sulit buang air kecil, berupa air seni berkurang atau tidak ada air seni sama sekali (kompas.com 27/10/2022).
Hingga saat ini, penyebab gangguan ginjal akut masih belum diketahui dengan pasti. Meski demikian, Kemenkes dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) masih terus menelusuri dan meniliti secara komprehensif termasuk kemungkinan faktor resiko yang lainnya. Tidak hanya itu, kemenkes juga mengambil langkah konservatif dengan sempat menghentikan penjualan obat sirup dari apotek-apotek. Hal tersebut sebagai tindak lanjut dari pemeriksaan BPOM terkait kandungan Etilen Glikol (EG) yang melebihi ambang batas.
Tak hanya di Indonesia, kasus yang sama juga terjadi di Gambia dan Nigeria. Namun, Indonesia menjadi negara dengan tingkat kematian tertinggi akibat gagal ginjal akut melebihi Gambia yakni 70 kasus dan Nigeria dengan 28 kasus kematian.
Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng dalam konferensi pers virtual, Selasa (25/10/2022) mengatakan kasus gagal ginjal akut yang merenggut ratusan nyawa anak-anak adalah soal darurat kemanusiaan sekaligus bukti gagalnya negara untuk memberikan perlindungan berupa jaminan keselamatan bagi rakyat dan produk yang dikonsumsi oleh masyarakat. Ombudsman juga mendorong pemerintah untuk serius menangani kasus ini, salah satunya adalah dengan menetapkan status kasus gagal ginjal akut sebagai Kejadian Luar Biasa atau KLB.
Merebaknya kasus gagal ginjal akut pada anak-anak tentu saja harus menjadi perhatian serius dan evaluasi bagi pemerintah. Terlebih merebaknya penyakit ini berlangsung masif dan serentak. Maka, penanganan terhadap penderita penyakit ini harus optimal dan maksimal. Sebab, pemerintah merupakan penanggung jawab atas kesehatan dan keselamatan rakyatnya.
Dengan melihat terus meningkatnya kasus gagal ginjal akut ini, banyak masyarakat yang mempertanyakan peran dan fungsi BPOM. Berdasarkan Peraturan Presiden No 80 Tahun 2017 tentang Pengawas Obat dan Makanan, BPOM bertugas melakukan uji kelayakan obat dan makanan apakah layak edar atau tidak. Jadi, jika benar penyebab gagal ginjal akut adalah karena adanya kandungan etilen glikol yang melebihi ambang batas pada obat sirup, lantas mengapa sejak awal obat-obatan tersebut bisa lolos edar?
Tak hanya ramai di media sosial, sejumlah masyarakat yang tergabung dalam Barisan Rakyat Indonesia (BARIS) melakukan unjuk rasa di depan kantor BPOM dan menyuarakan empat tuntutan. Yang pertama, massa meminta BPOM bertanggung jawab terhadap kasus gangguan ginjal akut yang menimpa anak-anak dan balita. Kedua, massa meminta BPOM harus menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan Peraturan Presiden No 80 Tahun 2017 yakni pelaksanaan pengawasan sebelum dan selama beredar. Ketiga, mendesak BPOM mencabut izin usaha dan produksi para industri farmasi yang sudah mengeluarkan obat sirup yang tidak sesuai dengan ketentuan BPOM. Terakhir, meminta agar kepala BPOM dicopot karena diduga melakukan gratifikasi suap izin produksi dan izin edar.
Dalam Islam, kesehatan merupakan hal yang sangat diperhatikan. Karena dengan tubuh yang sehat akan mampu menopang aktivitas ibadah juga dakwah. Islam memiliki seperangkat aturan dalam mejaga kesehatan umatnya, mulai dari memandang bahwa kesehatan adalah kebutuhan setiap orang dan kewajiban pemimpin adalah mewujudkannya. Dengan begitu, Islam akan memberikan pelayanan terbaik. Semua kebijakan kesehatan bukan sekadar diserahkan kepada ahlinya, melainkan wajib berdasarkan syariat Allah SWT.
Negara yang menerapkan sistem Islam akan berupaya menjaga kesehatan rakyatnya dengan upaya preventif dan kuratif. Negara akan melakukan edukasi kepada rakyat akan pentingnya menjaga kesehatan. Negara juga akan memastikan bahwa makanan dan barang konsumsi yang beredar di tengah masyarakat adalah halal dan tayib, sebagaimana perintah Allah dalam Al-Qur’an surat Al Baqarah ayat 168. Dengan demikian, negara tidak akan membiarkan beredarnya makanan atau obat-obatan yang mengandung zat berbahaya apalagi haram beredar di masyarakat.
Dengan demikian, negara akan membentuk lembaga penelitian yang kredibel guna menyeleksi setiap produk yang layak edar dengan pendanaan yang memadai. Tidak hanya itu, negara akan mengembangkan teknologi kedokteran yang canggih demi terwujudnya kesehatan masyarakat secara komprehensif. Seperti, menyediakan fasilitas kesehatan yang memadai dan terjangkau untuk semua kalangan masyarakat. Memberikan layanan kesehatan yang murah bahkan gratis dengan kualitas terbaik.
Hal tersebut tentu berbeda dengan layanan kesehatan publik dalam kapitalisme yang menjadikan layanan kesehatan sebagai komoditas bisnis demi meraih materi semata. Bahkan rakyat harus menyediakan dana sendiri untuk mewujudkan serajat kesehatan yang tinggi. Maka jika kita ingin adanya transformasi kesehatan secara Islami bisa terlaksana, kita harus meninggalkan kapitalisme dan mengambil Islam. Pilihannya ada pada kita, kembali pada Islam ataukah tetap bertahan dengan sistem kapitalis yang terbukti gagal menyelamatkan umat manusia?
Allah SWT berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman! Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul, serta ulil amridiantara kalian. Jika kalian berselisih dalam satu hal , maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul-Nya. Jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Akhir, yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” (QS. An Nisa: 59).
Wallahu a’lam. []
Oleh: Annis Zakiyatul M.
Aktivis Muslimah
0 Comments