Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Koruptor Jangan Diberi Panggung


TintaSiyasi.com -- Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyebutkan hakim agung yang terseret operasi tangkap tangan (OTT) KPK bisa jadi lebih dari satu orang.

Sebagai informasi, KPK melakukan OTT di Jakarta dan Semarang pada Rabu, (21/9/2022) malam dan berhasil menjaring 10 orang yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka. Lima di antaranya adalah pegawai Mahkamah Agung (MA, 4 orang) dan seorang Hakim Agung, Sudrajad Dimyati. (Kompas.com, 25 September 2022)

Sebagai Pengadilan Negara (PN) tertinggi dalam sistem demokrasi. Mahkamah Agung (MA) merupakan pengadilan kasasi yang bertugas membina keseragaman dalam penerapan hukum melalui putusan kasasi dan peninjauan kembali. Mahkamah Agung juga melakukan pengawasan tertinggi terhadap jalannya peradilan di semua lingkungan peradilan dengan tujuan agar peradilan yang dilakukan diselenggarakan dengan seksama, wajar dan adil.

Sedangkan hakim agung merupakan orang terpilih yang berkualitas baik. Dalam sistem demokrasi hakim dianggap sebagai 'wakil Tuhan di dunia’, putusannya pun dimulai dengan Irah (demi keadilan berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa). Disebutkan dalam pasal 6 UU nomor 3 tahun 2009, seorang hakim agung harus memiliki integritas dan kepribadian tidak tercela, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum.

Penangkapan para aparatur penegak hukum tentu akan menjatuhkan marwah serta martabat lembaga peradilan di Indonesia. Hal ini sekaligus menjatuhkan kepercayaan publik pada penegakan hukum yang sebelumnya memang sudah diambang jurang krisis kepercayaan, terutama dalam pemberantasan korupsi.

Bagaimana tidak, pada tanggal 6 September 2022 lalu Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) melakukan pembebasan bersyarat terhadap 23 napi korupsi. Ini membuktikan ketidakseriusan pemerintah dalam melaksanakan komitmen pemberantasan korupsi di Indonesia.  Seakan-akan semboyan pemberantasan korupsi dilayangkan hanya untuk formalitas belaka.

Para koruptor terus diberikan panggung untuk melancarkan aksinya. Mereka saling menutupi kecurangan satu sama lain antar sesama kolega, agar sama-sama untung (win-win solution). Hukuman yang diberikan bagi para pelaku korupsi juga tidak menimbulkan efek jera, ditambah lagi dengan adanya beberapa oknum yang meraup keuntungan dengan membuka jaringan bisnis 'hotel' di lapas dimana para pelakunya bisa mendapatkan fasilitas mewah dalam sel narapidana, dengan melakukan pembayaran sejumlah uang yang nilainya sangat fantastis. 

Jika aparat penegak hukum terlibat korupsi, suap dan menerima gratifikasi, maka keadilan dan penegakan hukum sudah tentu dipertanyakan. Indonesia Corruption Watch (ICW) melaporkan sepanjang tahun 2020 rata-rata sanksi yang diberikan kepada pelaku korupsi terlalu ringan, hanya 4 tahun. Pemerintah juga royal memberikan remisi alias pemotongan masa tahanan terhadap terpidana korupsi. Seperti, kasus jaksa Pinangki, ia mendapatkan diskon masa tahanan hingga 60%. Pemerintah beralasan bahwa hal itu adalah amanat undang-undang.

Dalam Islam, kedudukan hakim amatlah penting. Ia diperintahkan Allah SWT untuk berlaku adil dengan menerapkan syariah-Nya dalam peradilan. Allah SWT berfirman:
“Sungguh Allah menyuruh kalian menyampaikan amanah kepada orang yang berhak menerimanya, juga (menyuruh kalian) jika menetapkan hukum di antara manusia supaya kalian berlaku adil”. (TQS an-Nisa’: 58).

Selanjutnya Rasulullah saw menjelaskan sekaligus memperingatkan para hakim tentang kedudukan mereka kelak di akhirat :
“Sungguh hakim itu ada tiga golongan; dua di neraka dan satu di surga: Pertama, hakim yang mengetahui kebenaran, lalu memutuskan perkara dengan ilmunya, maka ia berada di surga. Kedua, hakim yang memberikan putusan kepada manusia atas dasar kebodohan, maka ia di neraka. Ketiga, hakim yang berlaku curang saat memberikan putusan, maka ia di neraka.” (HR Ibnu Majah).

Jabatan hakim sudah seharusnya diamanahkan kepada orang-orang yang benar-benar bertakwa. Hakim hanya boleh mengadili segala sesuatu sesuai dengan hukum Islam, bukan dengan hukum yang lain. Serta diwajibkan menerapkan hukum secara adil sesuai ketetapan syariah. Khalifah sebagai kepala negara juga akan ikut andil dalam mengawasi dan mengaudit kekayaan para hakim, sebagaimana terhadap pejabat negara lainnya.

Dalam pemberian hukuman atau sanksi terhadap pelaku kejahatanpun bukan ditentukan oleh manusia, melainkan berasal dari perintah-perintah Allah SWT. Yang mana aturan yang Allah perintahkan bersifat baku tidak akan pernah berubah atau berkembang, selalu tetap keadaannya. Sehingga untuk menjaga agar kasus serupa tidak terulang lagi, maka ditetapkanlah sanksi yang tegas, maka dibuatlah hukum-hukum pidana (uqubat), seperti hukuman ta'zir bagi para koruptor, yaitu hukuman yang ditetapkan oleh khalifah sesuai besar dan beratnya korupsi yang dilakukan (bisa sampai pada hukuman mati).

Pelaksanaan uqubat ini wajib adanya karena termasuk dalam perintah Allah Swt, dengan tujuan agar menimbulkan efek jera bagi para pelaku kejahatan. Serta orang-orang yang menyaksikan hukuman tersebut menjadi lebih berhati-hati dalam berperilaku dan menjauhi tindakan kriminal yang melanggar perintah Allah. 
 
Hendaknya setiap Muslim maupun negara dalam menjalankan seluruh aktivitasnya haruslah menyesuaikan diri dengan perintah-perintah dan larangan-larangan Allah. Negaralah yang mengatur seluruh urusan rakyat sesuai dengan hukum Allah sehingga akan melahirkan ketenangan bagi setiap umat. Jelas sudah, hanya Islamlah solusi paling tepat dalam menangani korupsi khususnya di lembaga peradilan. Islam adalah satu-satunya jalan terbaik untuk mendatangkan keadilan bagi semua golongan. 

Allah Swt Berfirman :
“Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (TQS al-Maidah: 50). 

Oleh: Marissa Oktavioni
Sahabat TintaSiyasi

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments