TintaSiyasi.com -- Akhir-akhir ini viral berita yang mengejutkan masyarakat, perihal polisi pangkat inspektur jenderal polisi atau disingkat Irjenpol yang telah terbukti menggunakan dan bahkan menjual sabu-sabu sekitar 5 kg seharga 300 juta. Padahal sebelumnya inpektur ini memerintahkan bawahannya agar tidak main-main dalam penanganan hukum, tapi malah terlibat di dalamnya.
Sebelum terjadinya kasus ini banyak rentetan kasus lainya, seperti penembakan yang dilakukan Jenderal pada bawahanya, sampai kasus Kanjuruhan yang di semprotkan gas air mata sampai memakan korban banyak.
Miris pakai banget seorang polisi yang harusnya memberantas permasalah yang salah satunya soal narkoba tapi malah ikut serta didalamnya. Lalu siapa lagi yang mau diandalkan dalam penanganan kasus atau masalah yang seharusnya ditindak lanjuti oleh seorang polisi?
Dengan terjadinya banyak kasus yang dilakukan banyak dari pihak polisi saya rasa kepercayaan ini menjadi kurang terhadapnya, taunya nanti yang benar ditangkap dan yang salah dibiarkan. Keadilan saat ini tidak adil secara sungguh soalnya keadilan itu tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Dulu banget ada seorang nenek yang sudah rentan hidup sendirian, karena enggak punya apa-apa akhirnya mencuri kayu bakar di hutan milik orang dan karena masalah itu nenek tua tersebut di hukum penjara tanpa ada kompromi apa pun, saya pikir itu bukan tindakan yang pantas,
Sebab seorang nenek rentan yang seharusnya di rawat, dilayani, tapi malah sebaliknya. Ibaratnya kasus ringan yang dibuat besar sedangkan kasus dimana pada tahun 2019 pemilihan presiden banyak anggota KPPS yang meninggal totalnya sekitar 894 tapi tidak di usut apa penyebab terjadinya kematian tersebut. Itu nyawa orang yang tidak sedikit lhoo, padahal nih siapa yang membunuh satu nyawa orang harus dibalas nyawa. Dalam artian membunuh tanpa sebab yang pasti ya.
Kenapa bisa terjadi? Penyebabnya sistem kapitalisme menindas orang kecil dan membanggakan pemilik modal. Ibaratnya yang kaya makin kaya yang miskin makin miskin, yang kuat makin kuat yang rentan bisa jadi kalah alias mati.
Sistem kapitalisme memang sistem yang sangat lemah namanya juga sistem buatan manusia, manusia itu makhluk yang sangat lemah tau sendiri kan pada akhirnya semua makhluk yang ada di bumi ini akan musnah kecuali Allah SWT. Lalu harus bagaimana untuk menanganinya? Solusi yang paling tepat adalah dengan berpindah ke sistem yang hakiki dimana sistem buatan dari Allah sang Khalik pencipta seluruh alam dan isinya. Sistem Allah itu sangat sempurna dari bangun tidur sampai tidur saja di urus apalagi soal negara.
Contohnya kepemimpinan masa Umar bin Khattab, yang pertama seorang pemimpin yang adil meskipun menjabat apapun jikalau salah ya diberi Sanki tanpa memandang bulu, beda pada saat ini tajam ke bawah dan tumpul ke atas alias pilih-pilih.
Kedua amanah dalam mengurus untanya yang merupakan sedekah untuk para yatim dan janda. Tapi sekarang aja diberi amanah untuk meriayah umat tapi tidak menyeluruh, contohnya soal jalan aja saat ini jalan banyak yang berlubang sampai-sampai banyak memakan korban, hewan dihutan banyak yang mati karena hutan dibakar.
Ketiga, hidup bersahaja, seorang pemimpin Umar bin Khattab tetap hidup dengan sederhana meskipun pada masa itu wilayah kekuasaan Islam sudah merambah luas sampai luar Arab. Ia selau menjaga diri dan keluarganya dari apa-apa yang syubhat apalagi yang bukan haknya. Umar tidak akan merasa nyaman mencerna makanan sebelum merasa yakin bahwa seluruh rakyatnya telah mendapatkan haknya. Tetapi sekarang apa yang terjadi? Banyak para pejabat yang egois mementingkan diri sendiri bahkan rakyat sampai mati kelaparan.
Dari penjelasan di atas maukah kita hidup layaknya pada masa kepemimpinan khilafah salah satunya pada masa kepemimpinan Umar bin Khattab atau kah mau tetap kekeh merasakan hidup seperti saat ini dimana keadilan tidak merata, rakyat ditindas, ya taulah apa yang dirasakan pada saat ini seperti apa.
Jikalau pengen seperti masa dulu, yuk mengkaji Islam secara sempurna agar kita tau Islam yang sesungguhnya itu sangat sempurna apalagi soal kepengurusan negara.
Oleh: Indah Setyorini
Aktivis Muslimah
0 Comments