TintaSiyasi.com -- IKN (Ibu Kota Negara) telah resmi berjalan sejak awal 2022 lalu. Mega proyek ini sejak awal menuai banyak kritikan sebab dibangun ditengah kondisi rakyat yang sengsara akibat pandemi, serta tingginya nilai utang luar negeri Indonesia. Saat ini, ketika harga berbagai kebutuhan pokok meroket, terutama kenaikan harga BBM, proyek IKN enggan terhenti atau tertunda. Maju terus pantang mundur entah bagaimanapun sengsaranya rakyat. Terus berlanjut dan dikebut di tengah keluh kesah pemerintah bahwa subsidi rakyat sangat membebani negara. Sungguh ironis dan sebuah kontradiksi.
Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) Bambang Susantono menyampaikan, pemerintah tengah menyiapkan tiga hal untuk mewujudkan Ibu Kota Nusantara yang layak huni. Salah satunya yakni dengan menyiapkan rancangan Peraturan Pemerintah (PP) terkait insentif bagi pelaku usaha dan investor yang akan melakukan usahanya di IKN.
Bambang mengatakan, ada beberapa insentif yakni fiskal dan non fiskal yang dirancang bersama kementerian terkait untuk menarik para investor. Hal ini disampaikan Bambang usai rapat bersama dengan Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (4/10). “Untuk membuat para investor nanti dapat menanamkan modalnya, menanamkan usahanya, melakukan usaha di IKN Nusantara dengan sebaik-baiknya. Itu akan bermanfaat buat semua pihak, mereka yang bermukim di sana ataupun oleh pelaku usaha itu sendiri,” kata Bambang saat konferensi pers di Kantor Presiden (republika.co.id, 05/10/2022).
Memang, pemindahan ibu kota negara bukan tak boleh dilakukan. Hanya saja, hal ini bukan perkara mudah. Menjadi masalah penting untuk dipertimbangkan beribu kali ketika dilakukan saat kondisi perekonomian sedang terpuruk. Terlebih, ancaman resesi global sudah ada di depan mata. Presiden Jokowi sendiri menyatakan bahwa tahun depan (2023) ekonomi akan gelap. Seharusnya, jika menyadari hal itu, pemerintah fokus mengalokasikan dana yang dimiliki negara untuk kepentingan rakyat dan untuk menyelamatkan negara dari resesi.
Jokowi mewanti-wanti bahwa kondisi dunia dalam 'awan gelap' dan akan ada badai besar yang akan menghadang. "Hati-hati ketidakpastian ini, mengenai ketidakpastian ini, dan tiap hari kita selalu diingatkan dan kalau kita baca baik di media sosial di media cetak, di media online semuanya mengenai resesi global, tahun ini sulit dan tahun depan sekali lagi saya sampaikan akan gelap, dan kita tidak tahu badai besarnya seperti apa sekuat apa tidak bisa dikalkulasi," kata Jokowi saat Pengarahan Presiden kepada seluruh Menteri/Kepala Lembaga, Kepala Daerah, Pangdam dan Kapolda di JCC, Jakarta, pada Kamis 29 September 2022 lalu (cnbcindonesia.com, 30/09/2022).
Bukan hanya salah prioritas, pemindahan ibu kota negara akan mengalami banyak masalah di masa mendatang. Antara lain masalah anggaran yang saat ini saja sudah tampak masalah besar yang akan dihadapi negara. Banyak investor yang berjanji mendanai IKN tapi membatalkan janjinya. Masalah pembebasan lahan, pemindahan para Aparatur Sipil Negara (ASN) dan berbagai masalah lainnya. Dikala rakyat sedang menderita akibat naiknya harga berbagai kebutuhan, masih harus dihadapkan dengan masalah-masalah baru.
Namun demikian, apapun kondisinya, pemerintah terus mengebut proyek IKN. Bahkan rela memberikan iming-iming insentif bagi para investor, padahal rakyat jauh lebih membutuhkan bantuan. Inilah sebuah ironi yang menyayat martabat rakyat. Rakyat diposisikan sebagai sapi perah demi ambisi para oligarki.
Menelaah lebih dalam, iming-iming insentif ini mengindikasikan beberapa masalah yang terjadi. Pertama, indikasi bahwa perkiraan investasi IKN meleset dari perhitungan pemerintah. Faktanya, hingga saat ini belum ada investor besar yang berkomitmen pada proyek IKN. Melesetnya perhitungan ini membuat pemerintah putar otak untuk menarik investor, salah satunya pemberian insentif.
Kedua, ini merupakan indikasi bahwa pemerintah sedang kebingungan mencari dana untuk melanjutkan pembangunan IKN. Bukan tidak mungkin, proyek ini pada akhirnya akan mandeg ketika sumber anggaran sudah tidak ada lagi. Apalagi resesi global sudah ada di depan mata. Kedepan, Jika pemerintah tidak berhasil mendapat investor, namun tetap bersikukuh melanjutkan proyek ini, pastilah rakyat yang akan diperas lagi dan lagi.
Kemudian ironisnya, kendati investor yang diidamkan itu akan datang. Hal ini justru berbahaya bagi stabilitas ekonomi, sosial dan keamanan negara. Membuka investasi bagi swasta, apalagi tidak dibatasi entah dari dalam negeri maupun luar negeri, sama saja dengan menggadaikan bangsa dan negara.
Dari sisi ekonomi, nantinya yang paling diuntungkan adalah para pemodal besar. Sedangkan rakyat kecil pribumi tidak akan mendapat apa-apa, atau bahkan akan tersingkirkan. Bukankah hal seperti ini sudah banyak terjadi. Tambang-tambang dan banyak SDA dikelola asing, sedang masyarakat sekitar hanya gigit jari dan menerima dampak kerusakan lingkungan.
Tatanan sosial masyarakat pun akan sangat terpengaruh. Investor asing tentu akan membawa ideologi dan budayanya ke dalam negeri Indonesia. Yang mana banyak diantaranya tidak sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang masih kental dengan nilai keagamaan. Investasi ini jelas menempatkan generasi muda kita dalam ancaman pengaruh negatif globalisasi.
Keamanan dalam negeri pun akhirnya tergadaikan. Sebab bangsa asing bebas keluar masuk negara ini tanpa hambatan. Justru diundang dan dielukan. Bukan tidak mungkin, pada akhirnya kita akan kehilangan negara ini. Jika demikian, apalah artinya susah-payah memindahkan ibu kota negara?
Inilah konsekuensi kelam yang harus dirasakan rakyat dibawah sistem demokrasi kapitalisme. Rakyat tidak bisa berbuat apa-apa, hanya bisa menerima semua kebijakan pemerintah yang sangat mencekik. Sistem kapitalisme membuat rakyat sibuk berjibaku bertahan hidup, tidak sempat memikirkan urusan politik. Sehingga lagi-lagi urusan politik demokrasi pun dikuasai oleh para kapital dan oligarki. Dibuatlah kebijakan dan aturan yang hanya memihak mereka si pembuatnya. Rakyat makin menderita.
Proyek IKN dengan dana yang fantastis ini sebenarnya bentuk pengabaian terhadap rakyat. Saat ini, pemerintah seharusnya fokus pada urusan-urusan yang lebih penting, seperti pemulihan ekonomi, pengentasan kemiskinan, dan pencegahan resesi. Tidak ada argumen kuat dan mendesak untuk memindahkan ibu kota negara. Namun inilah keniscayaan dalam sistem demokrasi kapitalis. Sistem ini tidak akan mengutamakan kesejahteraan rakyat. Harusnya sistem yang menyengsarakan ini segera kita akhiri, beralih kepada sistem yang lebih baik dan sempurna yaitu Islam. Wallahu a'lam bishsawab.
Penulis : Dinda Kusuma Wardani
Sahabat TintaSiyasi
0 Comments