TintaSiyasi.com -- Sebanyak 331 mahasiswa menjadi korban penipuan modus baru dengan iming-iming bagi hasil 10% per bulan dari nilai investasi yang mereka berikan dan berutang melalui pinjaman online (pinjol). Dari jumlah tersebut, 116 di antaranya adalah mahasiswa IPB University (Institut Pertanian Bogor).
Dalam kasus tersebut, masing-masing mahasiswa IPB berutang melalui pinjol sekitar Rp2 juta hingga belasan juta rupiah dengan jumlah total diperkirakan mencapai Rp900 juta. Namun, karena terjadi akumulasi antara tagihan dengan bunga pinjol, jumlahnya diperkirakan mencapai Rp2,1 miliar. Kini, mereka harus membayar cicilan pinjol, sebagian dari mereka bahkan diteror oleh debt collector (penagih utang). (Muslimahnews.net, 22 November 2022)
Penipuan modus baru dengan iming-iming bagi hasil ini tentunya bisa terjadi karena banyak faktor, faktor utamanya adalah kurangnya literasi dikalangan mahasiswa mengenai investasi keuangan dan mengenai hukum mualamah yang sesuai dengan syariat Islam. Kemudian faktor pendukungnya adalah gaya hidup yang tinggi (salah satunya budaya hedonisme), munculnya generasi pragmatis (karena berorientasi pada materi), dan bisa jadi dikarenakan tingginya biaya hidup akibat naiknya harga-harga kebutuhan pokok serta biaya pendidikan yang juga mengalami kenaikan.
Kebanyakan mahasiswa yang menjadi korban penipuan, gelap mata dalam mengambil keputusan. Sehingga tidak berpikir secara logis dan kritis. Iming-iming keuntungan yang rutin setiap bulannya membuat mereka tergiur dan cenderung mengambil keputusan tanpa mempertimbangkan hasil jangka panjang, meskipun tidak memiliki modal sendiri mereka tak ragu untuk menempuh jalan pintas yang dinilai lebih praktis yakni berinvestasi menggunakan modal hasil dari pinjol (pinjaman online).
Ekonomi INDEF Nailul Huda berpendapat bahwa, banyaknya mahasiswa yang menjadi korban penipuan pinjol mengindikasikan minimnya literasi keuangan digital. Menurut Huda, ini jelas pelajaran penting bagi masyarakat bahwa jika ingin berinvestasi harus mengenali risikonya dan jangan menggunakan uang dari hasil meminjam.
Terlebih, uang investasi yang berasal dari pinjaman itu merugikan, karena peminjam tidak mendapat apa-apa, melainkan nantinya malah harus membayar uang tersebut ke lembaga pinjol beserta bunganya. Selain itu, gaya hidup yang tinggi mengakibatkan lahirnya generasi hedonis.
Generasi hedonis menjadikan kesenangan dunia sebagai tujuan hidup. Mereka sangat bergantung pada materi dan menjadikan materi sebagai tujuan tertinggi tanpa mempertimbangkan halal-haramnya suatu perkara, yang lebih parahnya lagi mereka akan memiliki kecenderungan memiliki sesuatu secara berlebihan.
Allah SWT Berfirman :
“Celakalah bagi setiap pengumpat dan pencela, yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya. Dia (manusia) mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya. Sekali-kali tidak! Pasti dia akan dilemparkan ke dalam (neraka) Huthamah”. (TQS Al-Humazah : 1-4)
Padahal, sebagai seorang Muslim kita seharusnya mengetahui hakikat dari tujuan Allah menciptakan manusia adalah untuk beribadah dan mengejar ridho Allah semata. Sehingga menjadikan hukum syara' sebagai solusi dari setiap aspek kehidupan.
Tingginya gaya hidup pemuda hedonis memaksa mereka untuk merogoh rupiah dengan jumlah yang besar, sehingga timbul lah sikap pragmatis.
Pragmatisme merupakan sifat atau ciri seseorang yang cenderung berfikir praktis, sempit dan instant. Orang yang mempunyai sifat pragmatis ini menginginkan segala sesuatu yang dikerjakan atau diharapkan harus segera tercapai tanpa mau berfikir panjang dan tanpa melalui proses yang lama.
Sehingga kadang hasilnya itu meleset dari tujuan awal. Biasanya sifat ini identik dengan orang yang kurang penyabar dan ambisius. Kepraktisan inilah yang menghambat pemikiran mahasiswa untuk mengeksplorasi pemikirannya. Sehingga mereka tidak lagi berfikiran secara kritis ketika menghadapi sebuah masalah. (bunghatta.ac.id, 17 Desember 2018)
Dalam Islam, kita dianjurkan untuk senantiasa bersabar dalam menghadapi ujian hidup. Sebab, rasa sabar adalah salah satu akhlak terpuji yang seharusnya dimiliki oleh setiap muslim.
Allah SWT Berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar,” (QS Al-Baqarah: 153)
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad dan orang-orang yang bersabar di antara kamu,” (QS Ali Imran: 142)
Selain faktor-faktor diatas, tatanan sistem pengelolaan SDA dan SDM oleh negara juga dapat mempengaruhi terjadinya kasus penipuan ini. Kebijakan negara kapitalisme menjadikan pemungutan pajak sebagai sumber utama pendapatan negara, mengakibatkan harga-harga pokok naik dan berdampak juga pada naiknya biaya pendidikan.
Sehingga, para mahasiswa ini menganggap bahwa bergelut dibidang investasi dengan peminjaman modal dari situs pinjol adalah solusi terbaik untuk dapat menghasilkan uang sebagai upaya dalam memenuhi kebutuhan hidup. Kredit-kredit digital di e-Commerce menjadi sesuatu yang tidak asing lagi. Namun tanpa sadar, ada transaksi ekonomi nonriil yang menunggangi untuk sengaja menjebloskan para pengguna. Padahal, kredit ini adalah nama lain utang serta salah satu wujud pinjol. Yang pasti, kredit dalam kapitalisme tidak mungkin tanpa bunga (riba).
Alhasil, solusi terbaik untuk mengatasi kasus pinjol ini adalah sistem ekonomi Islam. Islam mengharamkan riba, karena riba sangat merugikan pihak yang meminjam dan menguntungkan pihak yang meminjamkan karena uang yang dikembalikan akan lebih banyak dari pada uang yang dipinjamkan (bunga pinjaman).
Islam dengan tegas melarang umatnya melakukan praktik riba, sehingga hukum riba adalah haram. Allah SWT Berfirman :
"Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba." (Al Baqarah: 275).
Jeratan trend pinjol yang menyerang mahasiswa jelas adalah akibat dari minimnya literasi sistem ekonomi Islam. Mereka tidak menyadari bahwa investasi digital dan pinjol yang mereka geluti adalah salah satu dari praktik riba. Serangan proyek-proyek kapitalisme juga seakan tak henti-hentinya menyasar kaum muda agar nilai-nilai Islam semakin jauh dari pemuda Muslim.
Sehingga mereka sulit untuk menentukan pola pikir dan pola sikap akan suatu perkara. Terlebih investasi digitial dan pinjol mungkin merupakan hal yang baru bagi mereka. Maka dalam Islam sangat penting bagi umat manusia untuk berilmu sebelum beramal, agar amalan kita mendapat predikat 'ihsanul amal' dan ilmu yang dimiliki menjadi ilmu yang bermanfaat. Amal tanpa ilmu hanyalah kesesatan, sedangkan ilmu tanpa amal hanyalah kesia-siaan.
Rasulullah saw. bersabda :
“Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim.” (HR Ibnu Majah)
Oleh: Marissa Oktavioni, S.Tr.Bns.
Aktivis Muslimah
0 Comments