TintaSiyasi.com -- Pemerintah telah menyerahkan draf RKUHP terbaru ke DPR. Ada sedikit perubahan namun masih mempertahankan pasal penghinaan kepada Polri dengan ancaman 18 bulan penjara.
Pasal 349 ayat 1 tentang penghinaan kepada kekuasaan umum dengan ancaman 18 bulan penjara adapun bunyi pasal tersebut adalah: Setiap orang di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina kekuaaan umum atau lembaga negara dipidana dengan pidana penjara paling lama satu (1) tahun enam (6) bulan atau pidana dengan denda paling banyak kategori dua.
"Dalam hal Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV." demikian bunyi Pasal 349 ayat 1. Di ayat 3 ditegaskan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dituntut berdasarkan aduan pihak yang dihina
Hukuman akan diperberat lagi bila penghinaan itu dilakukan menggunakan sosial media dengan ancaman 2 tahun penjara. Pasal 350 ayat 1 berbunyi : Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar atau mendengarkan rekaman, atau menyebarluaskan melalui sarana teknologi informasi yang berisi penghinaan terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara, dengan maksud agar isi penghinaan tersebut diketahui atau lebih diketahui oleh umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.
"Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dituntut berdasarkan aduan pihak yang dihina." Demikian bunyi Pasal 350 ayat 2.
Kekuasaan umum atau lembaga negara antara lain DPR, DPRD, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Republik Indonesia, atau pemerintah daerah. Ketentuan ini dimaksudkan agar kekuasaan umum atau lembaga negara dihormati. Oleh karena itu perbuatan menghina terhadap kekuasaan umum atau lembaga tersebut dipidana berdasarkan ketentuan ini (news.detik.com, 9/10/2022).
Ketika suatu sanksi dibuat dan ditetapkan untuk menakuti rakyat agar tak berani mengkritik badan hukum negara meskipun yang mereka lakukan adalah kesalahan. Dalam demokrasi yang katanya bebas mengeluarkan pendapat dan dijamin undang-undang akan tetapi pada hakikatnya tidak bisa dilaksanakan dengan sempurna. Kebebasan itu hanya berlaku untuk para penguasa saja atau segelintir orang yang dekat dengan penguasa.
Allah SWT berfirman "Dan hendaklah diantara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajika, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung" (TQS. Al Baqarah: 104).
Allah SWT telah memerintahkan kita umat Islam untuk beramal makruf nahi mungkar. Umat Islam tidak boleh diam dengan kezaliman baik yang dilakukan oleh individu, masyarakat maupun penguasa dan negara termasuk lembaga negara jika berbuat salah harus diluruskan.
Kita tentu tak asing dengan kisah nyata paman Rasulullah SAW, Hamzah bin Abdi Muthallib ra ditegaskan dalam sabda Beliau, "Penghulu para syuhada adalah Hamzah bin Abdi Muthallib serta orang yang mendatangi penguasa yang zalim lalu memerintahkannya (kepada kebaikan) dan mencegah (dari keburukan), kemudian dia (penguasa tersebut) membunuhnya" (HR. Al-Hakim dalam al-Mustadrak dari Jabir).
Satu ayat Kalamullah dan hadis Rasulullah SAW cukup jelas bukan bahwasanya umat Islam diwajibkan untuk beramar makruf nahi mungkar, hal ini dilakukan bukan semata-mata karena benci. Negara atau penguasa dan rakyat adalah satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Melakukan amar makruf dengan rasa sayang agar negara dan penguasa tidak menzalimi rakyatnya.
Rakyat menginginkan penguasa dan negara berjalan sesuai perintah Allah dan Rasul-Nya, agar keselamatan didapatkan baik di dunia dan akhirat kelak. Karena dalam Islam seorang pemimpin bagaikan penggembala yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya.
Penguasa atau negara tidak melarang hal tersebut, bahkan memberikan fasilitas agar maksud dan tujuan masyarakat tersalurkan seperti adanya lembaga syura yang bertujuan untuk menampung aspirasi masyarakat terkait kebijakan-kebijakan yang mempersulit rakyat.
Sinergi antara penguasa dan rakyat akan tercapai. Penguasa tidak anti kritik terhadap apapun yang disampaikan rakyatnya, ini akan menjadi bahan muhasabah sang pemimpin. Amar makruf umat Islam bukan karena benci akan tetapi karena sayangnya pada negara dan pemimpinnya.
Namun itu semua tak akan terwujud jika bukan ideologi Islam yang dianut. Ideologi yang bercokol di negeri ini adalah idelogi kapitalisme, di mana hal tersebut bagaikan "jauh panggang dari api". Kebebasan berpendapat dibungkam, semua harus tunduk patuh pada keputusan penguasa.
Dengan adanya pasal-pasal yang menjerat rakyat, menakuti bahkan bisa bertindak sadis untuk membungkam rakyat. Alhasil rakyat dibuat ketar ketir ketakutan akan hal tersebut. Dalam sistem demokrasi kapitalisme pemimpin akan dengan cepat merespon jika itu menghasilkan keuntungan.
Standar manfaat menjadi landasan kuat dalam setiap kebijakan, berbeda dengan sistem Islam di mana standar halal dan haram menjadi standar perbuatan setiap individu, masyarakat, dan negara.
Dalam sistem demokrasi kapitalisme untuk rakyat dan oleh rakyat hanyalah isapan jempol belaka, pada kenyataannya tidak pernah terbukti. Penguasa menjalankan kepemimpinannya dengan semena-mena sesuai kepentingan diri dan golongannya yang memiliki modal besar, alhasil rakyat hanya jadi tumbal keserakahan penguasa dan pengusaha.
Untuk menyelamatkan hal ini hanya dengan satu sistem yang baik, yang terbukti pada zaman Rasulullah SAW dan para Khulafaur Rasyidin serta para Khalifah lainnya setelah Rasulullah SAW. Sistem itu adalah khilafah sesuai kabar gembiranya dari Rasulullah SAW, bahwasannya akan ada Khilafah ala min haji nubuwah setelah kekuasaan yang mengigit seperti saat ini, di mana saat ini penguasa bertindak otoriter bahkan untuk suatu pendapat dengan sanksi yang bukan main-main. Pasal-pasal karet telah mereka buat untuk menjerat rakyat, penafsiran suatu aturan terserah pemerintah suka atau tak suka, ridha tak ridha rakyat tak punya pilihan selain mentaatinya.
Kejamnya sistem ini hendaknya membuat kita lebih bersemangat untuk mewujudkan tegaknya khilafah. Jangan takut beramar makruf nahi mungkar karena itu perintah Allah dan Rasul-Nya. Dalam surat Al-Mudatstsir Allah SWT berfirman "Hai orang yang berkemul (berselimut) , bangunlah dan berilah peringatan!"
Kepemimpinan manusia yang serba terbatas, memungkinkan melakukan kesalahan maka dari itu Islam mewajibkan untuk melakukan amar makruf agar manusia selamat di dunia dan akhirat kelak, serta meringankan tugas sang pemimpin. Jangan sampai negeri ini maupun negeri Muslim lainnya hancur karena antikritik sehingga kesalahan dibiarkan. Negara atau pemimpin dan rakyatnya bagai satu kapal dengan tujuan yang sama, jangan sampai kapal tenggelam ketika ada kerusakan saling mendiamkan yang akhirnya hancur bersama.
Mari tegakkan hukumnya dalam bingkai Daulah Khilafah, beradalah dalam barisannya para pejuang amar makruf nahi mungkar. Tak ada hukum yang perlu diperjuangkan selain hukum-Nya.
"Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini-Nya."
Wallahu a'lam. []
Oleh: Titin Kartini
Aktivis Muslimah
0 Comments