Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Korupsi Terus Terjadi di Kapitalisme

TintaSiyasi.com -- Beberapa saat yang lalu Komisi Pemberantasan Korupsi dalam konferensi persnya mengumumkan telah menetapkan Gubernur Papua Lukas Enembe, Bupati Mimika Eltinus Omaleng dan Bupati Mamberamo Tengah Ricky Ham Pagawak sebagai tersangka kasus dugaan korupsi. Juru bicara KPK, Ali Fikri, mengatakan, Lukas Enembe diduga terlibat dalam dugaan korupsi suap dan gratifikasi terkait pengadaan barang dan jasa yang bersumber dari APBD Papua (BBC.com). 

Namun keluarga dan kuasa hukum Lukas Enembe meminta kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar menyelesaikan kasus ini secara adat. Yaitu dengan memerika kasus korupsi Lukas di lapangan terbuka dengan cara hukum adat dan disaksikan oleh masyarakat Papua. Namun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan bahwa kasus dugaan korupsi termasuk yang menjerat Gubernur Papua Lukas Enembe tak bisa diselesaikan lewat hukum adat. KPK menegaskan bahwa korupsi merupakan kejahatan luar biasa (cnnindonesia.com).

Menyikapi hal tersebut berbagai elemen yang tergabung dalam Forum Mahasiswa Peduli Pembangunan Tanah Papua mendukung langkah Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mengusut kasus dugaan korupsi terhadap Gubernur Lukas Enembe Sesuai Pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam menyampaikan aspirasinya ini mereka menggelar unjuk rasa di sejumlah titik di Jakarta (tempoo.co)

Dukungan juga diberikan oleh Organisasi Rakyat Papua Bersatu. Mereka menegaskan dukungan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memberantas korupsi di Papua. Juru bicara Rakyat Papua Bersatu Ali Kabiay mengatakan rakyat Papua mendukung negara melalui KPK untuk mengungkap semua kasus korupsi di Provinsi Papua meliputi kabupaten/kota tanpa tebang pilih. Mereka menuntut serta mendesak KPK untuk menjalankan prosedur pemanggilan dan penangkapan paksa terhadap tersangka Gubernur Papua Lukas Enembe (antaranews.com).

Dalam sistem politik demokrasi Kapitalis yang diterapkan saat ini korupsi menjadi hal yang banyak dilakukan. Hal ini karena demokrasi memberikan celah pada pejabat untuk melakukan korupsi. Proses pemilihan penguasa yang didasarkan dengan prinsip demokrasi ini menuntut adanya modal besar dalam memenangkannya. Hal ini pada akhirnya membuat para pejabat harus berfikir bagaimana untuk mengembalikan modal tersebut. Hal ini dilakukan dengan berbagai cara. Bahkan dengan tindakan yang ilegal seperti korupsi. Dalam sistem Kapitalisme ini tindakan tersebut bahkan dianggap sebagai sesuatu yang lumrah di tengah masyarakat. 

Hal ini tentu berbeda dengan Islam. Dalam Islam, kepemimpinan dan kekuasaan adalah amanah dari Allah SWT. Allah SWT akan meminta pertanggungjawabannya di akhirat kelak. Sehingga pertanggungjawabannya tidak hanya di hadapan manusia di dunia, tetapi juga di hadapan Allah SWT juga. Sistem Islam mencegah sejak dini manusia untuk memiliki ‘niat korupsi’ di awal. Hal ini karena ada ketakwaan dan keimanan yang kuat pada para penguasamya. 

Islam adalah ajaran yang sempurna. Islam mengatur seluruh aspek kehidupan termasuk dalam masalah pemilihan penguasa dan pejabat. Dalam pemilihan penguasa dan pejabat negara, pemimpin negara (khalifah) diangkat berdasarkan ridha dan pilihan rakyat untuk menjalankan pemerintah sesuai dengan al-Quran dan as-Sunnah. Begitu pula dengan pejabat yang diangkat. Mereka diangkat adalah dalam rangka untuk melaksanakan syariah Islam.

Dalam proses pengangkatan kepala daerah dan pemilihan anggota majelis umat dilakukan dengan memilih orang-orang yang bertaqwa, amanah dan berkualitas. Dalam pelaksanaan pemilihan ini dilakukan dengan biaya yang tidak tinggi. Hal ini sedikit banyak bisa menekan korupsi, suap, dan lainnya. Sekalipun demikian, tetap ada perangkat hukum yang disiapkan untuk mengatasi kecurangan yang dilakukan pejabat atau pegawai negara. Selain itu, Islam melarang dengan keras bagi para pejabatnya untuk menerima harta ghulu. Yaitu harta-harta yang diperoleh dengan cara tidak syar’i. Baik itu sumbernya diperoleh dari harta milik negara atau milik masyarakat. Selain itu pmerintahan Islam akan membentuk Badan Pemeriksa Keuangan yang bertugas untuk mengawasi pejabat sehingga tidak terjadi kecurangan. Dalam pengangkatan pejabat atau pegawai negara, Khilafah juga menetapkan syarat takwa sebagai ketentuan, selain syarat profesionalitas. Karena itu ketakwaan menjadi kontrol bagi mereka untuk tidak  berbuat maksiat dan tercela.

Dalam pelaksanaan pemerintahan. Maka pemerintah dilakukan dengan tujuan untuk mengurusi rakyat dengan sepenuh hati dan jiwa. Bukan tunduk pada kepentingan oligarki, pemilik modal, atau elit rakus. Untuk menjamin loyalitas dan totalitas dalam mengurus umat ini maka Khalifah akan memberikan gaji uang layak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Yaitu gaji yang mencukupi untuk memenuhi kebutuhan primer, sekunder bahkan tersier. Di dalam pemerintahan Islam juga menjamin pemenuhan kebutuhan seluruh rakyat. Pada kebutuhan komunal bagi masyarakat secara umum seperti kesehatan, keamanan, pendidikan akan digratiskan oleh Pemerintah. 

Dalam pencegahan korupsi calon pejabat atau pegawai negara akan dihitung harta kekayaannya sebelum menjabat. Selanjutnya, saat menjabat pun dihitung dan dicatat harta kekayaan dan penambahannya. Jika ada penambahan yang meragukan maka diverifikasi apakah penambahannya itu syar’i atau tidak. Jika terbukti korupsi maka harta akan disita dan dimasukkan kas negara. Pelakunya akan diproses hukum. Islam juga memberikan sanksi tegas bagi pelaku kriminalitas termasuk korupsi. Sanksi ini diharapkan akan memberikan efek jera bagi pelaku dan mencegah agar kasus serupa tidak terjadi lagi. Dengan demikian maka tindakan kriminalitas dan korupsi bisa dicegah. Wallahu 'alam bissawab

[16/10 05.15] +62 856-5541-1654: Korupsi Terus Terjadi di Sistem Kapitalis
Oleh: Desi Maulia (Praktisi Pendidikan)

Beberapa saat yang lalu Komisi Pemberantasan Korupsi dalam konferensi persnya mengumumkan telah menetapkan Gubernur Papua Lukas Enembe, Bupati Mimika Eltinus Omaleng dan Bupati Mamberamo Tengah Ricky Ham Pagawak sebagai tersangka kasus dugaan korupsi. Juru bicara KPK, Ali Fikri, mengatakan, Lukas Enembe diduga terlibat dalam dugaan korupsi suap dan gratifikasi terkait pengadaan barang dan jasa yang bersumber dari APBD Papua (BBC.com). Namun keluarga dan kuasa hukum Lukas Enembe meminta kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar menyelesaikan kasus ini secara adat. Yaitu dengan memerika kasus korupsi Lukas di lapangan terbuka dengan cara hukum adat dan disaksikan oleh masyarakat Papua. Namun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan bahwa kasus dugaan korupsi termasuk yang menjerat Gubernur Papua Lukas Enembe tak bisa diselesaikan lewat hukum adat. KPK menegaskan bahwa korupsi merupakan kejahatan luar biasa (cnnindonesia.com).

Menyikapi hal tersebut berbagai elemen yang tergabung dalam Forum Mahasiswa Peduli Pembangunan Tanah Papua mendukung langkah Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mengusut kasus dugaan korupsi terhadap Gubernur Lukas Enembe Sesuai Pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam menyampaikan aspirasinya ini mereka menggelar unjuk rasa di sejumlah titik di Jakarta (tempoo.co)

Dukungan juga diberikan oleh Organisasi Rakyat Papua Bersatu. Mereka menegaskan dukungan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memberantas korupsi di Papua. Juru bicara Rakyat Papua Bersatu Ali Kabiay mengatakan rakyat Papua mendukung negara melalui KPK untuk mengungkap semua kasus korupsi di Provinsi Papua meliputi kabupaten/kota tanpa tebang pilih. Mereka menuntut serta mendesak KPK untuk menjalankan prosedur pemanggilan dan penangkapan paksa terhadap tersangka Gubernur Papua Lukas Enembe (antaranews.com).

Dalam sistem politik demokrasi Kapitalis yang diterapkan saat ini korupsi menjadi hal yang banyak dilakukan. Hal ini karena demokrasi memberikan celah pada pejabat untuk melakukan korupsi. Proses pemilihan penguasa yang didasarkan dengan prinsip demokrasi ini menuntut adanya modal besar dalam memenangkannya. Hal ini pada akhirnya membuat para pejabat harus berfikir bagaimana untuk mengembalikan modal tersebut. Hal ini dilakukan dengan berbagai cara. Bahkan dengan tindakan yang ilegal seperti korupsi. Dalam sistem Kapitalisme ini tindakan tersebut bahkan dianggap sebagai sesuatu yang lumrah di tengah masyarakat. 

Hal ini tentu berbeda dengan Islam. Dalam Islam, kepemimpinan dan kekuasaan adalah amanah dari Allah SWT. Allah SWT akan meminta pertanggungjawabannya di akhirat kelak. Sehingga pertanggungjawabannya tidak hanya di hadapan manusia di dunia, tetapi juga di hadapan Allah SWT juga. Sistem Islam mencegah sejak dini manusia untuk memiliki ‘niat korupsi’ di awal. Hal ini karena ada ketakwaan dan keimanan yang kuat pada para penguasamya. 

Islam adalah ajaran yang sempurna. Islam mengatur seluruh aspek kehidupan termasuk dalam masalah pemilihan penguasa dan pejabat. Dalam pemilihan penguasa dan pejabat negara, pemimpin negara (khalifah) diangkat berdasarkan ridha dan pilihan rakyat untuk menjalankan pemerintah sesuai dengan al-Quran dan as-Sunnah. Begitu pula dengan pejabat yang diangkat. Mereka diangkat adalah dalam rangka untuk melaksanakan syariah Islam.

Dalam proses pengangkatan kepala daerah dan pemilihan anggota majelis umat dilakukan dengan memilih orang-orang yang bertaqwa, amanah dan berkualitas. Dalam pelaksanaan pemilihan ini dilakukan dengan biaya yang tidak tinggi. Hal ini sedikit banyak bisa menekan korupsi, suap, dan lainnya. Sekalipun demikian, tetap ada perangkat hukum yang disiapkan untuk mengatasi kecurangan yang dilakukan pejabat atau pegawai negara. Selain itu, Islam melarang dengan keras bagi para pejabatnya untuk menerima harta ghulu. Yaitu harta-harta yang diperoleh dengan cara tidak syar’i. Baik itu sumbenya diperoleh dari harta milik negara atau milik masyarakat. Selain itu pmerintahan Islam akan membentuk Badan Pemeriksa Keuangan yang bertugas untuk mengawasi pejabat sehingga tidak terjadi kecurangan. Dalam pengangkatan pejabat atau pegawai negara, Khilafah juga menetapkan syarat takwa sebagai ketentuan, selain syarat profesionalitas. Karena itu ketakwaan menjadi kontrol bagi mereka untuk tidak  berbuat maksiat dan tercela.

Dalam pelaksanaan pemerintahan. Maka pemerintah dilakukan dengan tujuan untuk mengurusi rakyat dengan sepenuh hati dan jiwa. Bukan tunduk pada kepentingan oligarki, pemilik modal, atau elit rakus. Untuk menjamin loyalitas dan totalitas dalam mengurus umat ini maka Khalifah akan memberikan gaji uang layak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Yaitu gaji yang mencukupi untuk memenuhi kebutuhan primer, sekunder bahkan tersier. Di dalam pemerintahan Islam juga menjamin pemenuhan kebutuhan seluruh rakyat. Pada kebutuhan komunal bagi masyarakat secara umum seperti kesehatan, keamanan, pendidikan akan digratiskan oleh Pemerintah. 

Dalam pencegahan korupsi calon pejabat atau pegawai negara akan dihitung harta kekayaannya sebelum menjabat. Selanjutnya, saat menjabat pun dihitung dan dicatat harta kekayaan dan penambahannya. Jika ada penambahan yang meragukan maka diverifikasi apakah penambahannya itu syar’i atau tidak. Jika terbukti korupsi maka harta akan disita dan dimasukkan kas negara. Pelakunya akan diproses hukum. Islam juga memberikan sanksi tegas bagi pelaku kriminalitas termasuk korupsi. Sanksi ini diharapkan akan memberikan efek jera bagi pelaku dan mencegah agar kasus serupa tidak terjadi lagi. Dengan demikian maka tindakan kriminalitas dan korupsi bisa dicegah. Wallahu 'alam bissawab


Oleh: Desi Maulia
Praktisi Pendidikan
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments