Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Ilusi Sejahtera Pendidikan Vokasi


TintaSiyasi.com -- Masalah ketenagakerjaan masih menjadi permasalahan pelik di negeri ini. Banyaknya orang-orang yang berpendidikan dan berijazah tidak lantas menjamin seseorang untuk mudah mendapatkan pekerjaan. Tidak sedikit dari kita “terpaksa” bekerja di bidang yang bukan menjadi latar belakang pendidikan.

Pendidikan vokasi menjadi hal yang dilirik karena lulusan vokasi katanya cepat mendapatkan pekerjaan dikarenakan pada tataran teknis mereka unggul dan siap pakai oleh industri. Namun apakah pendidikan vokasi ini menjamin kesejahteraan atau hanya menjadi sarana pembajakan dan pemerasan intelektual hanya demi kepentingan industri kapitalis hari ini?

Iming-iming gaji tinggi menjadi senjata pamungkas hari ini untuk membuat para pekerja ini bertahan meski ritme dan lingkungan perusahaan tidak lagi mendukung. Kenaikan UMP menjadi angin segar bagi para pekerja seperti yang dijanjikan Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan memastikan bahwa pada 2023 mendatang, Upah Minimum Provinsi atau UMP 2023 akan mengalami kenaikan. Namun, Ida Fauziyah selaku Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) belum membocorkan nilai kenaikan UMP 2023 mendatang (Tempo.co, 31/10/2022).

Di sisi lain bayang-bayang PHK mulai menghantui, sebut saja perusahaan besar sekelas Philips yang memutuskan akan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), menyusul anjloknya penjualan akibat penarikan ventilator dan peralatan medis dari pasar. Jumlah pekerja yang bakal terkena PHK mencapai 4.000 orang (Kumparan.com, 24/10/2022).

Janji UMP naik tidak menjadi jaminan pekerja memiliki kondisi yang stabil sebab sulitnya bisnis untuk bangkit pasca pandemi membawa kita pada realita bahwa setiap orang berpotensi untuk kehilangan mata pencaharian.

Benarkah pendidikan vokasi menjadi solusi badai PHK? Atau malah semakin menambah PR bagi institusi pendidikan bagaimana menyiapkan peserta didik bisa menjadi tenaga ahli, bukan sekedar tenaga teknis yang akan tergerus dalam pusaran persaingan dunia kerja hari ini.

 
Gaji Bukan Penunjang Kesejahteraan

Pendidikan vokasi sejatinya hanya mencetak tenaga kerja teknis bukan tenaga ahli, yang tentunya standar gajinya tidaklah tinggi. Pada faktanya sejahtera tidak hanya ditentukan dari gaji saja sebab tingginya dan mahalnya kebutuhan hidup hari ini sangat sulit menjadikan kesejahteraan jauh panggang dari api. Seringkali tidak sejalan antara kenaikan upah yang juga diiringi dengan kebutuhan pokok.

Berbicara tentang kesejahteraan, ada banyak faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan berdasarkan standar BPS terdiri dari beberapa poin berikut: konsumsi atau pengeluaran rumah tangga; keadaan tempat tinggal; fasilitas tempat tinggal; kesehatan anggota keluarga; kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan; kemudahan memasukkan anak kepada jenjang pendidikan.

Salah satu yang menonjol adalah sulitnya mendapatkan pendidikan terbaik dengan biaya yang relatif terjangkau bagi masyarakat menengah ke bawah. Alih-alih memperbaiki nasib justru selepas kuliah malah menjadi pengabdi industri yang minim kesejahteraannya namun harus tetap bekerja dikarenakan tuntutan kebutuhan hidup yang tidak murah.

Janji kenaikan UMP juga tidak akan membuat sejahtera, karena kapitalisme memiliki standar pengupahan yang memang tak memungkinkan hidup sejahtera. Kapitalisme memandang manusia layaknya mesin produksi tak kenal lelah untuk menopang kehidupan para kapitalis (pemilik modal). Maka tak heran fenomena perbudakan modern kepada para buruh.

Ditambah dengan situasi ekonomi yang dalam bayang-bayang ancaman resesi, PHK bisa jadi akan terelakkan lagi. Yang tentunya akan beresiko terhadap lulusan pendidikan vokasi 

 
Sistem Islam: Sejahtera Itu Nyata Bukan Ilusi

Pada dasarnya, Islam memandang bahwa manusia memiliki kebutuhan dasar yang wajib dipenuhi. Jika kebutuhan kebutuhan dasar ini tidak terpenuhi, bisa dipastikan akan menimbulkan masalah dalam kehidupannya.

Pada perspektif ekonomi, Islam memandang negara adalah pihak yang berkewajiban menjaga dan memastikan setiap individu masyarakat untuk bisa mengakses kebutuhan dasar tersebut, baik kebutuhan pokok berupa barang, seperti sandang, pangan, dan papan; maupun dalam bidang jasa, seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan.

Islam memandang pendidikan, kesehatan, dan keamanan adalah kebutuhan mendasar bagi setiap rakyatnya. Kebutuhan pokok berupa pangan, sandang, dan papan dijamin pemenuhannya oleh negara.

Adapun pemenuhan kebutuhan jasa pendidikan, kesehatan, dan keamanan dipenuhi negara secara langsung kepada setiap individu rakyat. Hal ini karena pemenuhan terhadap ketiganya termasuk masalah “pelayanan umum” (riayatu asy syu-uun) dan kemaslahatan hidup terpenting.

Negaralah yang harus mewujudkan semua pemenuhan kebutuhan tersebut agar dapat dinikmati seluruh rakyat, baik Muslim maupun non-Muslim, miskin atau kaya. Seluruh biaya yang diperlukan ditanggung oleh Baitul Mal.

Pendapatan yang diperoleh negara akan dikumpulkan di Baitul Mal, lalu dikelola dan distribusikan untuk keberlangsungan dan kemaslahatan masyarakat. Ini semua dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab negara dalam melakukan pengurusan rakyat.

Negara yang bisa menjalankan hal ini ialah hanya institusi negara kuat dan tidak ada intervensi dari pihak luar (asing/aseng). Berdasarkan catatan sejarah, hanya institusi khilafah yang telah mampu menerapkan sistem ekonomi Islam secara kaffah. Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Nurhayati, S.S.T.
Pemerhati Kebijakan Publik
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments