Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Diskriminasi Dunia Pendidikan dan Arah Pemuda Kini

TintaSiyasi.com -- Pendidikan vokasi menurut Wikipedia ialah pendidikan tinggi yang menunjang pada penguasaan keahlian terapan tertentu, meliputi program pendidikan Diploma (diploma 1, diploma 2, diploma 3, diploma 4) yang setara dengan program pendidikan akademik. Lulusan pendidikan vokasi akan mendapatkan gelar vokasi, komposisi kurikulumnya 60% praktik dan 40% teori yang tujuannya untuk membekali peserta didik dengan keahlian terapan atau praktik. Sementara biaya pendidikan vokasi lebih mahal dibandingkan dengan sarjana dikarenakan adanya praktek yang membutuhkan biaya lebih. Dalam kenyataan di dunia kerja, besaran upah yang diterima oleh lulusan pendidikan vokasi justru lebih kecil dibandingkan dengan lulusan sarjana. Hal ini menjadikan pendidikan vokasi jarang diminati oleh para peserta didik karena pendidikan vokasi dianggap sama dengan lulusan SMK. 

Saat ini, dalam dunia kerja kebutuhan akan tenaga terampil salah satunya lulusan dari pendidikan vokasi. Sayangnya arah pendidikan saat ini hanya untuk menyediakan tenaga kerja bagi perusahaan-perusahaan swasta yang tentunya orientasinya hanya untuk meningkatkan keuntungan perusahaan semata. Dalih bahwa perusahaan membina sekolah kejuruan sejatinya hanya untuk memenuhi kebutuhan perusahaan dengan meminimalisir pelatihan kerja atau training yang memakan waktu dan biaya, sementara kebutuhan pasar tidak bisa menunggu lama.

Sejauh ini, para pelajar akan lebih memilih melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi dikarenakan upah sarjana yang lebih besar dibandingkan dengan upah pekerja yang berasal dari pendidikan vokasi. Hal ini sejalan dengan kebutuhan masyarakat yang terus meningkat dan harga-harga kebutuhan yang terus naik. Bahkan naiknya berbagai kebutuhan pokok nyatanya tidak dibarengi dengan naiknya upah yang sesuai dengan naiknya harga kebutuhan.

Pemerintah juga tidak memiliki peraturan yang tegas dalam mengendalikan besaran upah akibat dari sistem yang hanya berorientasi pada materi sementara pemerintah hanya sebagai pengatur kebijakan yang tumpuannya adalah keputusan para kapital sehingga kesejahteraan rakyat yang sesungguhnya tidak akan pernah tercapai. Meskipun upah setiap tahun mengalami kenaikan akan tetapi tidak akan pernah dapat mencukupi seluruh kebutuhan hidup. Ditambah dengan pendidikan dan kesehatan yang sejatinya adalah tanggungjawab negara yang kini pengelolaannya diserahkan kepada swasta, sehingga beban hidup masyarakat semakin berat ditengah sulitnya mencari pekerjaan dan kehidupan yang layak.

Selanjutnya penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) yang sama sekali tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Tujuan ditetapkannya UMP adalah untuk menetapkan standar pengupahan agar pelaku usaha tidak sewenang-wenang dalam menentukan upah pada para pekerjanya. Sistem kapitalisme yang berprinsip pada pengorbanan sekecil-kecilnya untuk mendapatkan hasil sebesar-besarnya, maka perusahaan akan melakukan berbagai cara agar mendapatkan keuntungan yang besar yang salah satunya dengan memberikan upah kecil kepada para pekerjanya. Apalagi negara tidak boleh campur tangan dalam semua kegiatan ekonomi yang bertujuan untuk mencari keuntungan selagi kegiatan tersebut sah dan sesuai dengan peraturan yang berlaku (Rozalianda dalam Ekonomi Islam: Teori dan Aplikasinya Pada Aktivitas Ekonomi, Rajawali Pers, 2014).

Dengan sistem semacam ini maka kesejahteraan hanya akan menjadi impian. Kesejahteraan hanya diwakili oleh para wakil rakyat saja, sementara para rakyatnya akan diperas habis-habisan untuk memenuhi kebutuhan para kapital. Peran negara nihil kecuali dalam ranah yang mendatangkan keuntungan materi, sementara pemeliharaan negara atas masyarakat yang kurang mampu hanya sebatas membantu ala kadarnya agar negara terlihat memiliki peran dalam mengentaskan kemiskinan. Subsidi yang menjadi hak rakyat saja dianggap menjadi beban negara. Sungguh menyedihkan menjadi masyarakat dalam sistem kapitalisme, dimana rakyat dikorbankan untuk memperkaya para pemilik modal. 

Hanya dalam sistem Islam, kesejahteraan sejati akan terwujud secara nyata. Masyarakat akan mendapatkan hak-haknya sebagai warga negara, baik itu mendapatkan pendidikan, kesehatan, pekerjaan yang baik serta upah yang layak karena negara akan mengatur sesuai dengan hukum yang berasal dari Sang Pencipta. Karena hanya dalam sistem Islam saja segala sesuatu yang menyangkut hajat hidup manusia maka pengelolaannya akan diserahkan kepada negara untuk dikelola dengan sebaik-baiknya dan hasilnya untuk kesejahteraan umat tanpa harus mematok harga tinggi.

Para pekerjanya pun akan mendapatkan upah yang layak karena pekerja merupakan satu kesatuan dalam suatu aktivitas produksi sehingga tidak akan ada kesenjangan upah. Sementara pendidikan yang berkualitas dan gratis akan membuat manusianya tidak akan berorientasi hanya pada pekerjaan dengan upah yang banyak. Kesehatan juga menjadi tanggungjawab negara, sehingga tidak akan ada beban biaya kesehatan ketika para pekerja menerima upah. Upah adalah murni hasil kerja keras dan keterampilan para pekerja karena kesejahteraan hari tua juga dijamin oleh negara. Manusianya akan menjadi manusia yang berkualitas yang tidak hanya berorientasi pada materi akan tetapi orientasinya jauh kepada orientasi akhirat.

Suasana keimanan akan terus terpupuk sehingga para pemilik perusahaan akan menjadikan pekerja sebagai rekan sementara itu para pekerja tidak akan ada yang merasa terzalimi akibat mekanisme upah minimum yang tidak adil. Sementara negara akan membuat peraturan yang jelas dan tegas dalam mengatur mekanisme pengupahan yang adil.

Wallahu’alam Bishawab

Oleh: Siti Chotimah, S.E 
Aktivis Dakwah Islam
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments