Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

KDRT, Buah dari Tercerabutnya Keimanan dalam Kapitalisme


TintaSiyasi.com -- Aksi KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) kembali terjadi. Kali ini terjadi di Depok, Jawa Barat. Tanpa belas kasihan, seorang suami tega memukul sang istri berkali-kali. Ironisnya, penganiayaan tersebut dilakukan sang suami di pinggir jalan di Pangkalan Jati, Cinere disaksikan sang anak yang masih balita dan warga sekitar (Beritasatu.com, 6/11/2022).

Lebih parah lagi, aksi kejam dan biadab dilakukan seorang suami kepada istri dan anaknya di sebuah rumah di Kelurahan Jatijajar, Kecamatan Tapos, Kota Depok, Jawa Barat. Pelaku berinisial RN (31) tega menganiaya istrinya berinisial NI (31) dan membunuh anak perempuannya berinisial KPC (13) menggunakan parang (Liputan6.com, 01/11/2022).

Itulah yang terjadi jika kita tidak bisa menahan emosi kita. Maka setan akan menggoda kita agar bertindak di luar nalar manusia. Jadi, di sinilah dibutuhkan keimanan dan ketakwaan setiap individu agar bisa mengontrol emosinya walaupun dalam keadaan marah sekali pun. Sebab jika kita marah maka terbukalah pintu masuknya setan. Maka penyesalan datang di akhir. Dan ini tidaklah berguna lagi sebab kejadian yang mengerikan sudah terjadi.

Dalam kasus KDRT, perempuan rentan jadi korban. Kasus yang terjadi di Indonesia sudah masuk taraf memprihatinkan. Hasil SPHPN 2016 mengungkapkan beberapa jenis kekerasan yang dialami perempuan, di antaranya yaitu kekerasan fisik (12,3%), kekerasan emosional atau psikologis (20,5%), kekerasan ekonomi (24,5%), kekerasan seksual (10,6%), pembatasan aktivitas oleh pasangan (42,3%) (kemenpppa.go.id).

Berdasarkan hasil SPHPN Tahun 2016 tersebut, mengungkapkan terdapat 4 (empat) faktor penyebab terjadinya kekerasan fisik dan/atau seksual terhadap perempuan yang dilakukan oleh pasangan yaitu faktor individu, faktor pasangan, faktor sosial budaya, dan faktor ekonomi.

Pemerintah melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) sebenarnya telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga guna menyikapi maraknya fenomena KDRT yang terjadi di masyarakat. 

Kemen PPPA juga menginisiasi berbagai program, di antaranya rumah tangga tangguh, menyasar target edukasi pada pasangan-pasangan yang sedang mempersiapkan pernikahan (pranikah), meningkatkan pendidikan, pengetahuan, dan mengubah pola pikir pasangan yang akan menikah tentang konsep keluarga harmonis, dan memberikan edukasi sejak dini kepada anak-anak sekolah. 

Sayangnya, meski upaya telah dilakukan pemerintah, tak bisa dipungkiri bahwa kasus KDRT terus mengalami peningkatan. Komnas Perempuan Andi Yetriani mengatakan bahwa kasus kekerasan terhadap perempuan pada tahun 2021 mengalami peningkatan 2 kali lipat. Menurut data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI-PP) yang diterima mulai Januari sampai Desember 2021 terdapat lebih dari 8 ribu aduan kekerasan terhadap anak dan perempuan. Menteri PPPA Bintang Prayogo pada 2 Desember, melalui kanal youtube LBH Apik Jakarta dalam diskusi Publik Potret Situasi Kekerasan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan Berbasis Gender dan Seksual Tahun 2021 mengatakan kasus kekerasan dalam rumah tangga mendominasi bentuk kekerasan yang paling banyak dilaporkan yaitu 74 persen dari total laporan 8.803 kasus (Tribunnews.com, 11/12/2021).

Melihat upaya pemerintah tersebut, semestinya tidak akan terjadi lagi kasus KDRT. Namun nyatanya, hingga kini tetap saja terus terjadi. Inilah buah dari kehidupan dalam kapitalisme. 

Banyak yang awam dengan istilah kapitalisme. Bahkan banyak yang tidak mengetahui bahwa seluruh dunia hidup dalam kapitalisme. Sistem yang memisahkan agama dari kehidupan sehari-hari. Inilah yang menyebabkan minimnya ilmu agama dan pemahaman tentang hukum syarak. Kapitalisme membuat kita hanya fokus dan sibuk belajar tentang ilmu dunia.

Kapitalisme dengan asas sekulernya telah menghilangkan peran agama dari kehidupan. Sekularisme memisahkan agama dari kehidupan. Akibatnya, masyarakat kosong dari nilai-nilai Islam, kaum Muslim tidak memahami secara utuh ajaran agama Islam. Termasuk dalam pengaturan kehidupan suami istri dalam berumah tangga. Kaum Muslim akhirnya menerima aturan hidup Barat yang nampaknya memperhatikan dan memperjuangkan kaum wanita melalui program kesetaraan gender, emansipasi wanita, pemberdayaan ekonomi perempuan dan lain lain, tapi sebenarnya justru menjerumuskan dan menyengsarakan wanita.

Melalui program-program tersebut, para wanita tereksploitasi secara fisik maupun ekonomi. Mereka berlomba terjun di sektor publik sehingga tidak bisa menjalankan perannya sebagai ummu wa rabbatul bait. Para wanita memiliki penghasilan sendiri sehingga merasa mampu memenuhi nafkahnya sendiri tanpa tergantung pada suami, akibatnya ketaatan pada suami berkurang. Kehidupan sosial yang tidak sehat, juga memicu ketidakharmonisan keluarga dan memicu terjadinya perselingkuhan. Belum lagi penerapan sistem ekonomi kapitalistik yang memberikan kewenangan para kapitalis menjarah milik rakyat, menjadikan para suami sulit mendapatkan penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga, akibatnya para istri juga harus terjun ke sektor publik untuk menopang ekonomi keluarga. 

Kemiskinan dan sulit terpenuhinya kebutuhan asasi rakyat rentan memicu depresi pada rakyat, terutama para kepala keluarga. Mereka harus berpikir ekstra agar segala kebutuhan hidup bisa terpenuhi. Depresi ini mampu mendorong seseorang untuk melakukan tindakan kekerasan. Fakta-fakta seperti inilah sejatinya yang memicu terjadinya KDRT. 

Hal ini sungguh berbeda dalam Islam. Sebagai sebuah agama yang sempurna dan paripurna, Islam memiliki seperangkat aturan untuk mengatur aspek kehidupan manusia. Islam adalah agama lurus yang berasal dari Allah SWT. Bukan hanya mengatur ibadah ritual saja. Namun Islam juga mengatur seluruh aspek kehidupan, termasuk kehidupan rumah tangga suami istri. Islam memiliki pandangan yang khas dalam seluruh aspek kehidupan termasuk urusan rumah tangga. Islam sebagai agama juga sekaligus sebagai solusi tuntas terhadap berbagai masalah yang terjadi di dalam hubungan suami istri. Inilah urgent-nya kita harus hidup dalam sistem Islam kaffah.

Salah satu pemicu KDRT adalah faktor ekonomi. Islam sangat memperhatikan faktor ini. Islam mengatur pemenuhan ekonomi sebagai hak asasi rakyat. Kekayaan alam dalam penguasaan negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat, bukan untuk kepentingan para pengusaha dan penguasa sebagaimana yang terjadi dalam sistem kapitalis. Sehingga tiap keluarga terjamin kebutuhan ekonominya. 

Islam juga menetapkan kepemimpinan suami atas istri dalam rumah tangga. Kehidupan suami istri, ada kalanya terjadi permasalahan yang membuat suasana kurang baik. Untuk itu Allah SWT menetapkan kepemimpinan rumah tangga (qiyadah al bayt) di tangan suaminya. Allah SWT berfirman dalam surat An-Nisa ayat 34 : 

ٱلرِّجَالُ قَوَّٰمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita.”

Adapun jika dalam perjalanan rumah tangga seorang istri membangkang (nusyuz) pada suaminya, maka suami berkewajiban menasihati dan mendidik istrinya dengan penuh kasih sayang. Sebagaimana firman-Nya:

وَٱلَّٰتِى تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَٱهْجُرُوهُنَّ فِى ٱلْمَضَاجِعِ وَٱضْرِبُوهُنَّ ۖ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا۟ عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا

Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka dari tempat tidur mereka dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.” (QS An-Nisa: 4).

Namun demikian suami hanya boleh memberikan sanksi pada istri jika istri melakukan perbuatan dosa atau pelanggaran terhadap hukum syarak karena tanggung jawab suami sebagai qawwam, yaitu pemimpin rumah tangga, pihak yang bertanggung jawab atas pengaturan dan pemeliharaan urusan rumah tangganya agar tetap berada dalam koridor syariat. Dan pukulan yang dimaksud adalah pukulan ringan yang tidak membahayakan atau menyakiti istrinya. Apalagi sampai menghilangkan nyawa. 

Walau begitu, suami tidak boleh bertindak otoriter atau seperti seorang penguasa yang tidak bisa dibantah. Akan tetapi kepemimpinan suami di dalam rumah tangga adalah membimbing, mengatur, mendidik dan memelihara urusan-urusan rumah tangga untuk senantiasa taat pada aturan Allah SWT. 

Dengan demikian, ada hak suami untuk melakukan tindakan fisik kepada istri dengan batasan yang ketat. Hal itu tidak bermaksud untuk menjatuhkan istri dalam kondisi yang membahayakan. Sebaliknya suami mempunyai kewajiban untuk menjaga, melindungi istri dari berbagai ancaman yang membahayakan.

Islam juga menjadikan hubungan suami istri sebagai hubungan yang mulia. Ikatan yang dibangun adalah karena Allah SWT. Meski suami adalah kepala rumah tangga, hubungan suami istri bukan hubungan kemitraan seperti hubungan antara atasan dan bawahan. Hubungan suami istri dalam keluarga adalah hubungan persahabatan yang masing-masing memberikan kedamaian dan ketentraman satu sama lain. Untuk itu, syariat Islam menjelaskan hak dan kewajiban yang harus ditunaikan keduanya.

Suami sebagai kepala rumah tangga tidak hanya berkewajiban mencukupi nafkah, suami juga mempunyai kewajiban memperlakukan istri secara makruf (kasih sayang). Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasûlullâh SAW telah bersabda, 
Orang yang paling baik diantara kamu adalah yang paling baik perlakuannya terhadap istri-istrinya.

Di sisi lain, istri memiliki kewajiban untuk taat kepada suami. Bahkan Islam menempatkan ketaatan istri kepada suami adalah ketaatan kedua setelah taat kepada Allah dan Rasul-Nya.

Dalam Islam jika ada pihak, baik suami atau istri melakukan tindakan fisik tanpa hak kepada pasangan/keluarganya maka Islam mengkategorikannya sebagai jarimah (kriminalitas). Maka negara akan memberikan sanksi terhadapnya sesuai dengan ketentuan syariat-Nya. Bentuk sanksinya bisa berupa uqubat, hudud, takzir, jinayah dan mukhalat. Itulah sanksi bagi para suami atau istri yang melakukan tindak kekerasan dalam rumah tangga. Islam pun tak akan membiarkan perilaku jarimah meski ada dalam domestik di dalam rumah tangga. Sanksi tersebut dipastikan berjalan sesuai keadilan karena penegakkannya berlandaskan keimanan dan ketakwaan pada Sang Pembuat Aturan, Allah Azza wa Jalla

Untuk menjaga keimanan dan ketakwaan individu maka suami istri haruslah selalu mendekatkan diri kepada Allah dengan cara terus mengkaji Islam. Dengan ini bisa menjaiga kewarasan setiap pasangan. Dan juga harus ada kontrol dari masyarakat untuk selalu mengingatkan saudaranya yang sudah melanggar hukum syarak agar tetap terjaga keimanan tersebut. Serta juga harus ada kontrol dari negara yang memberikan fasilitas terbaik untuk rakyatnya agar mgereka selalu berada dalam koridor ketaatan kepada Allah SWT. 

Yang paling mendasar adalah, KDRT terjadi karena tercerabutnya keimanan dalam kapitalisme. Jadi, hanya dengan kembali diterapkannya sistem Islam kaffah maka KDRT akan terselesaikan dan tidak akan ada korban baru lagi akibat tidak mampunya suami istri dalam mengendalikan emosinya. Sebab mereka akan berpikir panjang untuk melakukan tidak kekerasan. 

Dengan keimanan dan ketakwaan pada Allah dalam bingkai sistem Islam kaffah, tidak akan ada lagi KDRT seperti pada kapitalisme sekuler saat ini, yang ada adalah keluarga-keluarga yang sakinah, mawadah warahmah

Wallahu a’lam bishshawab. []


Oleh: Ima (Ummu Ziya)
Sahabat Muslimah Rindu Jannah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments