Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Barang Tambang di Freeport, Semuanya Milik Rakyat Indonesia, Kembalikan haknya!


TintaSiyasi.com -- Pasca dilantiknya Presiden Soeharto, Indonesia membuka keran investasi bagi Freeport. Melalui Undang-undang Penanaman Modal Nomor 1 tahun 1967, Indonesia memberikan izin kepada PT Freeport untuk melakukan penambangan di Mimika Papua selama 30 tahun (1967-1997) di tanah penambangan seluas 10.908 hektar dengan skema Kontrak Karya (KK) yang bisa diperpanjang kapan saja.

Saat itu, kontrak ditandatangani oleh Menteri Pertambangan Indonesia yakni Ir. Slamet Bratanata, Presiden Freeport Shulpur (Robert C. Hills), Presiden Freeport Indonesia (Forbes K. Wilson, anak perusahan Freeport Sulphur), dan disaksikan oleh Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia, Marshall Green.

Sebelum habis kontraknya, Freeport meminta izin memperpanjang kontraknya (Kontrak Karya II) di tahun 1991. Sebab, di tahun 1980-1989 Freeport menemukan cadangan tambang di gunung Grasberg yang digadang-gadang memiliki cadangan emas terbesar di dunia. Akhirnya Freeport berhasil mengantongi izin menambang selama 30 tahun ke depan (1991-2021) dengan hak perpanjangan 2 kali masing-masing 10 tahun dan pertambahan wilayah penambangan seluas 2,6 juta hektar.

Selama kontrak, Freeport banyak melakukan pelanggaran dan kecurangan operasional di antaranya berseteru dengan penduduk setempat (Suku Amungme), merusak lingkungan di sekitar tambang Grasberg dengan 47 pelanggaran, dan pelanggaran HAM pekerja. Dampaknya ekosistem sungai, kawasan hutan mangrove, dan laut tercemar limbah. Sebanyak 28 pekerja tewas dalam peristiwa runtuhnya terowongan Big Gossan di tahun 2013.  

Sejak awal perusahaan AS ini sudah mengetahui harta karun melimpah yang ada di pegunungan Papua. Keuntungan yang dijanjikan Freeport untuk Indonesia sejatinya adalah upaya menguatkan penjajahan asing demi menguasai SDA Indonesia. Seharusnya semua bahan tambang yang ada di Papua adalah milik rakyat Indonesia. Negara mestinya mengelolanya dengan amanah untuk kepentingan rakyat, bukan justru memberikan izin bagi perusahan asing untuk mengelolanya. Jelas apa yang didapat negara ini dengan negara asing sangat jauh berbeda! Perusahaan asing dengan bebas menikmati keuntungan yang sangat melimpah. 

Bayangkan, Indonesia hanya mendapatkan royalti dari penambangan tembaga sebesar 1,5 hingga 3,5 persen dari harga jual. Sedangkan untuk emas dan perak hanya mendapatkan 1 persen dari harga jual. Sisanya? Semua dinikmati perusahaan asing ini. PT Freeport juga mendapatkan keistimewaan bebas pajak selama tiga tahun, diskon pajak sebesar 35 persen untuk 7 tahun setelahnya, dan bebas pajak atau royalti selain 5 persen pajak penjualan. Wow!

Inilah gaya pemerintahan Indonesia yang menjadikan prinsip kebebasan sebagai tolok ukur untuk memiliki segala sesuatu. Siapa pun yang memiliki modal besar bisa menguasai apapun! Apakah itu gunung, laut, hutan, barang tambang, ataupun sungai. Tak perduli, apakah itu milik umum atau negara.

Sadarilah, bahwa penerapan kapitalisme hanya menyejahterakan kaum borjuis. Rakyat lagi-lagi akan terus dijadikan sapi perahan bagi orang-orang yang rakus. Penderitaan rakyat tidak akan pernah berakhir jika terus mempertahankan sistem yang rusak.

Allah SWT telah menurunkan seperangkat aturan yang paripurna, yakni sistem Islam. Aturan Islam bersumber dari Al-Khalik (Pencipta). Aturan ini memberikan solusi bagi setiap permasalahan kehidupan. Termasuk pengaturan terkait kepemilikan.

Barang tambang termasuk ke dalam kepemilikan umum. Di dalam Islam, negara wajib mengelola barang tambang ini dan hasilnya sepenuhnya akan dikembalikan untuk kesejahteraan rakyat. Negara dilarang mengambil keuntungan sedikitpun darinya. Sebab, itu adalah milik rakyat sepenuhnya.

Jika persoalan Freeport dikembalikan kepada solusi Islam, maka seharusnya negara mencabut perizinan perusahaan asing untuk mengelola barang tambang tersebut. Kemudian negara mengambil alih pengelolaanya serta mengembalikan hasilnya kepada rakyat. Insyaallah, pemerintahan yang taat kepada Allah SWT akan mengambil tindakan ini demi kesejahteraan rakyat dan amanah serta tanggungjawab seorang pemimpin sejati. 

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Meilani Sapta Putri
Pemerhati Politik
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments