Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Peringatan Hari Santri Menjaga Kemuliaan Islam dengan Syariat


TintaSiyasi.com -- Sejak ditetapkan pada 2015, tanggal 22 Oktober diperingati sebagai Hari Santri. Pada tahun ini tema yang diangkat adalah “Berdaya Menjaga Martabat Kemanusiaan”. Mengutip Kemenag (22/10/2022), tema ini memberi pesan bahwa santri dalam kesejarahannya selalu terlibat aktif dalam setiap fase perjalanan Indonesia. Terkait tema tersebut, Menag Yaqut Cholil Qoumas menyatakan, “Meski bisa menjadi apa saja, santri tidaklah melupakan tugas utamanya menjaga agama. Menjaga martabat kemanusiaan adalah salah satu tujuan diturunkannya agama.”

Menurut Menag, ketika Indonesia memanggil, santri tidak pernah mengatakan tidak. “Santri dengan berbagai latar belakangnya siap sedia mendarmabaktikan hidupnya untuk bangsa dan negara,” katanya. Menag mengatakan, Hari Santri merupakan hadiah dari negara bagi para ulama yang telah berjuang untuk kemerdekaan, sehingga tugas santri hari ini adalah menjaga Negara Kesatuan Negara Indonesia dari segala ancaman. 

"Siapa pun yang mau mengganggu kemerdekaan yang dulu dimerdekakan oleh para kiai dan santri, santri saat ini wajib di garda terdepan untuk melawan segala bentuk ancaman dan gangguan," ujar Menag Yaqut saat membuka puncak peringatan Hari Santri 2022 bertajuk Shalawat Kebangsaan di Jakarta, Sabtu.

"Kita semua bagian yang menikmati atas perjuangan santri-santri pendahulu kita. Kita yang menikmati ini jangan merasa paling istimewa. Santri tidak boleh merasa diistimewakan hanya gara-gara punya peringatan hari santri nasional," kata dia yang dikutip dari Antara. Perihal tema yang diangkat kali ini, Menag mengatakan santri dewasa ini bisa menjadi apa saja. Santri bisa mengisi posisi apapun yang dikehendaki, entah itu jadi menteri maupun pengusaha.

Ia mencontohkan Wakil Presiden Ma'ruf Amin berasal dari santri, termasuk sejumlah menteri yang mengisi jajaran Kabinet Indonesia Maju. Kendati demikian, untuk bisa mencapai cita-cita tersebut, Menag berpesan agar santri tetap belajar sungguh-sungguh, karena tugas utama santri adalah mengaji. "Tugas pertama santri hanya ngaji. Ngaji yang tekun, belajar yang benar, itu saja dulu. Kalau kalian taat pada aturan ini, Insya Allah apa yang kalian inginkan bisa kalian tercapai," kata Yaqut.

Di sisi lain, ulama Aswaja K.H. Hafidz Abdurrahman dalam akun pribadinya (23/10/2022) menjelaskan, Hari Santri sebenarnya menandakan perlawanan kalangan santri terhadap penjajahan. “Hari Santri ditetapkan untuk mengabadikan Resolusi Jihad yang dikobarkan K.H. Hasyim Ashari saat Indonesia menghadapi Agresi Militer Belanda. Terbukti, Resolusi Jihad ini berhasil mengobarkan perlawanan umat Islam, khususnya kalangan santri terhadap penjajahan kaum kafir penjajah,” ujarnya.

Bila sejarah pergerakan kemerdekaan ditulis secara jujur, mestinya akan terbaca sangat jelas peran besar para santri yang tergabung dalam Hizbullah dan para kyai yang tergabung dalam Sabilillah dalam periode mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Lebih khusus peran KH Hasyim Asy’ari saat mengeluarkan Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945 untuk melawan penjajahan Belanda yang ketika itu, dengan membonceng sekutu, hendak kembali bercokol. 

Menurut cucu KH Hasyim, KH Salahuddin Wahid, resolusi atau fatwa itu telah mendorong puluhan ribu muslim, utamanya di Surabaya, untuk bertempur melawan Belanda dengan gagah berani. Peristiwa heroik di Hotel Oranye, Surabaya, itulah yang kemudian diperingati sebagai Hari Pahlawan, 10 November. Tanpa resolusi itu, mungkin semangat melawan Belanda dan sekutu tidak terlalu tinggi. Tapi, dalam buku sejarah, peristiwa penting itu tidak ditulis.

Sosok santri yang diakui oleh para ulama adalah mereka yang berperan melakukan amar makruf nahi mungkar. Kemudian berpegang teguh dengan tali agama Allah serta sunah Nabi Muhammad SAW yang penuh berkah dan dengan kebaikan. Santri merupakan calon ulama, sehingga harus menjalani kehidupan yang benar-benar sesuai dengan tuntunan Islam. Santri sebagai penerus pejuangan para ulama dalam menyampaikan ilmu agama. Ulama adalah penerus para Rasul. Pesantren dan ulama yang mengasuhnya adalah rujukan Islam di Indonesia. 
Lembaga tersebut adalah "pabrik" pencetak para ulama yang bertugas menerangi umat dari kebodohan dengan Islam dan ajaran-ajarannya. Terlebih dalam waktu dekat Indonesia akan dianugerahi bonus demografi. Artinya kaum muda akan menjadi penghuni terbesar di negeri ini. Begitu halnya pula dengan ajaran Islam, Islam sangat menjaga dalam hal toleransi terutama dalam keyakinan dan keimanan antar sesama pemeluk beragama. Jika nantinya para ulama alumni pesantren menjadi ulama liberal yang mendakwahkan nilai-nilai Barat, bukanlah mustahil tatanan sosial Indonesia akan hancur seperti Barat. 

Peradaban Barat yang diliputi problem akibat melegalkan zina, juga miskin akhlak, akidah dan ruhiyah akibat mengerdilkan agama. Maka, pemikiran, ide, dan nilai di luar Islam akan membawa pada mafsadat (kerusakan), hendaknya umat dijauhkan darinya. Menurut Fatwa Majelis Ulama Indonesia mendefinisikan sebagai berikut: Pluralisme agama adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif. 

Oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme agama juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup berdampingan di surga. Liberalisme agama adalah memahami nash-nash agama (Al-Qur’an dan As-Sunnah) dengan menggunakan akal pikiran yang bebas dan hanya menerima doktrin-doktrin agama yang sesuai dengan akal pikiran semata. 

Sekularisme agama adalah memisahkan urusan dunia dari agama; agama hanya digunakan untuk mengatur hubungan pribadi dengan Tuhan, sedangkan hubungan sesama manusia diatur hanya dengan berdasarkan kesepakatan sosial.

Ustaz Hafidz mengingatkan, umat ini telah melalui berbagai ujian dan fase demi fase penderitaan dan sakit berkepanjangan. “Namun, dengan jasa ulama, santri, madrasah (pesantrennya), mereka akhirnya bisa bangkit kembali,” tuturnya. Jadi, imbuhnya, umat ini tidak mati, hanya sakit. “Obatnya adalah Islam. Jika obatnya diminum oleh umat ini, maka umat ini akan sehat dan bangkit kembali,” nasihatnya.

Pesantren, santri, dan ulama haruslah menjadikan Islam satu-satunya pemikiran, ide, dan nilai yang didakwahkan. Karena hanya dengan Islam, Indonesia dan umat Islam seluruhnya akan menjadi peradaban terbaik nan gemilang. Allah telah menegaskan, bahwa dengan ketaatan pada Islam sajalah, kita meraih maslahat. “Siapa saja yang mengerjakan amal salih, baik laki-laki maupun perempuan, dalam keadaan beriman, sesungguhnya akan Kami beri kehidupan yang baik.” (QS an-Nahl : 97).

Oleh karena itu, penetapan Hari Santri Nasional harus bisa dijadikan momentum untuk melawan kejahatan sejarah itu, serta usaha menulis ulang sejarah: tentang apa yang disebut kebangkitan nasional, pendidikan nasional dan sejarah nasional lainnya, termasuk sejarah pergerakan pra kemerdekaan secara kritis, jujur dan obyektif sehingga peran Islam bisa diletakkan secara tepat. Sejarah dalam istilah Al-Qur’an sebagaimana kisah, mengandung ibrah atau pelajaran.

Pengaburan apalagi penguburan sejarah dari fakta yang sebenarnya tentu akan menutupi ibrah yang mestinya bisa didapat. Maka, bila mengacu kepada sejarah yang benar tentang peran Syarikat Islam, KH Ahmad Dahlan, dan lainnya, juga peran KH Hasyim Asy’ari dengan Resolusi Jihadnya serta peran Hizbullah – Sabilillah, kita tentu akan mendapatkan spirit Islam itu. Juga bahwa kebangkitan hakiki adalah kembalinya kesadaran akan hakikat hidup manusia sebagai abdullah dan khalifatullah dengan misi untuk menyembah Sang Khaliq dan memakmurkan bumi dengan menjalankan segala titah-Nya. 

Ghirah santri adalah ghirah perjuangan Islam. Santri adalah cermin kepribadian Islam. Santri adalah pribadi yang beriman dan bertakwa. Pesantren layaknya seperti ‘Darul Muttaqien’, rumah untuk mengkader generasi beriman dan bertakwa. Santri adalah generasi Muslim yang anti liberalisme, sekularisme, pluralisme dan apalagi komunisme. Kaum Muslim harus waspada terhadap propaganda busuk kaum liberal dalam merusak generasi Muslim.

Pesantren, santri, dan ulama haruslah menjadikan Islam satu-satunya pemikiran, ide, dan nilai yang didakwahkan. Karena hanya dengan Islam, Indonesia dan umat Islam seluruhnya akan menjadi peradaban terbaik nan gemilang. Negara yang harusnya bertugas melindungi generasi ini, terutama melalui pendidikan akidah Islam yang menjadi asas utama pendidikan negeri ini. Sebuah gelar yang melekat padanya adab-adab dan akhlak yang tinggi. Sebuah gelar yang menjadi simbol ketaatan pada Ilahi. 

Sebuah sebutan yang mengandung spirit mengaji kitab-kitab melalui para kiyai. Sebuah status yang melekat semangat melawan penjajah bagi siapa saja yang digelari sebagai santri. Semoga nilai-nilai santri yang sejati tetap terjaga di negeri kita ini. Kembali pada sistem pendidikan Islam sejatinya solusi dari semua permasalahan yang ada dalam dunia pendidikan. Seperti zaman keemasan dimana peradaban Islam yang gemilang menguasai peradaban dunia selama empat belas abad. Jawabnya ada dipundak kita sebagai pengemban perjuangan, seberapa besar pengorbanan kita menolong agama Allah. 

Jadi, kebangkitan bukan hanya sebuah kata sloganistik, tetapi suatu kata yang menginisiasi perjuangan bagi sebuah perubahan dalam seluruh aspek kehidupan bangsa dari penjajahan ideologi-ideologi jahiliah yang menyengsarakan rakyat menuju yang memberikan rahmat bagi semua. Itulah kebangkitan dengan spirit Islam, yang ketika itu digelorakan oleh Cokroaminoto dan Sarekat Islam. Spirit Islam semacam itulah yang diperlukan sebagai sumber kekuatan perjuangan guna membawa negeri ini ke arah yang lebih baik di bawah ridha Ilahi. []


Oleh: Nor Faizah Rahmi, S.Pd.I
Praktisi Pendidikan dan Pemerhati Remaja
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments