TintaSiyasi.com -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) telah menerima laporan sejak akhir Agustus 2022 terjadi peningkatan kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal / Acute Kidney Injury (AKI) yang tajam ada anak, terutama di bawah usia 5 tahun. Hingga 24 Oktober 2022, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menyebutkan jumlah kasus gagal ginjal akut mencapai 245 kasus dari 26 provinsi. Angka kematian sebanyak 133 pasien dengan fatality rate 55% (cnbcindonesia.com, 24/10/2022).
Penyebab gagal ginjal akut sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa indikasi yang mengarah pada gagal ginjal akut. Hal ini mengacu pada surat edaran dari World Health Organization (WHO) pada 5 Oktober yang memberi peringatan bahwa terjadi kemiripan kasus di Gambia yang disebabkan oleh zat kimia pada pelarut obat-obatan yaitu etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG).
Dilansir dari nasional.tempo.co (20/10/2022), bahwa EG dan DEG tidak digunakan dalam formulasi obat, tapi dimungkinkan keberadaannya dalam bentuk kontaminan pada bahan tambahan sediaan sirup. Kemenkes berhasil mengidentifikasi 91 obat sirup yang dikonsumsi anak-anak sebelum dinyatakan mengalami gagal ginjal akut.
Faktor lainnya yang dapat menyebabkan gagal ginjal akut adalah konsumsi makanan yang tidak bergizi, lingkungan yang tidak bersih, dan daya tahan tubuh anak rentan. Tingginya angka kematian akibat fenomena gagal ginjal akut seharusnya menyadarkan penguasa dan masyarakat ada salah tata kelola kesehatan negeri ini.
Kasus gagal ginjal tidak hanya menjadi tanggung jawab orang tua tapi juga penguasa yang ikut andil dengan menetapkan berbagai langkah komprehensif, baik terkait langkah preventif (pencegahan) juga kuratifnya (pengobatan). Sayangnya, kesehatan di bawah pengelolaan kapitalisme menjadi objek komersialisasi yang diperdagangkan. Sehingga tak heran jika penanganan kasus gagal ginjal akut pada anak ini dinilai cukup lamban. Apalagi rakyat harus menyediakan dana yang tidak murah untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang tinggi. Sulit rasanya mendapatkan hak kesehatan di kapitalisme.
Sedangkan dalam Islam, negara memiliki tanggung jawab besar dalam melayani kebutuhan rakyat, termasuk kebutuhan pokok komunal seperti kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Dalam kasus gagal ginjal akut ini, negara akan menyelesaikan hal-hal yang menjadi penyebabnya. Dengan memenuhi gizi yang cukup pada anak, memastikan produk kesehatan yang akan dikonsumsi, juga memberi edukasi kepada masyarakat untuk deteksi dini dan mencegah keterlambatan upaya pengobatan.
Langkah kuratif atau pengobatannya, negara akan menyediakan fasilitas kesehatan yang memadai, tenaga medis yang mumpuni, industri farmasi yang kuat, dan dengan mudah dijangkau oleh rakyat dengan murah atau bahkan gratis. Pembiayaan kesehatan diperoleh dari baitul mal dalam pos kepemilikan umum yaitu hasil pengelolaan bahan tambang, hutan, dan laut.
Sebagaimana dulu pernah dicontohkan pada masa Khalifah al-Mansyur, di mana pada saat itu pembangunan rumah sakit di kairo yang memiliki kapasitas 8000 tempat tidur yang melayani 4000 pasien setiap harinya. Pelayanan diberikan tanpa membedakan warna kulit, ras, ataupun agama. Selain diberi perawatan, pasien juga diberi uang saku yang cukup selama perawatan dan berlangsung selama 7 abad. Sekarang diberi nama Rumah Sakit Qalawun yang digunakan untuk Ophthalmology.
Tentu ini menjadi kewenangan yang hanya bisa dilakukan oleh negara sebagai pembangun sarana pelayanan kesehatan dan juga regulasi. Masalah gagal ginjal akut akan terselesaikan jika pengaturan kesehatan di bawah pengelolaan sistem Islam secara kaffah, yaitu khilafah. []
Oleh: Nabila Sinatrya
Aktivis Muslimah
0 Comments