Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Ada Apa dengan Penguasa Kita, kok Lebih Peduli Tragedi Halloween di Korsel?


TintaSiyasi.com -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan belasungkawa atas tragedi maut di Distrik Itaewon, Seoul, Korea Selatan atau Korsel. Jokowi mengatakan Indonesia bersama rakyat Korea Selatan (Korsel).
Pernyataan itu disampaikan Jokowi di akun Twitter-nya seperti dilihat detik.com, Minggu (30/10/2022). Ucapan belasungkawa itu disampaikan Jokowi dalam bahasa Inggris (www.detik.com).

Gemerlap pesta yang dihadiri umat manusia dari penjuru negara membawa kisah pilu, tragedi ini disebut Tragedi Halloween yang berdomisili di Korsel. Pesta yang awalnya meriah dan disambut suka cita berubah menjadi petaka dikala sebagian orang yang berada di atas bukit mendesak turun dan mendorong kerumunan manusia yang berada di bawahnya yaitu yang berada di gang yang di sekitarnya banyak bangunan barrestoran dan toko-toko.

Tragedi halloween jelas membuat kita prihatin. Namun di sisi lain, kita juga prihatin dengan kepedulian penguasa yang rasanya lebih besar ke rakyat negara lain dibandingkan terhadap nasib rakyat sendiri, misalnya pada tragedi Kanjuruhan yang juga memakan korban meninggal dalam jumlah yang besar. Tidak ada pernyataan “pemerintah bersama korban Kanjuruhan”.

Yang lebih memprihatinkan adalah adanya pembiaran perayaan serupa di Indonesia, padahal perayaan tersebut adalah budaya asing, yang tidak sesuai dengan budaya Indonesia, bahkan bisa dikatakan tidak memberi manfaat terhadap pembangunan karakter pemuda masa depan. 

Berhura-hura, berpesta pora adalah gaya hidup yang didasari kehausan akan nilai hidup. Para pemuda hari ini lebih banyak yang mengutamakan mengadakan atau menghadiri acara serupa. Tapi ketika ajang keagamaan digelar banyak pemuda yang abai karena mereka merasa masa muda itu untuk ber-hangout ria, dan acara keagamaan adalah acara yang kebanyakan peminatnya adalah generasi akhir yang sudah mendekati liang kubur.

Pemikiran pemuda hari ini jelas sudah sangat jauh dari pemikiran pemuda Islam, di mana pemuda Islam adalah tonggak peradapan yang akan mengisi masa depan bangsa. Semua itu tidak lepas dari pengaruh ide-ide liberal yang menjangkiti pemuda kita hari ini.

Saatnya pemuda Islam harus giat mencari jalan kebenaran untuk mengaplikasikan tentang hadis Rasulullah yang menggambarkan bagaimana pemuda Islam seharusnya melangkah.

Rasulullah SAW bersabda, “Ada 7 golongan manusia yang akan dinaungi oleh Allah di bawah naungan-Nya. Pada hari itu, tidak ada naungan, kecuali naungan Allah. Golongan tersebut adalah pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh di dalam beribadah kepada Allah, seseorang yang hatinya senantiasa terpaut dengan masjid-masjid, dua orang yang saling mengasihi karena Allah, mereka bertemu dan berpisah karena Allah, seorang laki-laki yang diundang oleh seorang perempuan yang berkedudukan dan berwajah elok (untuk melakukan kejahatan) tetapi dia berkata, ‘Aku takut kepada Allah!’, seorang yang memberi sedekah, tetapi dia merahasiakannya sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diberikan oleh tangan kanannya, dan seorang yang mengingat Allah di kala sendirian sehingga menetes air matanya” (HR. Bukhari).

Tapi hari ini di negeri kita tercinta dan di dunia pada umunya menunjukkan potret penguasa yang abai Akan proses pembinaan karakter pemuda yang akan membangun peradaban bangsa pada masa yang akan datang.

Dalam Islam, penguasa juga bertanggung jawab atas pembentukan kepribadian generasi melalui berbagai mekanisme, baik dalam dunia pendidikan maupun luar pendidikan.

Pengamat Kebijakan Publik Dr. N. Faqih Syarif Hasyim, M.Si. mengungkapkan pengaruh liberalisme dan neoliberalisme terhadap dunia pendidikan Islam. “Analisis atas pengaruh liberalisme dan neoliberalisme terhadap dunia pendidikan Islam dapat dikemukakan sebagai berikut,” tuturnya kepada Mediaumat.id, Sabtu (19/2/2022).

Pertama, pandangan terhadap anak didik. “Anak didik diibaratkan sebagai miniatur orang dewasa merupakan pengaruh nyata filsafat Barat, yang mengakibatkan para guru di beberapa pendidikan Islam sekarang jauh dari mendidik lebih pada sikap pembiaran, perintah dan larangan seharusnya menjadi instrumen penting pendidikan tidak dipergunakan lagi. Dalam Islam, perintah dan larangan adalah substansi pendidikan Islam, dan Islam memandang anak didik sebagai makhluk yang sedang berada dalam proses perkembangan dan pertumbuhan menurut fitrahnya masing-masing,” ujarnya.

Kedua, orientasi pendidikan. Lembaga pendidikan Islam sekarang lebih pada orientasi yang bersifat transfer of knowledge and skill dalam mengembangkan proses intelektualisasi, dan kurang perhatiannya dalam pembentukan ‘qalbun salim’, dengan berupaya terwujudnya generasi yang memiliki “bastatan fi al-ilmi wa al-jism”, yang diliputi oleh spiritualisasi dan disiplin moral yang islami. “Pada akhirnya wawasan pendidikan agama menjadi terbelah, di satu pihak mengarah kepada ‘priestly religion’ (agama kewalian), dan di lain pihak mengarah kepada ‘prophetic religion’ (agama kekayaan). Pendidikan agama kerapkali hanya dipahami esensinya, tapi tidak dipahami substansinya,” tuturnya.

Ketiga, lembaga pendidikan (pesantren/madrasah). “Kebebasan sebagaimana paham liberalisme telah merasuk dinding-dinding madrasah, bahkan telah meracuni pemikiran para siswa maupun mahasiswa Islam. Kedisiplinan telah hilang pada pendidikan madrasah, lembaga ini sudah merasa sulit untuk menerapkan disiplin secara baik, bahkan sanksi dalam pendidikan sudah tidak mudah untuk dilakukan. Lembaga pendidikan yang sudah tidak dapat menerapkan pendidikan kedisiplinan, maka ia telah kehilangan fungsi pendidikannya yang sejati,” bebernya.

Keempat, guru, metode, dan lainnya. “Fungsi guru telah diganti menjadi fungsi tutor. Ia tidak lagi dapat menjalankan fungsi guru yang membentuk dan menanamkan nilai-nilai keislaman. Mereka kurang concern terhadap persoalan bagaimana mengubah pengetahuan agama yang bersifat kognitif menjadi makna dan nilai yang perlu diinternalisasikan dalam diri seseorang lewat berbagai cara, metode, media, dan forum,” lanjutnya.

Kelima, kompetisi dan komersialisasi, telah mempengaruhi eksistensi lembaga pendidikan Islam, baik pada sekolah Islam, madrasah maupun pesantren. “Beberapa pesantren telah bergeser dari tradisi nilai luhurnya dengan memberikan pilihan cost asrama yang berjenjang dari yang rendah sampai dengan tarif hotel. Sedang kompetisi antar madrasah maupun pesantren telah terjadi tanpa memberikan pelayanan yang memadai, berbagai brosur atau iklan dicetak besar-besar, bahkan spanduk dipasang di berbagai sudut jalan untuk dapat menarik konsumen, sehingga fungsi pendidikan Islam telah berubah dari fungsi dakwah Islamiyah menjadi sebuah trading,” ujarnya.

Wahai pemuda saatnya kita kembali kepada syariat Allah yang akan membawa keberkahan hidup di dunia dan akhirat. Dan tegaknya peradaban Islam yang agung melalui Khilafah ala Minhaj an-Nubuwwah adalah cita-cita yang harus tertancap didada para pemuda Islam. []


Oleh: Rini (Ummu Aisiy)
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments