TintaSiyasi.com -- Tanggal 10 Oktober menjadi ajang peringatan Hari Kesehatan Mental Sedunia atau Hari Kesehatan Jiwa Sedunia, melalui laman resminya World Federation of Mental Health (WFMH) telah menetapkan 'Make Mental Health & Well Being for ALL a Global Priority' atau menjadikan kesehatan mental dan kesejahteraan untuk semua prioritas global sebagai tema Hari Kesehatan Mental Sedunia 2022.
Hari Kesehatan Jiwa Sedunia adalah hari antarbangsa untuk pendidikan kesehatan mental, kesadaran, dan pembelaan dunia melawan stigma sosial, dengan tujuan mengadvokasi dan mensosialisasikan tentang kesehatan mental secara keseluruhan. Dengan adanya peringatan yang dibentuk sejak tahun 1992 menggantungkan harapan besar akan adanya sebuah perubahan. Tetapi pada faktanya masalah kesehatan mental masih menjadi permasalahan yang belum terselesaikan di tengah masyarakat Global ataupun ditingkat Nasional, gangguan mental justru makin banyak bermunculan.
Di Indonesia Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, menunjukkan lebih dari 19 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami gangguan mental emosional, dan 12 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami depresi. Selain itu berdasarkan Sistem Registrasi Sampel yang dilakukan Badan Litbangkes tahun 2016, diperoleh data bunuh diri pertahun sebanyak 1.800 orang atau setiap harinya 5 orang melakukan bunuh diri, 47,7% korban bunuh diri pada usia 10-39 tahun yang merupakan usia anak remaja dan usia produktif.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Dr.Celestinus Eigya Munthe menjelaskan masalah kesehatan jiwa di Indonesia terkait dengan masalah tingginya prevalensi orang dengan gangguan jiwa. Bahkan menurut beliau 'Indonesia memiliki prevalensi orang dengan gangguan jiwa sekitar 1 dari 5 penduduk', sekitar 20% populasi di Indonesia itu mempunyai potensi-potensi masalah gangguan jiwa (sehatnegeriku.kemkes.go.id, 07 Oktober 2021).
Sekitar 20% penduduk Indonesia berpotensi masalah gangguan jiwa, tentu hal ini membutuhkan perhatian dengan penyelesaian bukan hanya peringatan, tidak cukup hanya sebuah ucapan keprihatinan disetiap tahunnya. Situasi saat ini kehidupan yang materialistik individualistik akan semakin memicu potensi gangguan jiwa, kenapa? Karena kehidupan yang lahir dari sistem di mana kehidupan manusia diatur oleh kapitalisme yang berasaskan sekularisme (memisahkan agama dari kehidupan) menjadikan manusia tidak memahami lagi apa tujuan hidupnya, karena dalam sistem sekuler merasa bahwa hidup ini hanyalah mencari kesenangan semata, standar kebahagiaannya adalah materi, sebanyak-banyaknya meraup materi segala cara rela dilakukan demi materi. Alhasil ketika materi berupa harta, pekerjaan, karir, tidak tercapai mental terguncang tidak sedikit yang akhirnya depresi.
Belum lagi sistem politik demokrasi dengan sistem ekonomi kapitalisme yang diadopsi negara ini membelenggu masyarakat, dengan segala kebijakan yanga dibuat berdasarkan akal manusia yang terbatas dan syarat akan kepentingan membuat kehidupan masyarakat semakin terhimpit dengan beban ekonomi yang kian mencekik. Penguasa hanya membuat kebijakan yang menyengsarakan rakyat, dan rakyat dibiarkan mengurus urusannya sendiri. Kapitalisme telah gagal mengatur kehidupan dan penguasa hanyalah sebagai regulator bukan pelayanan umat.
Berbeda hal nya dengan negara yang menerapkan Islam secara sempurna, menjadikan pencipta sebagai pengatur, dalam sistem Islam seorang pemimpin akan mampu menempatkan diri sebagai raa'in (pengatur urusan umat) karena sadar bahwa kepemimpinanya akan dipertanggungjawabkan kelak. Sehingga kebijakan yang diterapkan mampu mensejahterakan umat dan syarat akan kepentingan umat. Pemimpin dengan menerapkan sistem Islam mampu memberikan pendidikan yang berbasis akidah, pendidikan yang sesuai dengan fitrah insani yang memberikan ruang hidup untuk tumbuh kembang dengan baik dari segala aspeknya, baik fisik, kejiwaan, dan juga pemenuhan kebutuhan hidup di sepanjang kehidupan mereka. Maka lahirlah generasi bermental kuat dan berjiwa pemimpin dengan keahlian yang bukan hanya ahli agama tapi juga ilmu terapan. Dan terbentuk dalam dirinya Syakhsiyah Islamiah (kepribadian Islam) dengan keimanan yang kokoh, kuat dan senantiasa terikat dengan Syariat Islam, masyarakat sholih yang standar kehidupannya semata-mata untuk meraih ridha Allah semata.
Untuk itu penting bagi kita mewujudkan sebuah kehidupan baru yang keluar dari aturan sekuler kapitalisme kepada kehidupan Islam. Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Indi Lestari, A.md
Aktivis Muslimah
0 Comments