Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Indonesia Presidensi G20, Akankah Menuju Indonesia Maju?


TintaSiyasi.com -- Pada hari Rabu, 16 November 2022, Presiden Joko Widodo secara resmi menutup Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali. Presidensi Indonesia yang dipimpin oleh Presiden RI Joko Widodo pun dibanjiri pujian dari para tamu, karena sukses menggelar KTT G20 di tengah tantangan global saat ini. Amerika Serikat misalnya, melalui akun resmi Presiden AS, Joe Biden mengapresiasi kepemimpinan Joko Widodo yang dinilai mampu mendorong dialog untuk kepentingan semua warga dunia. Selain itu, Joe Biden juga mengatakan bahwa Indonesia adalah rekan yang aktif dan krusial bagi AS. Hal yang sama pun disampaikan petinggi negara lain seperti, Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova, Perdana Menteri Australia Anthony Albanese, Sekertaris Jenderal PBB Anthonio Guterres dan beberapa petinggi negara lainnya yang ikut serta dalam konferensi tersebut (Kompas, 16/11/2022).

KTT G20 Indonesia dihadiri 17 kepala negara dan kepala pemerintahan, serta tiga Menteri Luar Negeri yaitu dari Rusia, Brasil dan Meksiko. Tidak tanggung-tanggung, untuk dua hari kegiatan pemerintah sampai mengeluarkan anggaran mencapai Rp674 miliar. Hal ini dijelaskan langsung Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan. Nilai yang cukup fantastis untuk dua hari kegiatan. 


Bangga KTT G20 Indonesia Sukses?

Sebagai tuan rumah ada rasa bangga atas suksesnya kegiatan KTT G20 di Nusa Dua, Bali. Bagaimana tidak, perlu diketahui bahwa Indonesia adalah satu-satunya negara dari Asia Tenggara yang tergabung dalam keanggotaan G20. Hanya di KTT G20 2022, para tamu disambut dengan ciri khas budaya Indonesia, yaitu menyambut tamu dengan ramah-tamah serta dijamu layaknya seorang raja. Lagu daerah, tari-tarian adat dan budaya Indonesia diperkenalkan kepada dunia dan ditampilkan langsung di depan orang nomor satu dari negara lain. Tidak hanya itu, walaupun hanya bisa hadir secara virtual, Elon Musk orang terkaya di dunia nampak mengenakan batik Bomba khas Sulawesi Tengah. Tentu saja hal ini menjadi suatu kebanggaan bagi Indonesia khususnya Sulawesi Tengah. Sehingga tidak heran, jika pemberitaan tentang Elon Musk mengenakan batik Bomba menjadi viral di jagat maya. Ya, wajar saja jika Indonesia sampai dibanjiri pujian. Selain itu, dengan suksesnya penyelenggaraan KTT G20 Indonesia, semakin banyak pula investor yang menawarkan diri dan siap menjalin kerja sama dengan Indonesia. Hal inilah yang diharapkan pemerintah Indonesia agar pembangunan dalam negeri terus berjalan menuju Indonesia maju.

Lantas, apakah kita patut berbangga atas suksesnya KTT G20 Indonesia? Lalu, keuntungan apa yang akan didapatkan masyarakat?


KTT G20 Indonesia Adalah Sebuah Keuntungan?

Bagi sekelompok masyarakat pasti akan merasa bangga atas suksesnya KTT G20 di Bali. Namun, ada pula yang beranggapan bahwa pelaksanaan KTT G20 Indonesia yang begitu mewah dianggap suatu pemborosan dan menambah utang negara. Dilansir oleh Kompas.com (14/11/2022), ada lima manfaat KTT G20 bagi Indonesia. 

Pertama, manfaat dalam segi ekonomi. Dalam sisi ekonomi diproyeksikan akan mampu meningkatkan konsumsi domestik mencapai Rp1,7 triliun, dapat menyerap tenaga kerja sekitar 33 ribu diberbagai sektor, PDB bertambah hingga Rp7,4 triliun, dan UMKM pun ikut terlibat.

Kedua, manfaat disektor pariwisata. KTT G20 berkontribusi dalam meningkatkan wisatawan mancanegara. Diperkirakan wisatawan mancanegara dapat mencapai 1,8 juta sampai 3,6 juta wisatawan. Lapangan kerja baru pun dapat terbuka mencapai 600 ribu sampai 700 ribu disektor kuliner, kriya dan fashion. Tak hanya itu, rangkaian kegiatan KTT G20 juga melibatkan UMKM yang menyerap tenaga kerja sekitar 33 ribu orang.

Ketiga, manfaat dalam sektor UMKM. Dengan adanya kegiatan ini bisa mendorong investasi UMKM dalam negeri.

Keempat, manfaat untuk masyarakat lokal. Rangkaian kegiatan G20 membawa pengaruh besar bagi Indonesia khususnya masyarakat di Bali. Hospitality business kembali hidup setelah terdampak pandemi Covid-19.

Kelima, manfaat dalam sektor kesehatan. Dalam konferensi tersebut ada tiga hal yang dibahas terkait bidang kesehatan. Sistem ketahanan kesehatan global, pengembangan pusat studi serta manufaktur untuk pencegahan dan persiapan atau respons terhadap krisis kesehatan yang akan datang.


Wacana Fatamorgana

Kelima manfaat ini sekilas diperhatikan sepertinya menguntungkan, tetapi ini berlaku bagi mereka yang berpikir materialistis yang memiliki paham kapitalisme. Namun, adakah terlintas dipikiran mereka, disaat pemerintah menganggap dana pensiun PNS dan subsidi BBM adalah beban APBN, justru pemerintah mampu menyelenggarakan konferensi yang terbilang mewah, dengan anggaran yang sangat fantastis untuk dua hari kegiatan. Sehingga wajar jika ada sekelompok masyarakat yang menganggap kegiatan tersebut adalah pemborosan, karena pembiayaan kegiatan tersebut diambil dari dana APBN yang merupakan hasil pungutan pajak dari masyarakat. 

Hasil pembahasan konferensi tersebut pun masih sebatas wacana yang belum tentu terlaksana. Hanya seperti fatamorgana yang kelihatannya indah dalam benak namun, realitanya begitu sulit untuk dijadikan nyata. Lihatlah sudah berapa program investor yang ingin membantu membuka lapangan pekerjaan di Indonesia, namun pada faktanya angka pengangguran masih terbilang tinggi. Bahkan, saat ini Indonesia sedang marak kasus PHK massal. Adakah mereka membahas kasus ini dalam kegiatan tersebut? Tentu saja tidak, karena yang ditampilkan hanyalah yang indah-indah saja, kekayaan alam Indonesia misalnya. Mereka hanya tergiur dengan SDA Indonesia, tetapi mereka tidak mau tahu menahu perkara terpuruk apa yang sedang dialami Indonesia. Lihatlah bumi Cendrawasih, bertahun-tahun lamanya bahkan sampai saat ini teror KKB Papua masih saja menghantui daerah tersebut. Sudah banyak prajurit negara, pekerja dan warga sipil yang menjadi korbannya. Namun, adakah mereka membahas terkait hal tersebut? Tentu saja tidak!


Penjajahan Secara Halus

Pemerintah memang memiliki dalih dengan adanya KTT G20 di Indonesia akan memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya pada lima manfaat G20 bagi Indonesia. Jika demikian, lalu mengapa pemerintah terus menerus menarasikan ancaman resesi 2023? Menebar rasa takut bagi kaum buruh, ancaman PHK besar-besaran, melambungnya harga sejumlah bahan pokok dan lain-lain. Bukannya mengatasi ancaman resesi tersebut, justru malah menakuti-nakuti rakyatnya. 

Selain itu, baru-baru ini empat negara maju dan pemerintah Indonesia telah menyetujui dihapusnya utang negara Indonesia dengan metode debt swap. Ya, dengan dalih yang sama mereka menyetujuinya karena akan memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia. Lantas, apa yang perlu dikhawatirkan pemerintah jika semua itu bisa menyelamatkan perekonomian Indonesia dari ancaman resesi? Lalu untuk apa mereka terus menerus menarasikan ancaman resesi? 

Selain itu, G7 yang juga masuk dalam keanggotaan G20, beberapa di antaranya adalah negara yang pernah menjajah Indonesia, negara yang memiliki paham sekularisme kapitalis. G7 adalah negara adidaya yang memiliki kekuatan yang dapat memengaruhi negara-negara berkembang bahkan memiliki kuasa untuk mengatur tatanan negara berkembang. Sehingga, rasanya mustahil jika negara adidaya ini akan membantu pembangunan negara-negara berkembang dengan tulus dan ikhlas, jika tidak ada maksud dan tujuannya. Dengan iming-iming investasi dan kerja sama, negara berkembang pun tergiur dengan keinginan mereka. Lalu melupakan bahwa mereka pernah dijajah secara fisik demi menguasai kekayaan alamnya termasuk Indonesia. 

Tidakkah pemerintah sadari, negara-negara adidaya tidak lagi menjajah secara fisik, tetapi mereka memakai siasat yang lebih halus, yaitu menyerang pemikiran mereka. Memengaruhi pemikiran mereka agar kembali diterima sebagai negara sahabat. Dengan iming-iming investasi dan kerja sama, pintu pun terbuka selebar-lebarnya bagi siapa pun yang siap menjalin kerja sama dengan Indonesia. Kenyataannya, apa yang mereka sampaikan hanyalah pemanis belaka dan pada akhirnya buah investasi akan berujung pada bertambahnya utang negara, lingkungan semakin rusak, kekayaan negeri pun semakin dijarah. Tak hanya itu, hukum di dalam negeri pun tak lagi memihak pada masyarakat. Undang-Undang yang berlaku lebih menguntungkan para oligarki, lalu tinggallah masyarakat menjadi korbannya. Lihatlah bagaimana UU Ciptaker dan Omnibus Law yang begitu nampak lebih membelah pemilik modal atau pihak perusahaan dibandingkan dengan para kaum buruh. 

Beginilah penampakan buah dari pemikiran sekularisme kapitalis. Sebagai warga negara Indonesia ada rasa bangga tanah kelahirannya makin dikenal dunia. Namun miris, di saat banyak investor asing masuk lewat konferensi KTT G20, justru malah dianggap sebagai prestasi dan pencapaian besar sesuai harapan Indonesia, katanya. Padahal menerima mereka sama saja telah mengundang musuh untuk menjajah dan menjarah negeri ini.

Pesta yang diadakan pun begitu luar biasa mewah, lalu melupakan masih banyak warganya hidup dalam kesusahan bahkan disaat lagi maraknya PHK massal. Ya, semua karena materi belaka, rela mengorbankan negaranya dijajah dan dijarah. Jika melihat kondisi Indonesia, yang saat ini sedang berusaha bangkit dari dampak wabah Covid-19, pemerintah bisa saja menolak sebagai Presidensi dan tuan rumah KTT G20 atau lebih baik keluar dari keanggotaan G20. Namun hal tersebut akan sulit rasanya dilakukan, karena negeri ini pun telah terkontaminasi sistem sekularisme kapitalis. Sistem yang menolak agama dalam hal ini agama Islam masuk ke dalam ranah politik, ekonomi, kesehatan, pendidikan bahkan bernegara. Tujuan mereka hanyalah untuk sukses urusan duniawi, dalam segi materi khususnya. Sistem yang tidak menafikan adanya keberadaan Tuhan, namun mereka mengakuinya hanya sebagai status individu.

Lantas, jika dengan memakai pemahaman yang seperti ini, bagaimana suatu negara bisa maju dan sukses baik dunia maupun akhirat jika ia menafikan keberadaan Tuhan dalam urusan bernegara? Secara dunia dan dalam pandangan kacamata manusia suatu negara bisa saja dikatakan maju, tetapi belum tentu ia maju dan sukses dalam pandangan Allah.


Menjadi Negara Sukses Dunia Akhirat dengan Islam

Menjadi negara maju dan sukses adalah harapan setiap negara. Namun, apalah artinya menjadi negara maju dan sukses jika hanya ingin dilihat manusia, hanya diakui di dunia, tetapi tidak sukses dalam pandangan Allah, tidak sukses dalam mencapai urusan surgawi. Dan untuk mencapai hal itu, negeri ini harus berusaha keluar dari cengkeraman kapitalis Barat. Meninggalkan sifat ketergantungan terhadap negara-negara maju yang hanya bisa mengandalkan kekuatannya sebagai negara adidaya, yang katanya bersedia membantu sebagai investor, padahal hanya ingin menjajah secara halus. 

Satu hal yang perlu diketahui, bahwa peradaban Islam pernah berjaya di muka bumi ini. Islam bukan hanya sekadar agama yang mengatur urusan individu dengan Tuhannya, tetapi juga mengatur di setiap aspek kehidupan, termasuk dalam urusan bernegara. Islam bukan hanya sekadar agama, namun Islam juga sebagai ideologi di mana sumber hukumnya bersumber dari Al-Qur'an dan As-Sunah, berasal dari Akal Yang Maha Sempurna, yaitu Allah SWT. 

Inilah mengapa Islam dulu menjadi mercusuar peradaban di dunia, bahkan Barat pun mengakuinya. Salah satunya Emmanuel Deutscheu, Cendekiawan Barat asal Jerman. Ia mengatakan, "Semua ini (yakni kemajuan peradaban Islam) telah memberikan kesempatan baik bagi kami untuk mencapai kebangkitan dalam ilmu pengetahuan modern. Karena itu sewajarnyalah kami senantiasa mencucurkan airmata tatkala kami teringat akan saat-saat jatuhnya Granada." (Al-Wa'ie edisi Februari 2022 : 15). Granada merupakan kekhilafahan terakhir di Andalusia yang jatuh ke tangan kafir Barat.

Selain itu, mantan Presiden Amerika Serikat Barack Obama pun mengakui peradaban Islam yang gemilang. Melalui pidatonya pada 5 Juni 2009. Ia mengatakan bahwa peradaban berutang besar terhadap Islam, contohnya saja Universitas Al-Azhar sebagai pengusung lentera ilmu berabad-abad lamanya. Barack Obama juga mengakui bahwa Islam menjadi bagian riwayat AS. (Republika, 20/06/2009).

Untuk itulah agar negeri ini bisa maju sukses dunia dan akhirat umat muslim harus bangkit dan bersatu melepaskan diri dari cengkeraman Barat. Berani menentang dan menolak sistem pemerintahan lain yang tidak berideologikan Islam. Mengganti sistem kufur Barat dengan sistem Islam, yaitu khilafah. Dengan khilafah tidak akan ada lagi istilah negara adidaya, tidak akan ada lagi sekat pembatas antara negara maju dan negara berkembang. Tidak akan ada lagi istilah negara maju dapat mempengaruhi dan mengatur tatanan negara berkembang apalagi menguasai kekayaan alamnya.

Dengan khilafah, ikatan ukhuwah umat Islam akan makin kuat dalam menegakkan syariat Islam secara kaffah, yang akan mengelolah sendiri kekayaan alamnya untuk kemaslahatan umat. Sehingga khilafah tidak memerlukan konferensi dengan negara-negara yang berideologi di luar Islam untuk membantu Daulah Khilafah, karena sejatinya khilafah adalah negara yang mandiri, kuat, maju dan sukses dunia dan akhirat. Dengan demikian Islam akan kembali gemilang, mejadi mercusuar peradaban dunia, sebagaimana dulu Islam pernah berjaya di 2/3 dunia selama 13 abad lamanya. Allahu Akbar!

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Nur Hajrah MS
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments