Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Mengembalikan Fungsi Qawwamah yang Hilang

TintaSiyasi.com -- Pernikahan adalah ibadah terpanjang. Di dalamnya ada begitu banyak kesempatan meraih pahala dan keridaan Allah SWT. Bagi istri, pelayanan terbaiknya pada suami adalah pahala. Hingga sebatas menyambutnya dengan wajah berseri pasti mengalirkan keridloan Allah swt. Jika dihitung dalam sehari mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi, semua aktifitas pengelolaan rumah tangga oleh istri menjadi ladang pahala baginya.

Bagaimana dengan suami? Sama dan sebanding. Keluarnya suami setiap hari untuk bekerja memenuhi nafkah istri dan keluarga menjadi pahala baginya. Karena hal tersebut adalah kewajiban yang Allah bebankan di pundaknya. Setiap penjagaan, perlindungan, pengarahan dan bimbingan suami pada istri dan anaknya merupakan muara dicurahkannya keridloan Rabb padanya.

Dalam rumah tangga sebuah bangunan awal sebuah masyarakat terbentuk dengan fungsi masing-masing. Suami sebagai pemimpin atau qawwam, sementara istri dan anak berada dalam kepemimpinanan suami/ayah. Dalam Qur’an surat An Nisa ayat 34 Allah tetapkan qawwam/kepemimpinan rumah tangga berada di pundak laki-laki. Maka dari sini seluruh penjagaan atas fungsi keluraga menjadi tanggung jawab suami.

Fungsi penjagaan atas kepimpinan laki-laki terhadap wanita bukanlah sebatas penjagaan yang bersifat duniawi semata melainkan juga bersifat ukhrawi. Bukan semata penjagaan fisik tetapi juga psikis. Hal tersebut tertuang secara gamblang dalam firman Allah di surat At Tahrim ayat 6 tentang kewajiban menjaga diri dan keluarga dari api neraka. Artinya tugas suami sebagai pemimpin, harus mempu membawa bahtera rumah tangganya dalam kebaikan dunia akhirat dan terselamatkan dari api neraka.

Allah Swt mengangkat suami sebagai pemimpin dalam rangka menjaga keluarga dari kebinasaan dunia dan akhirat. Maka penting diperhatikan dalam pelaksanaan fungsi qawwam, seorang suami tidak boleh bersikap masa bodoh, keras, dan kaku terhadap keluarganya. Bahkan tidak boleh dengan paksaan, terlebih dengan kekerasan fisik tanpa adanya nasihat dan bimbingan. Ia harus mengenakan perhiasan akhlak yang mulia dan penuh kasih sayang. Mendidik dan membina istrinya dan keluarganya dengan baik, sesuai tuntunan syariat Islam.

Saat istri melakukan suatu kesalahan atau melanggar agama, maka menjadi tanggung jawab suami untuk menegur, mengingatkan, dan mengarahkan kembali istrinya ke jalan yang benar. Bagaimana cara melakukan tanggung jawab qawwam tersebut oleh suami, telah begitu jelas disampaikan oleh Rasulullah Saw,

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, janganlah ia menyakiti tetangganya. Berwasiatlah kepada wanita dengan kebaikan. Sebab mereka diciptakan dari tulang rusuk dan tulang rusuk yang paling bengkok adalah bagian atasnya. Jika engkau meluruskannya, engkau akan mematahkannya. Dan jika engkau membiarkannya, ia akan tetap bengkok. Oleh karena itu, berwasiatlah kepada wanita dengan kebaikan.”

Maka tidak dibenarkan saat suami memukul atau melakukan kekerasan fisik pada istri hanya karena dia punya kuasa terhadap istri. Ketika sikap istri tidak menyenangkan hatinya, tamparan atau pukulan dengan ringan dilayangkan dengan alasan supaya istri jera. Bukan qawwam seperti itu yang diajarkan Rasulullah saw.

Sungguh kehangatan suami dan kelembutannya dalam mengarahkan istri Ketika ada kesalahan yang dilakukan, menjadi hal utama dalam fungsi kepemimpinannya. Seperti inilah yang diminta oleh Islam untuk dijalankan pelah seorang suami. Banyaknya kasus kekerasan suami terhadap istri saat ini, hingga menimbulkan luka fisik bahkan berujung kematian, bukanlah fungsi qawwam yang diajarkan dalam Islam. Kerasnya hati suami dalam memimpin istri tak pernah diajarkan oleh Rasulullah Saw.

Melihat maraknya kasus kekerasan suami terhadap istri yang kian meninggi tentu membuat kita bertanya, bagaimana bisa rasa cinta yang merekah di awal pernikahan hilang tak berbekas. Selama masa pandemi beberapa tahun lalu kekerasan terhadap istri meningkat berkali lipat. Dari catatan Komnas Perempuan, selama pandemi tahun 2020 kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terhadap perempuan naik hingga 75%. Dengan latar belakang yang beragam, salah satunya adalah faktor ekonomi.

Beratnya beban hidup seorang suami di sistem kapitalis, apalagi di tengah hantaman badai pandemi yang menghabisi ekonomi negeri membuat tingkat stres suami meningkat. Setelah pandemi berlalu pun ternyata kondisi ekonomi tetap tidak membaik. Pada kenyataannya perekonomian hari ini kian mencekik. Kenaikan harga BBM yang berimbas pada kenaikan semua harga kebutuhan masyarakat tentu membuat tekanan persoalan suami sebagai pencari nafkah keluarga makin besar. Tingkat ketersinggungan akan makin lebar saat hati tak lagi tenang dan dalam himpitan persoalan. Tak ayal penyelesaian masalah keluarga dengan kekerasan menjadi hal yang tak terhindarkan. 

Lantas, bisakah fungsi qawwam suami yang penuh cinta dan kelembutan dikembalikan? Tentu saja. Rasulullah telah memberikan contoh dengan solusi terbaik dari syariat Islam untuk mewujudkan hal tersebut dari sisi ekonomi. Bagaimana beliau sebagai kepala negara di Madinah al Munawwarah telah memberikan jaminan pekerjaan pada para lelaki. Dikisahkan ada seorang pengemis yang meminta-minta pada Rasulullah, hingga membuat beliau menjual bejana dan kain pada sehabatnya seharga 2 dirham. Diberikanlah 2 dirham tersebut kepada pengemis tadi dan Rasul memberi pesan untuk membeli makanan bagi keluarganya 1 dirham dan sisanya untuk membeli kapak. 

Beliau meminta si pengemis kembali untuk menyerahkan kapak tersebut. Setelah pengemis membeli makanan dan kapak, kembalilah dia kepada Rasulullah untuk menyerahkan kapak. Apa yang dilakukan Rasulullah dengan kapak tersebut? Beliau kemudian mengambil kayu dan membuat gagang untuk kapan sehingga kapak siap digunakan. Pada pengemis itu Rasulullah memerintahkan untuk menebang kayu di gurun dengan menggunakan kapak tersebut dan memintanya menjual kayu itu. Beliau pun berpesan supaya pengemis itu kembali padanya setelah 10 hari.

Lalu si pengemis melakukan apa yang diperintahkan Rasulullah kepadanya. Ia pergi ke gurun dan mulai menebang kayu kemudian menjualnya. Hal tersebut dia lakukan selama 10 hari. Dan lihatlah apa yang berhasil didapat setelah itu. Dia berhasil mengumpulkan 10 dirham yang di bawanya menghadap Rasulullah setelah bekerja menebang kayu di gurun dan menjualnya.

Dari kisah di atas, sungguh terlihat nyata Rasulullah sebagai pemimpin negara memberikan jaminan pekerjaan pada rakyatnya yang tidak mampu. Hingga seorang kepala negara bisa memenuhi kewajiban nafkah atas keluarganya. Negara tidak berlepas tangan pada kebutuhan yang harus ditanggung oleh rakyat. Bahkan negara wajib memberikan kemudahan dan akses supaya kebutuhan rakyat dapat tercukupi dengan baik.

Disinilah letak kunci solusi mengembalikan fungsi qawwam seorang suami. Negara haruslah hadir sebagai pengayom rakyat bukan penekan rakyat. Dan hanya sistem Islam yang mampu mewujudkan kebaikan dunia akhirat
Waallahu’alam bishowwab


Oleh: Diana Rahayu, AMd
Praktisi Lingkungan

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments