Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kanjuruhan Berduka, Haruskah Kita Menyalahkan Bola?

TintaSiyasi.com -- Dunia sepak bola sedang berduka, tidak hanya di Indonesia, namun merambat hingga ke seluruh dunia. Mengenang ratusan orang yang meninggal dunia di stadion Kanjuruhan Malang, Jawa Timur. Di stadion dimana pertandingan sepak bola antara Arema VS Persebaya, yang seharusnya dinikmati dengan suka cita berubah menjadi stadion penuh duka.

Dikutip dari Detik News, 02 Oktober 2022, wakil gubernur Jawa Timur, Emil Dardak menyatakan bahwa korban tewas mencapai 174 jiwa, sementara yang mengalami luka berat ada 11 orang dan 298 orang mengalami luka ringan.

Tak pelak peristiwa ini mendapat perhatian media, baik dalam maupun luar negeri. The New York Times dalam cuitan twitternya menyatakan, “Indonesia’s police force is highly militarized, poorly trained in crowd control, and in nearly all instances, has never been held accountable for missteps, experts say.” (Kepolisian Indonesia sangat termiliterisasi, kurang terlatih dalam pengendalian massa dan dalam hampir semua kasus, tidak pernah dimintai pertanggungjawaban atas segala langkah, kata para ahli).

Timnas Indonesia dan Timnas Inggris yang sedang bertanding di Turki dalam pertandingan Piala Dunia Amputasi 2022 menunjukkan solidaritas bela sungkawa terhadap korban tragedy Kanjuruhan, dengan mengheningkan cipta sejenak sebelum memulai pertandingan dan memakai pita hitam di lengan. Hal ini juga menjadi pemberitaan di media-media massa.

Tragedi Kanjuruhan bahkan menjadi tragedi yang memakan korban paling banyak kedua di dunia setelah tragedi Lima di Peru pada tanggal 24 Mei 1964 yang menewaskan 328 orang. Dengan cerita yang hampir sama, berawal dari ketidakpuasan supporter yang turun ke lapangan, berlanjut penanganan polisi yang dianggap arogan menyulut emosi penonton lain hingga berujung kericuhan.

Nestapa dalam dunia sepak bola seperti ini bukannya tak pernah terjadi di Indonesia, ini bukan yang pertama kali. Pada tahun 2018 sejarah kelam dunia sepak bola ditulis oleh kematian Haringga Sirla, pemuda berusia 23 tahun yang merupakan The Jak Mania, tewas setelah dikeroyok 16 orang supporter Persib Bandung. Di tingkat dunia, daftar kelam kematian di pertandingan sepak bola juga bukanlah hal yang baru. Ini merupakan kejadian yang akan terus berulang jika tidak diatasi dari akar masalahnya.

Dari tragedi Kanjuruhan, kita bisa melihat bahwa banyak pihak-pihak terlibat memiliki andil terjadinya tragedy ini. Pertama, supporter yang tidak sportif dan memicu kerusuhan, tidak menerima kekalahan kemudian turun ke lapangan sesaat setelah pertandingan usai.

Kedua, pengendalian massa yang arogan oleh kepolisian dengan menggunakan gas air mata, padahal sudah ada larangan menggunakan gas air mata dalam pengendalian massa di stadion. Namun dikutip dari laman Instagram timesindonesia, Dr Albertus Wahyurudhanto MSi selaku Komisioner Kompolnas menyatakan bahwa tidak ada perintah dari Kapolres Malang untuk mengurai massa dengan menggunakan gas air mata dan hal tersebut sudah disampaikan 5 jam sebelum pertandingan dimulai.

Ketiga, menurut Akmal Marhali, Coordinator Save Our Soccer, panitia pelaksana Arema FC melakukan pelanggaran procedural dengan mencetak tiket melebihi kapasitas stadion dan tidak sesuai dengan instruksi kepolisian. Kepolisian telah menyampaikan bahwa tiket yang boleh dicetak hanya 25ribu, namun panpel mencetak sampai 45ribu. Stadion yang kelebihan kapasitas akan mengalami kesulitan saat melakukan evakuasi ketika terjadi kerusuhan, sehingga menyebabkan korban lebih banyak berjatuhan (bola.okezone.com, 02/10/22).

Keempat, PT Liga Indonesia Baru selaku penyelenggara juga memiliki andil dalam tragedy ini karena dianggap tidak mau memindahkan jam pertandingan. Dan hanya meminta agar Arema FC berkoordinasi penuh dengan kepolisian. Pertandingan tetap berlangsung di malam hari dimana tingkat keamanan memang lebih lebih lemah daripada di sore hari (detik.com, 03/10/22).

Kelima, menurut kesaksian pada saat terjadi kericuhan di stadion Kanjuruhan hanya terdapat satu pintu keluar yang terbuka, sehingga menyulitkan para penonton yang berusaha mengevakuasi diri dan keluarganya. Ditambag dengan serangan gas air mata, tak ayal banyak yang mati karena sesak nafas atau terinjak-injak oleh supporter lainnya. Padahal stadion Kanjuruhan memiliki 14 pintu yang seharusnya juga bisa digunakan (nasional.tempo.co, 04/10/22).

Namun meskipun kesalahan-kesalahan dari pihak terkait tragedi Kanjuruhan bisa diurai, sebenarnya kelima poin di atas bukanlah akar permasalahan. Bahkan jika setelah ini Kapolres Malang berserta seluruh jajarannya dicopot dari jabatannya; Ketua Panpel Arema FC dihukum tidak boleh beraktivitas di sepak bola seumur hidup; mengalir dana santunan bagi keluarga korban; anak yang menjadi yatim-piatu karena orang tuanya meninggal di Kanjuruhan mendapat beasiswa di Kepolisian; bahkan Menko Polhukam Mahfud MD memberikan 5 (lima) keputusan terkait penertiban dan penegakan hukum yang akan dilakukan, bahkan membentuk tim gabungan pencari fakta untuk mewujudkannya. Tetap tidak akan menjamin tragedy kelam kematian di pertandingan sepak bola tidak akan terjadi lagi. Atau menghilangkan fanatisme dan rivalitas tidak sehat para supporternya.

Sepak bola sejatinya adalah permainan dengan tujuan kesehatan dan hiburan. Namun dalam kapitalisme, permainan ini diorganisir sedemikian rupa, bahkan memiliki struktur kepengurusan, bila ingin menonton harus membeli tiket. Pemain sepak bola kini telah menjadi pekerjaan yang bisa mendatangkan pundi-pundi secara fantastis. Belum lagi dana yang mengucur pada organisasi dan agensi yang dibelakangnya.

Dengan ini kapitalisme pun mengubah cara pandang dan gaya hidup masyarakat menjadi terlena dalam permainan. Potensi umat menjadi salah arah menuju hal-hal yang tidak berfaedah, bahkan hingga melanggar syariah dan mengakibatkan musibah.

Andai kita memakai cara pandang hidup yang ditetapkan Islam, dan hidup dengan aturan yang sudah ditentukan oleh Sang Maha Pengatur, maka potensi umat akan berada di jalan yang benar. Fanatisme hanya pada Allah dan rasulnya dan rivalitas di antara orang-orang shalih dengan senantiasa berlomba-lomba dalam kebaikan demi akhirat yang penuh kebahagiaan.

Turut berduka untuk para korban di stadion Kanjuruhan. Semoga Allah memberikan pengampunan terbaik dan semoga keluarga yang ditinggalkan diberikan kesabaran dan keteguhan.


Oleh. Helmiyatul Hidayati, S. IKOM.
Blogger dan Editor
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments