TintaSiyasi.com -- Beberapa hari yang lalu warga Kalideres, Jakarta Barat digemparkan oleh bau busuk yang merebak dari sebuah rumah di kawasan Perumahan Citra Garden 1 Extension. Warga bersama ketua RT setempat mencari sumber bau dan menemukan 4 mayat di dalam rumah yang tertutup rapat dengan kondisi yang membusuk, salah satunya bahkan sudah mengering dengan posisi duduk selonjoran bersandar pada dinding. Diketahui, keempat mayat tersebut adalah kepala keluarga, Rudyanto Gunawan (71), istri Rudyanto, K. Margaretha Gunawan (68), anak Rudyanto, Dian (42), dan adik ipar Rudiyanto, Budyanto (68).
Banyak pihak perspekulasi mengenai sebab kematian sekeluarga tersebut. Karena kelaparan atau karena sikap menutup diri dan antisosial. Mengutip dari Republika.co.id (12/11/2022), ketua RT setempat, Tjong Tjie Xian alias Asiung yang rumahnya berhadapan dengan rumah keluarga Rudyanto, membenarkan jika warganya tersebut memang tidak pernah mengikuti kegiatan sosial dan keagamaan di lingkungan RT. Begitu pula dengan hubungan dengan keluarga besarnya pun sangat renggang, rentang waktunya hingga tahunan.
Asiung mengatakan bahwa beberapa bulan sebelumnya dirinya mendapat surat dari PLN soal tunggakan bayar listrik keluarga tersebut. Asiung lalu mengkonfirmasi hal itu kepada DF (42), anak dari keluarga tersebut dan mengingatkan agar membayar listrik supaya tidak diputus. Karena DF tidak menindaklanjuti, akhirnya Asiung membayar ke PLN Rp 300 ribu. Namun DF meminta supaya gak usah dibayar lagi, diputus juga gak apa-apa, nanti jika butuh pasang lagi, dirinya akan daftar ke PLN. Akhirnya pihak PLN melakukan ceklis satu.
Islam Membangun Pola Interaksi yang Sehat
Sikap menutup diri dan antisosial menurut pakar psikolog forensik, Reza Indragiri Amriel bukan merupakan akibat dari kematian satu keluarga tersebut. Reza menganggap timbulnya sikap enggan bersosialisasi adalah sebagai akibat dari lingkungan tempat tinggal mereka yang mungkin masuk kategori tidak aman. Apalagi melihat ukuran tembok yang tinggi dan mereka enggan membuka pagar terlalu sering. "Bisa jadi itu (sikap enggan bersosialisasi) cara adaptasi yang bersangkutan terhadap situasi yang justru bermasalah", ujarnya
Begitulah potret buram masyarakat sekuler. Pola interaksi yang dibangun di antara mereka sudah sangat individualistik, jauh dari nilai agama dan kemanusiaan. Seorang ketua RT pun tidak dapat memaksa jika ada warganya yang tidak mengikuti kegiatan sosial dan keagamaan dalam rentang waktu lama. Sikap menutup diri, enggan bersosialisasi, sibuk dengan urusan sendiri, kurang empati, dan enggan menyapa di antara sesama. Sikap-sikap buruk ini tentu akan mengikis rasa kepedulian, menciptakan kesalahpahaman, sudah tentu dapat menimbulkan banyak masalah.
Maha benar Allah yang telah menurunkan seperangkat aturan kehidupan melalui lisan Rasul-Nya, Muhammad SAW. Aturan yang menjamin kelestarian hidup manusia, menjaga keharmonisan dengan memupuk rasa kepedulian dan kemanusiaan. Allah berfirman dalam Al-Qur'an Surat Al-maidah ayat 2, "Dan tolong-menolonglah kamu dalam kebaikan dan takwa dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran."
Manusia mempunyai keterbatasan, akan senantiasa menemui suatu urusan yang tidak dapat diselesaikannya sendiri. Oleh sebab itu interaksi sosial harus terus dibangun. Empat belas abad yang silam Rasulullah telah memberikan arahan dalam melestarikan interaksi sosial dengan memperhatikan adab-adab bertetangga, di antaranya adalah saling menyapa, tidak mengganggu, saling memaafkan, menghindari sifat dendam dan kebencian, saling tolong-menolong, menjenguk jika sakit, turut berbela sungkawa jika terkena musibah, dan turut berbahagia atas kegembiraannya.
Dengan memperhatikan dan menjalankan adab-adab bertetangga maka akan terbangun pola interaksi sosial yang sehat. Setiap orang selalu berbaik sangka dan berpikir positif terhadap orang lain. Antara teman, tetangga, saudara seagama, sebangsa, dan sesama manusia. Maka nuansa yang tercipta adalah hubungan yang jauh dari was-was, kekhawatiran, kecurigaan, dan ancaman, baik ancaman fisik maupun nonfisik.
Peran negara sangatlah besar dalam menentukan kondisi lingkungan masyarakat. Sistem yang diterapkan oleh negara, apakah kondusif ataukah justru menstimulasi berbagai tindak kriminalitas dan pelanggaran. Apalagi femokrasi kapitalisme menciptakan suasana yang membuat pemimpin sibuk memperkaya diri dan kurang peduli dengan nasib warganya. Wajarlah sebuah keluarga, seperti keluarga Rudyanto dilanda depresi dan putus asa karena memendam banyak masalah.
Terbentuknya masyarakat yang beradab haruslah didukung pula oleh sistem negara yang solid. Yakni sistem yang mampu membangun rasa kepedulian terhadap nasib setiap individu rakyatnya dan mampu membangun pola interaksi yang sehat. Sistem yang juga mampu mencetak aparatur negara terpercaya, sehingga setiap warga optimis dengan hidupnya karena rasa tenang dan tenteram. Dengan inilah maka tidak akan ditemui sebuah keluarga yang dilanda putus asa dengan berbuat sesuatu yang dapat mengancam jiwa dan kehidupannya. Sistem yang dimaksud adalah sistem kekhilafahan yang menjalankan roda pemerintahannya demi menunaikan hak-hak warganya untuk memperoleh kemudahan hidup.
Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Liyah Herawati
Kelompok Penulis Peduli Umat
0 Comments