Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Tragedi Kanjuruhan: Bukan Sekadar Pintu dan Tangga

TintaSiyasi.com -- Tragedi Kanjuruhan Malang 1 Oktober 2022, masih menyisakan duka mendalam. Tidak hanya keluarga korban yang berduka, tapi seluruh Indonesia bahkan dunia pun turut berduka. Lebih dari 100 orang yang meninggal dunia dan ratusan lainnya luka-luka. Bahkan sampai tulisan ini dibuat, korban masih terus bertambah. 

Kronologis tragedi Kanjuruhan berawal dari kekalahan Arema vs Persebaya dengan skor 2-3, membuat beberapa suporter Arema tidak terima dan turun ke lapangan. Namun, pihak keamanan malah menembakkan gas air mata ke arah penonton di tribun tertentu. Bukannya diarahkan ke lapangan, gas air mata malah memicu kepanikan penonton untuk keluar dari stadion. Tidak sedikit wanita dan anak-anak terinjak-injak, karena tiap orang berebut untuk keluar. Tapi anehnya pintu stadion banyak ditutup, yang dibuka  pun hanya selebar 1,5 meter. (antaranews.com, 6/10/2022)

Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Kadiv Humas) Polri Irjen Dedi Prasetyo mengungkapkan jumlah pintu darurat (emergency exit) yang terbuka dalam tragedi Kanjuruhan sangat sedikit. Dari 8 pintu emergency, hanya 2 pintu darurat yang dibuka. Itupun pintu untuk evakuasi pemain Persebaya. Sisanya terkunci dan tidak dapat difungsikan. (kompas.com, 8/10/2022)

Meninjau langsung stadion Kanjuruhan, Presiden Jokowi mengatakan bahwa tragedi Kanjuruhan disebabkan oleh banyak faktor.

"Sebagai gambaran, tadi saya melihat bahwa problemnya ada di pintu yang terkunci dan juga tangga yang terlalu tajam, ditambah kepanikan yang ada, tapi itu saya hanya melihat lapangannya," ucap Jokowi di Stadion Kanjuruhan pada Rabu, 5/10/2022. (liputan6.com)

Mengapa presiden Jokowi tidak menyinggung soal gas air mata yang ditembakkan pihak keamanan kepada suporter? Padahal gas air mata inilah yang menjadi pemicu kepanikan dan menyebabkan meninggalnya banyak orang, akibat efeknya yang  mematikan.

Dari video-video amatir yang beredar juga terlihat tindakan represif aparat keamanan kepada suporter.

Tindakan Represif 

Menyelenggarakan pertandingan olahraga, apalagi dengan target penonton puluhan ribu orang, mestinya harus dengan persiapan yang matang. Tragedi  Kanjuruhan kemarin, menunjukkan kelalaian panitia yang berakibat fatal.

Namun yang paling disesalkan adalah tindakan aparat keamanan kepada suporter yang terkesan represif.

Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo dalam jumpa pers  mengatakan, proses pertandingan yang awalnya berjalan lancar, mulai muncul reaksi dari suporter Arema terkait hasil pertandingan. Muncul beberapa penonton ke lapangan, dan tim keamanan mulai mengevakuasi pemain Persebaya keluar stadion. 

Lanjutnya, pada saat yang bersamaan juga semakin banyak penonton yang turun ke lapangan. Akhirnya anggota yang bertugas mulai melakukan kegiatan penggunaan kekuatan. Bahkan dengan makin banyaknya penonton, para personel mulai menembakkan gas air mata ke arah tribun. (antaranews.com, 6/10/2022)

Bahaya Gas Air Mata

Dalam bahasa dokumen, gas air mata disebut juga dengan Riot Control Agent (RCA). Fungsi gas air mata pada intinya adalah untuk membuat seseorang tidak berdaya sementara, karena iritasi di mata, mulut, kulit dan paru-paru. Di sebagian orang bisa menjadi penyebab kebutaan bahkan sampai meninggal. 

Terkait liga sepakbola, Federasi Sepakbola Dunia (FIFA) melarang penggunaan gas air mata untuk menangani kerusuhan suporter.

Merujuk FIFA Stadium Safety and Security Regulations, penggunaan gas air mata dilarang di stadion, demi perlindungan pemain dan official serta menjaga ketertiban penonton.

Mestinya aparat keamanan tidak gegabah dalam melakukan tindakan represif. Belajar dari insiden pertandingan sepakbola liga Champions di Paris Perancis, Mei 2022 yang lalu. Awalnya suporter klub Liverpoollah yang memicu kerusuhan dituding sebagai penyebab tragedi. Setelah investigasi dilakukan, senat Perancis menyatakan kesalahan ada pada penyelenggara dan pihak keamanan. (kompas.com, 2/10/2022)

Tidak Cukup dengan Meminta Maaf

Kelalaian panitia dan tindakan aparat keamanan yang represif, hingga berakibat fatal menewaskan ratusan orang semestinya harus mendapatkan sanksi tegas. Tidak cukup hanya dengan meminta maaf kepada keluarga korban.

Menurut ketua LBH Pelita Umat, Candra Purna Irawan, negara harus melakukan rehabilitasi medis kepada korban luka-luka dan memberikan santunan kepada keluarga korban yang meninggal. Nyawa seorang muslim begitu besar harganya, bahkan lebih besar dari keagungan Ka'bah. Rasulullah saw bersabda: 

"Hancurnya Ka'bah lebih ringan di sisi Allah daripada terbunuhnya seorang mukmin." (HR. An Nasa'i)

Dari Ibnu Abbas ia berkata:
"Ketika Rasulullah Saw memandang Ka'bah, beliau bersabda, 'Selamat datang wahai Ka'bah. Betapa agungnya engkau dan agungnya kehormatanmu. Akan tetapi seorang mukmin lebih agung  di sisi Allah daripadamu.'" (HR Baihaki)

Aparat keamanan seharusnya bertugas melindungi dan mengayomi rakyat, bukannya bertindak dengan kekuatan. Mestinya kekuatan digunakan untuk melindungi jiwa rakyat, bukan sebaliknya. Hendaknya hadits berikut menjadi renungan kita bersama:

"Di akhir zaman, akan ada para penegak hukum yang pergi dengan kemurkaan Allah dan kembali dengan kemurkaan Allah, maka hati-hatilah engkau agar tidak menjadi kelompok mereka. Mereka dimurkai karena menganiaya kaum muslimin tanpa alasan.” (HR Tabrani)

Wallahualam bissawab


Oleh: Rahmawati Ayu Kartini
Pemerhati Sosial
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments