TintaSiyasi.com -- LRT (light rail transit) di Palembang diduga salah dalam pengambilan keputusan pembangunan. Kritik light rail transit (kereta ringan) di Palembang kian hangat usai Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil mengkritik pedas proyek tersebut.
Menurut Ridwan Kamil ia sempat mengkritik bahwa ada kesalahan dalam proyek LRT di Palembang. "Saya kasih tau kegagalan decision Rp 9 triliun itu LRT Palembang. Decision basednya political decision, not planning decision. Ini karena mau ada Asian Games, harus ada koneksi dari palembang ke Jakabaring". Ujarnya di Fablab Correction Jababeka, Cikarang, Jumat (21/10). Menurutnya ia telah mengkritik pedas pembangunan LRT yang tidak dibutuhkan masyarakat setempat. Namun, opini politik untuk menyukseskan Asian Games ternyata jauh lebih kuat kala itu.
Wakil Ketua Umum DPP partai Demokrat, Benny K. Harman turut mengkritik yang tak kalah pedas.
"Kalu tidak ada penumpang untuk apa dibangun? Bukankah proyek itu dibuat untuk mengatasi masalah rakyat?" tanyanya lewat akun Twitternya, Minggu (23/10). Ia beranggapan, bahwa KPK perlu turun tangan untuk menanggapi masalah ini. Karena ia menduga ada korupsi dalam pengerjaan hasil proyek itu dan hasil dari proyek tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Ibarat 'nasi sudah menjadi bubur' mungkin adalah pepatah yang tepat untuk proyek RLT di Palembang. Tidak dipungkiri ini terjadi ketika negara mengemban sistem selain dari Islam (kapitalisme). Kapitalisme adalah sistem yang memberi kebebasan penuh pada semua orang untuk melakukan kegiatan ekonomi untuk memperoleh keuntungan, tanpa melihat dampak buruk yang akan berlaku dari kegiatan tersebut.
Maka wajar saja LRT dan kereta api cepat menambah deretan proyek yang tidak membawa manfaat maksimal untuk rakyat. Dana besar tetapi tidak bisa memberi kemudahan dan kenyamanan untuk masyarakat, hanya sekumpulan proyek ambisius yang menambah beban negara.
Dalam Islam proyek dibangun berdasarkan kebutuhan rakyat dan berdasarkan kebermanfaatan. Bukan untuk investor apalagi demi ambisi kekuasaan semata.
Di dalam sistem Islam seorang pemimpin negara adalah seorang yang taat pada Allah SWT. Yang membawa umat untuk mentaati perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Dan aturan yang di bentuk tidak bertentangan dengan aturan Allah. Sebagaimana firman Allah SWT. Dalam QS. An-Nisa’ ayat 59;
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَأَطِيعُواْ ٱلرَّسُولَ وَأُوْلِي ٱلۡأَمۡرِ مِنكُمۡۖ فَإِن تَنَٰزَعۡتُمۡ فِي شَيۡءٖ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمۡ تُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِۚ ذَٰلِكَ خَيۡرٞ وَأَحۡسَنُ تَأۡوِيلًا ٥٩
Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya."
Seorang pemimpin negara haruslah bertanggung jawab penuh terhadap kesejahteraan umat dan amanah terhadap tugasnya. Syarat amanah sendiri adalah beriman kepada Allah SWT.
Sebagaimana dalam hadis Rasulullah SAW;
"Tidak ada iman jika dia tidak amanah". Amanah di sini artinya semua manusia bertanggung jawab atas apa yang telah menjadi tugasnya di muka bumi ini. Di sinilah letak amanah berfungsi sebagai kenyamanan, Karena akan memberikan keamanan bagi umat manusia walaupun dengan beragam agama.
Karena kita adalah umat Islam, maka wajib taat kepada Allah dan Rasul. Sedang pada ulil amri kita harus melihat dulu seperti apa dia (ketaatan dia kepada Allah dan Rasul) bila tidak taat (mengeluarkan kebijakan yang bertentangan dengan aturan Allah) maka umat Islam tidak diperkenankan untuk menaatinya.
Allah berfirman dalam QS. An-Nisa’ 58;
۞إِنَّ ٱللَّهَ يَأۡمُرُكُمۡ أَن تُؤَدُّواْ ٱلۡأَمَٰنَٰتِ إِلَىٰٓ أَهۡلِهَا وَإِذَا حَكَمۡتُم بَيۡنَ ٱلنَّاسِ أَن تَحۡكُمُواْ بِٱلۡعَدۡلِۚ إِنَّ ٱللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُم بِهِۦٓۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ سَمِيعَۢا بَصِيرٗا ٥٨
Artinya : "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat."
Dengan begitu rakyat akan merasakan kesejahteraan. Karena proyek yang dibangun dalam sistem Islam adalah proyek yang bermanfaat dan berdasarkan kebutuhan umat. Maka rakyak akan merasakan kenyamana hingga ke pelosok negara.
Wallahu a’lam bishshawab. []
Oleh: Nur Ayu Kadina
Aktivis Muslimah
0 Comments