TintaSiyasi.com -- Anak-anak merupakan warga negara termuda yang keamanan dan kesehatannya perlu diperhatikan serius oleh pemerintah. Kejadian demi kejadian kasus gagal ginjat akut pada anak yang diduga disebabkan oleh kandungan cemaran bahan kimia pada obat sirup sungguh membuat hati pilu. Kasus yang mulai ditemukan pertengahan tahun ini dan baru mengemuka ke media Oktober silam menandakan pemerintah harus lebih serius menanggapi kejadian-kejadian luar biasa demi memastikan kesehatan rakyatnya terjamin dengan baik.
Belum usai kesedihan melanda negeri ini saat tragedi bentrok supporter sepakbola di stadion Kanjuruhan yang memakan ratusan korban, kini merebaknya kasus kematian ratusan anak Indonesia membuat hati para ibu berdenyut nyeri. Dilansir dari CNBC Indonesia [21 Oktober 2022], Menteri Kesehatan, Budi Sadikin, menyatakan sekitar 241 kasus anak terindikasi mengidap gagal ginjal akut di seluruh Indonesia. Total anak yang meninggal akibat kasus ini mencapai 133 anak di mana penyakit ini mengalami peningkatan sejak Agustus 2022 dan tersebar di berbagai daerah yaitu tepatnya 22 provinsi. Dari data yang didapat, penyakit ini rata-rata diderita anak dalam kisaran usia 1-5 tahun.
Dalam sebuah konferensi pers yang dirangkum Tempo.co.id, Menkes Budi Sadikin mengungkapkan bahwa meluasnya kasus gagal ginjal akut pada anak disebabkan cemaran zat-zat berbahaya yaitu Etilen glikol (EG), Dietilen glikol (DEG), dan Etilen Glikol Butil Eter (EGBE) pada sediaan obat sirup . Hal ini dipastikan Kemenkes setelah melalui penelitian panjang [24 Oktober 2022]. Sementara dilansir dari Kompas.com, Penny K. Lukito selaku kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan atau BPOM menyatakan bahwa kandungan EG dan DEG pada sediaan obat sirup adalah hal wajar tetapi selama masih dalam batas yang ditentukan. Pihak BPOM sendiri melakukan penelitian kadar EG dan DEG pada sediaan obat yang mereka sampling untuk memastikan aman tidaknya obat sementara untuk menyatakan sediaan mengandung EG dan DEG adalah penyebab kasus gagal ginjal akut pada anak dibutuhkan pendalaman lebih lanjut [24 Oktober 2022].
Lambannya Penanganan dan Lemahnya Pengawasan
Muhammad Isnur selaku Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBHI) dalam sebuah siaran pers yang dirangkum Tempo menyatakan bahwa kasus gagal ginjal akut pada anak sudah mulai terjadi pada bulan Juli lalu. Tentu hal ini menunjukkan lambannya respon dan penanganan pemerintah yang baru dilakukan bulan Oktober dengan melarang pemakaian sejumlah obat setelah melakukan berbagai penyelidikan. Padahal, jika bisa lebih sigap, angka kejadian gagal ginjal akut anak yang meningkat dua bulan terakhir ini tentu bisa ditekan.
Pemerintah juga tidak menetapkan kasus Acute Kidney Injury pada anak ini sebagai KLB atau kasus luar biasa dengan dalih bukan merupakan penyakit menular atau wabah. Meski begitu, jika dilihat banyaknya kasus kesakitan dan tingginya angka kematian tidak lazim yaitu sekitar 50% lebih dari kasus yang ditemukan seharusnya AKI sudah masuk ke dalam kejadian luar biasa yang memerlukan perhatian dan penanganan serius.
Kandungan EG dan DEG memang lazim ditemukan pada berbagai sediaan obat tetapi tentu dalam jumlah yang ditentukan untuk menghindari efek samping yang membahayakan. Meski kedua zat ini merupakan cemaran pada produk akhir obat yang tidak disyaratkan pengukurannya oleh BPOM, tetapi hilangnya ratusan nyawa yang diduga kuat akibat zat berbahaya dalam kadar tinggi pada sediaan obat sirup ini membuktikan lemahnya sistem pengawasan peredaran obat di negeri ini. Regulasi boleh jadi dikatakan tidak dilanggar tetapi tetap harus ada yang bertanggungjawab atas kasus memilukan ini.
Keluarga korban berhak menuntut ganti rugi baik secara materiil maupun non materiil kepada produsen obat sirup cair dan kepada pemerintah karena kelalalaian pengawasan yang menyebabkan hilangnya nyawa. Penyelidikan yang seksama, transparan, dan tegas sangat diperlukan untuk mengetahui apakah adanya unsur kelalaian atau kesengajaan dalam kasus ini. Bagaimanapun, negara sebagai penyelenggara pemerintahan merupakan pihak yang paling bertanggungjawab atas hilangnya ratusan nyawa karena telah gagal menjadi pengurus (Ra’in) dan perisai (Junnah) bagi rakyatnya sendiri.
Sistem Kesehatan Terbaik Sepanjang Masa
Kasus hilangnya ratusan nyawa akibat obat yang sedianya menyelamatkan nyawa dan turunnya kepercayaan masyarakat menjadi sebuah bukti memilukan bahwa penyelenggaraan dan pelayanan kesehatan di negeri kita memiliki kekurangan-kekurangan yang harus segera dibenahi. Seperti yang kita ketahui bersama, pelayanan kesehatan di Indonesia tidak sepenuhnya gratis dan bisa dirasakan masyarakat luas. Birokrasi yang berjenjang jika ingin menggunakan fasilitas jaminan kesehatan gratis pun dirasa menyulitkan masyarakat.
Pemahaman money oriented dan bukan lagi patient oriented yang merupakan buah pemikirian sistem kapitalisme yang dianut sebagian pelaku kesehatan pun memperparah kondisi pelayanan kesehatan di negeri ini. Hak-hak pasien dan dalam kasus maraknya gagal ginjal akut pada anak ini mencakup hak-hak perlindungan konsumen tercerabut paksa ketika pelayanan kesehatan difokuskan mencari keuntungan, bukan keselamatan manusia.
Di sisi lain, Islam sebagai satu-satunya sistem penyelenggara pelayanan kesehatan terbaik merupakan solusi tak terbantahkan untuk menjaga keberlangsungan hidup umat manusia. Dalam Islam, seluruh biaya pengobatan dan kesehatan setiap individu adalah gratis dan menjadi tanggungjawab negara sebagai pengayom rakyatnya tanpa melihat kondisi sosial ekonomi masyarakat. Baik yang kaya maupun fakir, berhak mendapatkan pelayana kesehatan yang setara dan negara tidak boleh membebankan sedikitpun kepada rakyat untuk pembiayaan pengobatan.
Pada sistem pemerintahan khilafah Islam, negara hanya menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai dengan prinsip sosial dan etika Islam di mana kepentingan dan kemashlatan umat adalah yang utama. Dalam sebuah hadist, Rasulullah bersabda,
"Imam adalah pemelihara dan dia bertanggungjawab atas rakyatnya" (HR. Imam Bukhari)
Hadist di atas merupakan dasar bahwa negara adalah satu-satunya pihak yang wajib menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara mandiri tanpa campur tangan pihak swasta sehingga mampu mencapai tingkat kesehatan masyarakat terbaik tanpa berhitung untung rugi. Kalaupun pihak swasta ikut ambil bagian maka hanya sebagai pelengkap, bukan partner kerjasama.
Tenaga Medis Berkualitas, Kompeten, dan Berakhlak Mulia
Dalam pemerintahan Islam, Allah memberikan tanggungjawab penuh dan kewenangan kepada khilafah untuk mengurusi pelayanan kesehatan termasuk pendidikan di dalamnya antara lain pendidikan kedokteran. Islam menjamin biaya pendidikan gratis untuk setiap rakyatnya termasuk Pendidikan dokter yang pada masa sekarang biayanya mampu membuat para orang tua terpaksa menguras seluruh harta ketika menyekolahkan anak di bidang ini. Landasan kurikulum yang digunakan juga berbasis akidah Islam sehingga tidak hanya mencetak tenaga medis berkualitas, kompeten, tetapi juga berakhlak mulia. Pendidikan gratis dan berbasis Islam tentu akan menghasilkan tenaga medis yang fokus hanya kepada kemaslahatan umat demi mencapai ridha Allah, bukan lagi fokus pada keuntungan diri sendiri.
Pentingnya Penerapan Sistem Kehidupan Islam
Dari banyaknya kasus mulai dari segi ekonomi, keamanan, hingga terakhir kesehatan ini menjadi penjelas bagi kita bahwa sistem kehidupan kapitalisme sekularisme saat ini tidak mampu memenuhi kebutuhan umat dan gagal melindungi keberlangsungan hidup rakyat. Pemahaman yang hanya mementingkan materi dan menyepelekan nyawa merupakan produk gagal yang sudah seharusnya tidak diterapkan lagi demi melindungi keberlangsungan manusia. Hanya kembali kepada Islam-lah, menerapkannya secara kaffah dalam naungan khilafah satu-satunya solusi untuk mencapai penyelenggaraan pemerintah yang mementingkan kemaslahatan umat demi meraih ridha Allah semata.
Wallahu’alam bisswwab
Oleh: Virlyana Azhari Uswanas
Voice of Muslimah Papua Barat
0 Comments